Blok Masela Bukan Alat Negosiasi Kursi Menteri Bagi Maluku

0
2524

Oleh : Adhy Fadhly Tuhulele

Perlu dipahami secara baik, bahwa menteri itu adalah hak prerogative presiden, jadi sebaiknya tidak usah ada tekanan tekanan dari pihak manapun. Sebab dengan begitu kita akan mendapatkan hasil kabinet yang berisikan orang orang yang qualifaid-nya masih diragukan.

Kabinet harus berisikan orang orang yang telah teruji dalam bidangnya. Artinya kompetensi SDM yang menjadi indikator, bukan hasil dari tekanan maupun patron clien.

Jokowi sebagai presdien terpilih harus menyadari revolusi mental yang bisa dikatakan gagal, serta banyak program strategis saat kabinet kerja jilid 1 gagal, misalkan jadikan indonesia poros maritim dunia, dan maluku poros maritim Indonesia merupakan imbas dari politik balas budi yang lakoni.

Terkait dinamika politik yang terjadi di maluku saat ini, jatah menteri bagi maluku, yang mulai disuarakan oleh Ormas, LSM, gerakan-gerakan pemuda, bahkan gubernur dan ketua DPRD, rasanya masih berjalan ditempat, bagi saya gerakan gerakan seperti itu adalah sebuah gerakan berjalan ditempat, sebab inilah rutinitas yang dilakukan setiap momentum pasca terpilihnya presiden di negara ini.

Sudah saatnya ada sebuah gebrakan baru dari pemda Maluku bersama kaum muda, harus ada sebuah gerak maju dalam mewujudkan apa yang di inginkan. Kalau sekarang yang terjadi, bagi saya ini hanyalah riak-riak politik dari maluku, yang tidak bermakna.

Jika melihat dominasi partai koalisi KIK maka bisa dipastikan, teriakan-teriakan gerak ditempat dari Maluku hanyalah angin lalu, dan bisa dipastikan SDM dari maluku tidak akan terakomodir dalam komposisi kabinet KIK jilid 2.

Dan bagi saya, Maluku tidak butuh menteri, apalagi yang dibilang otsus. Kita harusnya bisa berpikir. Anggaran satu kementrian pertahun, tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan hasil Maluku yang diberikan ke negara.

Baca Juga  Lagi, Pasien Covid-19 di Ambon Meninggal Dunia

Alangkah lebih baik, Maluku diberi kewenangan khusus, misalnya Kewenangan Asimetris, dimana daerah diberi kewenangan untuk berkreatifitas megelolah hasil kekayaan alamnya tanpa terikat oleh pemerintah pusat melalui regulasi yang bersifat umum maupun khusus.

Misalnya, sektor perikanan, bayangkan hasil perikanan Maluku per tahun di rampok sekitar 40 Triliun, dengan begitu daerah bisa mengelolah puluhan triliun per-tahun, jadi untuk apa lagi posisi menteri yang sedang diincar hari ini.

Untuk itu menurut saya, Maluku tidak butuh menteri, juga tidak butuh Otsus. Dan yang ingin saya tekankan, bagi pemda Maluku, dan juga teman teman pemuda, lembaga-lembaga yang mengatasnamakan Maluku, bahwa Blok Masela bukan komoditi politik untuk dapatkan kursi menteri.

Artinya, wacana boikot masela, itu harus diletakan pada indikator kesejahteraan rakyat Maluku, bukan untuk negosiasi kursi menteri. Posisi menteri melalui negosiasi sama halnya kita menjual diri kita.

Kalau ditanya soal Otsus, bagi saya itu bagaikan kepala dan badan dilepas, tapi ekorya tetap dipegang. Jadi sebaiknya Pemda Maluku, dalam hal ini eksekutif, legislative maupun teman-teman kepemudaan di Maluku berpikir majulah, jangan hanya berada pada titik yang mulai usang. Pemuda adalah orang orang yang mampu membuat sejarah atau people make history.

Jadi intinya nyanyian kursi menteri bagi Maluku bagaikan riak-riak politik  lima tahunan. Sudah cukuplah Maluku mengemis untuk itu, setidaknya tercatat dalam sejarah bangsa ini, figur Maluku, Dr. Johanis Leimena adalah tokoh yang pernah menduduki jabatan menteri terlama dalam sejarah bangsa ini, dan itu adalah Maluku. Sehingga tidak usah mengemis, apalagi menegosiasikan SDA Maluku untuk sebuah kursi menteri.

Terakhir dari saya, jika menyimak dinamika yang sedang terjadi, terkait persoalan jatah menteri bagi Maluku semua yang sedang menuntut jatah ini rata-rata mengancam akan melakukan aksi jika tuntutan tidak dipenuhi jokowi, bagi saya itu judulnya “ketinggalan kapal” kok ngak terpenuhi baru demo, mindset berpikir yang keliru dari saudara-saudara saya dari Maluku.

Baca Juga  Riders Block di Kawasan Pariwisata

Penulis adalah Koordinator, Paparisa Perjuangan Maluku PPM_95DJAKARTA