TABAOS.ID, – Kondisi hak asasi manusia (HAM) dan ketegangan yang terjadi di Papua selalu mendapat sorotan dari pihak asing. Salah satu negara yang kerap menyoroti masalah ini adalah Republik Vanuatu. Sudah berulang kali negara yang berada di Kepulauan Pasifik itu menyerukan pemisahan Papua atas Indonesia.
“Indonesia harus memberi tahu kepada seluruh anggota PBB terkait motif di balik pernyataan dan tindakan negara yang tidak bertanggung jawab ini. Vanuatu ingin membangun citra sebagai negara yang menjunjung HAM. Padahal, motif sesungguhnya adalah mendukung agenda separatisme,” kata diplomat Indonesia yang bertugas di PBB, Rayyanul Muniah Sangadji, dalam sesi ke-74 Debat Umum Majelis Umum PBB yang berlangsung di New York, Amerika Serikat, Sabtu (28/9).
“Papua sejak awal proklamasi kemerdekaan sudah menjadi bagian dari NKRI. Itu adalah kesepakatan yang sudah selesai. Dan itu diperkuat oleh Sidang Umum Majelis Umum PBB pada 1969 melalui resolusi 2504. Pemahaman yang benar dan tepat tentang basis hukum dan sejarah ini penting supaya Vanutau tidak melakukan kesalahan berulang-ulang,” kata dia.
Kondisi serupa juga pernah terjadi tiga tahun silam. Kala itu, diplomat Nara Masista Rakhmatia menjawab kritik negara-negara Kepulauan Pasifik atas pelanggaran HAM yang terjadi di Papua. Republik Vanuatu hingga saat ini tetap pada sikapnya mendukung kemerdekaan Papua.
“Vanuatu terus mempertanyakan posisi Papua di Indonesia. Kami bertanya-tanya, bagaimana bisa di era globalisasi ini, masih ada negara dengan kebijakan luar negerinya mengurusi soal pembagian wilayah negara lain,” ujar Rayyanul. “Sebagai orang Indonesia yang berdarah Melanesia, saya tegaskan bahwa kami tidak suka dikotak-kotakkan oleh negara lain. Papua adalah bagian dari Indonesia.”
Kerusuhan di Papua hingga hari ini belum kunjung mereda. Sebanyak 33 orang dinyatakan tewas akibat kericuhan di Wamena. Selain puluhan nyawa hilang dan ratusan lainnya luka-luka, kerusuhan di Papua juga menyebabkan kerusakan infrastruktur.
Dalam sanggahannya, Rayyanul meminta Republik Vanuatu tidak mengeluarkan pernyataan yang provokatif sehingga menyulut kemarahan warga Papua yang lebih besar.
“Vanuatu terus menunjukkan dukungannya untuk kelompok separatis yang mengancam nyawa manusia. Apa yang Vanuatu tidak sadari adalah dukungan tersebut menjadi pemicu konflik. Ini adalah tindakan yang tidak bertanggung jawab. Provokasi itu menghasilkan kerusakan infrastruktur, ratusan rumah terbakar, fasilitas publik rusak, dan banyak orang tak berdosa jadi korban,” lanjutnya.
“Bisakah ini (mendukung separatisme) dibenarkan dalam hukum internasional dan Piagam PBB? Jawabannya tentu tidak. Piagam kita mengajarkan nilai dan prinsip tentang keharusan menghormati seluruh negara. Sudah menjadi kewajiban seluruh negara untuk menghormati kedaulatan dan integritas wilayah negara lain,” katanya.
Dia menambahkan ihwal posisi kebijakan luar negeri Indonesia, “kami akan selalu mendukung kedaulatan dan integritas wilayah negara lain serta tidak ikut campur urusan dalam negeri negara lain.”
“Seperti banyak negara, Indonesia berkomitmen mendukung HAM atas seluruh masyarakatnya, termasuk Papua. Di negara demokrasi, apa yang dilakukan oleh pemerintah akan selalu dicermati oleh rakyatnya, termasuk oleh institusi independen HAM di dalamnya.”
Dia menutup sesi itu dengan menegaskan keberagaman di Indonesia. “Kami akan terus menghormati seluruh perbedaan dan kearifan lokal yang hidup di setiap etnis di Indonesia. Perbedaan itulah yang menjadikan Indonesia. Saya Melanesia, saya Indonesia, kita semua bersaudara,” tutupnya.
Berita ini pernah dimuat di IDN TIMES, dengan judul yang sama