Habitat Burung Maleo di Negeri Kailolo akan didorong BKSDA Jadi Kawasan Ekosistem Esensial

0
2296
Kepala BKSDA Maluku, Mukhlis Amin Ahmadi. Foto : Usman

TABAOS.ID,- Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku terus mendorong agar habitat burung maleo atau burung gosong yang ada di Desa Kailolo, Kecamatan Pulau Haruku sebagai kawasan pengelolaan ekosistem esensial.

Seperti dilansir Media SerambiMaluku.Com 31 Maret 2019 yang berjudul “ BKSDA Dorong Habitat Burung Maleo di Desa Kailolo dijadikan Kawasan Ekosisistem Esesnsial” Habitat Burung Maleo di Desa Kailolo diperkirakan mencapai 1,2 hektar. Kawasan itu akan dijadikan sebagai kawasan ekosistem esensial agar satwa yang dilindungi itu dapat terjaga populasinya agar tidak mengalami kepunahan.

Kepala BKSDA Maluku, Mukhlis Amin Ahmadi mengatakan rencana untuk mendorong kawasan ekosistem esensial bagi Burung Maleo di Desa Kailolo sudah ada sejak dua tahun lalu. Sebab lokasi itu sangat dekat dengan permukiman warga dan menjadi tempat bertelur burung maleo.

“Wilayah di sana perlu ditetapkan oleh Pemerintah Daerah jadi kawasan ekosistem esensial, karena ia menjadi lokasi bertelurunya Burung Maleo. BKSDA Maluku, punya tupoksi memfasilitasi itu dan pengelolaannya akan dilakukan Forum Komunikasi Esensial,”kata Amin kepada wartwan di kantor BKSDA Maluku, Sabtu (30/3/2019).

Dia menyebut saat ini koordinasi telah dilakukan bersama pemerintah daerah agar kawasan tersebut dapat segera dijadikan sebagai kawasan ekosistem esensial Burung Maleo. Data dari BKSDA Maluku, populasi Burung Maleo di kawasan itu saat ini mencapai lebih dari 70 ekor.

Menurutnya jika upaya menjadikan kawasan ekosistem esensial dapat terwujud maka populasi Burung Maleo akan lebih meningkat lagi dan gangguan dari manusia dapat diminimalisasi.

“Populasi burungnya diperkirakan 70-an ekor. Tetapi setiap malam, selalu datang dan bertelur di sana, sehingga harus dimanfaatkan,” ujarnya.

Dia mengatakan, kawasan ekosistem esensial itu tidak dikelolah oleh pemerintah tetapi masyarakat di desa. Artinya, kalau wilayahnya merupakan petuanan, maka masyarakat setempat yang akan mengelolanya, tapi pengelolaannya lebih intensif dengan melibatkan seluruh stakeholder daerah yang punya kepedulian.

Baca Juga  Kerikil Pariwisata: Catatan Pendek dari Pulau Ambon

“Apakah itu aparat desa, masyarakat, TNI maupun Polri. Semua terlibat di situ, sehingga keuntungannya akan terjaga. Artinya, kalau terjaga populasinya dengan telur yang begitu banyak, hasilnya juga akan lebih baik,” jelasnya.

Sumber : Serambi Maluku