TABAOS.ID,- Masyarakat dan pemerintah terus menyuarakan perdamaian di Maluku. Hal itu juga dilakukan Angkatan Muda Gereja Protestan Maluku (AM GPM) Ranting 7 Gatik di Aula A Kampus FKIP Unpatti, Sabtu, 11 Mei 2019.
Mereka menggelar Refleksi, Dialog, dan Buka Bersama Pemuda Lintas Iman. Kegiatan itu pemuda beragama Islam dan Kristen dari Duta Bahasa Provinsi Maluku, Pemuda Hitu Lama dan Hitu Mesing.
Ketua AM GPM Ranting 7 Yamres Pakniany mengatakan, identitas keagamaan tidak harus menjadi sekat untuk memisahkan. Menurutnya, perbedaan itu menjadi penguatan.
“Identitas beragama bukan sekat, tapi itu menjadi penguatan,” kata Yamres.
Ia menuturkan, setiap agama memiliki keunikan dan kebenarannya masing-masing.
“Tidak perlu merasa paling benar. Semua agama itu benar dan mutlak milik Tuhan,” ujar salah satu narasumber dialog itu.
Melalui dialog lintas agama bertajuk menenun asa dan akta dalam harmoni orang basudara itu, ia berharap keharmonisan di Maluku terjalin seperti sedang menenun.
“Masyarakat maluku harus mampu menenun kembali harmoni hidup sebelum konflik,” ucap Yamres.
Yamres menjelaskan maksud mereka tidak menggunakan kata menenun melainkan merajut.
Pertama, melakukannya dengan hati-hati dan benar, sehingga keharmonisan terwujud. Pasalnya, penyelesaian konflik bukanlah hal mudah. Kedua, memakai benang dan alat yang bagus.
Yamres menuturkan, cara memulai perdamaian dengan mengubah cara berpikir (mindset). Ia mencontohkan, saat ini masyarakat beragana Islam takut melewati tempat tinggal orang Kristen dan sebaliknya.
“Mengapa orang kristen takut ke Batu Merah atau Kebun Cengkeh? Mengapa orang Islam juga takut ke Batu Gajah atau Kuda Mati,” ucap Yamres.
Menurut Mark Mardayat Upie, Koordinator Paparisa Ambon Bergerak, juga narasumber dialog mengatakan, segregasi wilayah itu diwariskan konflik yang terjadi di Maluku. Termasuk kepada Generasi Z atau generasi yang lahir setelah tahun 90-an.
“Konflik Maluku meninggalkan warisan segregasi bagi adik-adik generasi Z,” ucap Mark.
Ia mengapresiasi kegiatan dialog lintas iman. Ia mengatakan, perlunya mengupayakan dialog untuk menebar perdamaian.
“Harus banyak dialog untuk mewujudkan perdamaian. Kita adalah pelaku aktif dalam perdamaian. Sering-seringlah berjejaring. Kita dilahirkan unik. Harus dipersatukan,” tutur lelaki yang juga menjadi Duta Hoax itu.
Laila Dwitari Tuasikal juga mendukung kegiatan dialog. Ia mengatakan, pembahasan mengenai perdamaian adalah pembahasan yang tidak akan selesai. “Kita akan terus melaluinya dalam hidup,” kata Laila. Ia berharap, dialog yang sama akan terus dilakukan. (T01)