TABAOS.ID,- Aksi solidaritas “Pembebasan West Papua” yang dilakukan pada 2 Desember 2019 lalu, di depan Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, Ternate, berbuntut panjang.
Setelah empat mahasiswa yang ikut dalam aksi tersebut, yakni Arbi M. Nur, Fahyudi Kabir, Fahrul Abdullah dan Ikra Alkatiri diberhentikan secara sepihak oleh kampus tempat mereka selama ini menimba ilmu.
Pemberhentian mereka tertuang dalam Surat Keputusan Rektor Universitas Khairun (UNKHAIR) Ternate Maluku Utara (Malut), Nomor 1860/UN44/KP/2019 mengenai pemberhentian atau putus studi yang juga dikenal dengan istilah Drop Out (DO).
Tak terima putusan tersebut keempat mahasiswa yang diberhentikan bersama pengacara mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jl.Wolter Monginsidi Lateri Baguala, Kota Ambon.
Tim tabaos.id kemudian menyambangi PTUN Negeri Ambon untuk melihat proses persidangan yang berlangsung di mana dalam persidangan kali ini Hakim Ketua membacakan hasil putusan dari penambahan alat bukti yang diajukan. Sidang berlangsung, siang, Pukul 01.00 WIT (08/09).
Pada kesempatan itu, tabaos.id mewawancarai pengacara dari keempat penggugat, Al Walid Muhammad, SH, MH. Pengacara menyampaikan dalam proses persidangan yang berlangsung, adalah sidang dalam rangka penambahan alat bukti dari para penggugat.
“Untuk hari ini adalah sidang tambahan alat bukti dari penggugat. Tambahan alat bukti itu sebenarnya dalam persidangan sebelumnya telah dibebankan oleh Majelis Hakim untuk penggugat menghadirkan alat bukti surat kuasa terkait dengan upaya keberatan yang dilakukan oleh penggugat”, ungkap Al Walid.
Dirinya juga menjelaskan kronologis kejadian, sejak awal hingga pada proses Drop Out-nya keempat Mahasiswa Unkhair itu. Menurutnya, ini berawal dari mimbar bebas yang bersifat ilmiah.
Aksi tersebut dalam bentuk aliansi yang dilakukan oleh beberapa universitas atau kampus yang ada di Kota Ternate. Beberap peserta aksi kemudian sempat diamankan oleh pihak kepolisian di Polres Kota Tarnate.
“Tapi setelah itu, oleh kepolisian empat mahasiswa Unkhair dikembalikan ke kampusnya, begitu pula dengan mahasiswa dari kampus lain”, bebernya.
Namun dari sejumlah mahasiswa yang melakukan aksi mimbar bebas tersebut, hanya Unkhair saja yang mengambil keputusan untuk melakukan Drop Out kepada mahasiwa mereka yang melakukan aksi mimbar bebas tersebut.
“Jadi dari semua kampus yang mahasiswanya sempat ditahan pada saat itu, hanya dari Unkhair sendiri yang kemudian mengambil keputusan untuk men-DO ke empat mahasiswa mereka, sementara kampus yang lain itu tidak sampai di DO”, imbuhnya.
Ia juga menambahkan untuk proses persidangan selanjutnya akan dilakukan pada hari Selasa 15 September 2020 untuk agenda kesimpulan di mana nantinya akan dibeberkan semua fakta-fakta persidangan terkait proses yang berjalan selama ini.
Harapan dari kuasa hukum keempat mahasiswa Unkhair ini, agar pihak universitas dapat mencabut dan membatalkan SK DO yang telah dikeluarkan, karena bagi mereka, apa yang disampaikan bersama rekan-rekannya adalah Hak Asasi Manusia terutama hak kebebasan sipil.
“Seharusnya lembaga pendidikan menjadi suatu wadah kalaupun ada kesalahan- kesalahan, harusnya dapat dikaji secara ilmiah bukan dengan pemberian sanksi yang berat bagi mahasiswa,” harap Al Walid.(T-07)