ASNLF, ULMWP dan RMS Bersatu Gelar Aksi Demo Dukung Papua

0
7283
Aceh Sumatera National Liberation Front (ASNLF), United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dan Pemerintah Republik Maluku Selatan (RMS) di pengasingan bersatu, menggelar aksi demo damai. Aksi demonstrasi yang diikuti sekitar 200 warga setempat, berlangsung di depan Tweede Kamer (Gedung Parlemen) Den Haag Belanda, 6 September 2019.

TABAOS.ID,- Tindakan rasisme yang dialami mahasiswa Papua di Jawa Timur dan beberapa kota besar di Indonesia, telah melahirkan solidaritas dari berbagai individu, NGO serta negara-negara yang anti dan menentang rasialisme.

Tindakan rasisme dengan menyebut mahasiswa Papua sebagai monyet, juga telah menuai gelombang protes di Papua. Termasuk pula disejumlah kota dan negara.

Monyet bahkan telah dijadikan sebagai simbol perlawanan terhadap ketidakadilan yang dialami oleh daerah penghasil emas tersebut. Meredam aksi demonstrasi warga yang berujung teriakan minta referendum, pemerintah Indonesia telah mengerahkan 6000 personil TNI/Polri bersenjata untuk mengendalikan situasi keamanan di Papua.

Mengantisipasi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan pembunuhan rakyat sipil yang sewaktu-waktu bisa saja terjadi menyusul pengerahan pasukan ke Papua, Aceh Sumatera National Liberation Front (ASNLF), United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dan Pemerintah Republik Maluku Selatan (RMS) di pengasingan bersatu, menggelar aksi demo damai.

Aksi demonstrasi yang diikuti sekitar 200 warga setempat, berlangsung di depan Tweede Kamer (Gedung Parlemen) Den Haag Belanda, 6 September 2019.

Tiga organisasi yang sedang memperjuangkan kemerdekaan bagi wilayahnya masing-masing, yang hingga kini dilabel separatis oleh pemerintah Indonesia ini, mengecam tindakan kolonialisme yang dilakukan pemerintah Indonesia. Mereka berorasi sambil membawa sejumlah bendera Bintang Kejora (Papua), bendera Benang Raja (RMS) dan bendera Bulan Bintang (GAM).

Aksi demonstrasi ini langsung dihadiri perwakilan organisasi ULMWP untuk Eropa, Oridek Ap, Menteri Luar Negeri (Menlu) RMS di pengasingan, Umar Santi dan anggota dari Presidium ASNLF, Nasir Usman.

Menlu RMS, Umar Santi dalam rilis singkatnya, Minggu (8/9/2019) menyebutkan, aksi demo anti rasisme terhadap orang Papua dan anti kolonialisme terhadap Bangsa Maluku, Aceh dan Papua telah berlangsung didepan kantor parlemen sebagai bentuk solidaritas.

Baca Juga  Protes Rasisme Papua, Masyarakat Keturunan Papua, Maluku dan Aceh Kembali Unjuk Rasa di Belanda
Umar Santi, Menlu RMS di Pengasingan

Umar Santi menilai, ketidakadilan telah diterima oleh Papua, Maluku dan Aceh, yang memiliki sumber daya alam melimpah. Umar Santi mengajak semua pihak bersatu dan melakukan perlawanan terhadap pemerintah Indonesia yang disebutnya sebagai penguasa kolonial.

“Semua kalangan dari pemimpin hingga masyarakat, jangan hanya diam menerima ketidakadilan yang dialami,” pintanya.

Maluku, Papua dan Aceh menurutnya, memiliki potensi sumber saya mineral yang sangat besar, namun diambil secara paksa melalui regulasi UU untuk dibawa ke Jakarta. Mirisnya, rakyat ketiga daerah penghasil dibiarkan miskin, ditengah kekayaan alam yang melimpah.

Tokoh pejuang kemerdekaan Maluku di Belanda ini juga meminta agar masyarakat Maluku, Papua dan Aceh jangan mau diperlakukan sebagai warga kelas dua didaerahnya sendiri. Umar Santi mengingatkan, ketidakadilan yang diterima sudah harus disikapi dengan serius.

Maluku, Papua dan Aceh telah membiayai Indonesia. Melepaskan diri untuk menentukan nasib sendiri demi masa depan anak-anak Maluku, Papua dan Aceh, merupakan hal yang wajar dilakukan, apabila ketidakadilan ini terus berlanjut.

Juru Penerangan ASNLF Di Eropa, Nasir Usman juga menyebutkan, Aceh, Papua Dan Maluku adalah sebuah bangsa. Dalam ketentuan teori Ilmu Negara, terhapusnya sebuah bangsa disebabkan terjadinya sebuah bencana dan alasan politis bergabung dengan negara lain.

“Nampaknya dari kedua alasan tersebut, belum pernah terjadi pada bangsa Aceh, Papua dan Maluku, baik dimasa penjajahan Belanda maupun saat ini. Di mana Bangsa Aceh, Bangsa Papua dan Bangsa Maluku sampai saat ini masih ada,” jelasnya.

Bangsa Aceh, Papua dan Maluku kata dia, tidak pernah mengakui pendudukan dan kedaulatan Belanda di Aceh, Papua Dan Maluku, sehingga berhak untuk mendapatkan kembali kemerdekaanya dari Indonesia.

Baca Juga  Catatan Klarifikasi Negeri Pelauw Terkait Konflik dengan Kariu, 26 Januari 2022: Ada Pelanggaran HAM By Omission

Sedangkan perwakilan organisasi ULMWP untuk Eropa, Oridek Ap mengatakan, meskipun memiliki latar belakang perjuangan yang berbeda, namun ketiga organisasi ini memiliki tujuan yang sama, untuk melepaskan diri dari kolonialisme.

Kapolri, Jenderal Tito Karnavian sendiri dalam keterangan persnya telah menuding ULMWP sebagai dalang dalam aksi demo berujung rusuh di sejumlah tempat di Papua. (T05)