Hidup Orang Basudara Abadi, Catatan Generasi Damai Maluku

0
2300
Potret Acang dan Obet kekinian. Penulis bersama Ikhsan Tualeka, sosok yang ikut terlibat dalam pembuatan Film Cahaya dari Timur dan Film Salawaku

Oleh: Callin Leppuy

Foto untuk catatan ini barangkali bisa menggambarkan bagaimana kehidupan orang basudara hari ini. Satu situasi yang tidak kita bayangkan bila mengingat pernah ada satu peristiwa paling getir di Maluku.

20 tahun lalu disekeliling kami hanya ada darah, api dan asap, rumah terbakar, Geraja dan Masjid yang terbakar, peluru dan senjata, bom, bunyi tembakan, bunyi ledakan bom, orang mati, teror, tangisan, rasa takut, dan sebagainya. Semua mencekam.

Nalar dan otak kami terisi penuh sesak dengan tema kekerasan dan pembunuhan, panca indera kami dipaksa berinteraksi dengan kematian anak-anak dan orang tua, kaki kami melangkah di atas mayat tak berdosa yang berjatuhan dan terbaring disana-sini, dan seterusnya.

Tetapi itu gelombang sejarah kelam 20 tahun lalu. Iya, 20 tahun lalu! Saat ini kami Salam-Sarane Maluku yang lahir dari satu rahim bumi seribu pulau, terbentuk dalam ikatan ade-kaka yang utuh telah mengambil sumpah tentang perdamaian sejati.

Perdamaian seumur hidup di atas “siri-pinang dan sopi adat” dan memainkan tarian Cenderawasih diiringi bunyi pukulan tifa, tiupan tahuri dan petikan jukulele. Bahwa Salam-Sarana Maluku tetaplah ade-kaka sampai langit runtuh ataupun dunia kiamat.

Perdamaian sejati yang telah mengisi raga, otak dan sum-sum kami akan tetap hidup dan menghidupkan kami, bahkan kami selalu ingin mengajari dan menginspirasi orang lain atau belahan dunia lain yang masih berkonflik untuk kembali berdamai dan membangun persaudaraan sejati seperti yang kami rasakan.

Kami sudah dan akan terus berkata dalam tindakan tentang tema “Potong di Kuku Rasa di Daging, Ale Rasa Beta Rasa”. Kini kami sangat bangga dan bahagia karena dua anak yang bernama Acang dan Obet setiap hari bermain bersama di pantai Natsepa dan nikmati ombak persaudaraan sejati.

Baca Juga  Catatan Akhir Tahun 2019 Maluku Crisis Center

Acang dan Obet sudah tertawa bersama sambil makan sagu, ikan bakar dan colo-colo di rumah gaba-gaba di Leihitu, Salahutu, Hatuhaha, Manipa, Bula, Siri Sori, Saparua, Aru, Leti, Moa, Lakor, Kei dan lainnya. Acang dan Obet sudah berjalan bergandengan tangan bersama pergi menonton Film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku dan Film Salawaku di Bioskop XXI Ambon City Center.

Acang selalu ingatkan Obet untuk hari Minggu harus ke Gereja untuk beribadah dan sebaliknya Obet selalu ingatkan Acang untuk hari Jumat harus pergi Sholat di Masjid, setiap hari Jumat Acang pukul beduk di Masjid Alfatah dan setiap hari Minggu Obet bunyikan lonceng di Gereja Maranatha, dan seterusnya. dan seterusnya.

Itulah indahnya hidup orang basudara di Maluku setelah 20 tahun berlalu. Kami sangat bahagia karena setiap hari terdengar bunyi tifa dengan nada dan tema perdamaian dan persaudaraan yang berkumandang dari ujung Kepulauan Aru sampai ujung Pulau Buru, mengisi sukma Acang dan Obet. Dua anak Maluku yang bersaudara itu dari generasi ke generasi. Itulah gelombang sejarah generasi damai Maluku.

Tekad kami cuma satu, Maluku harus bangkit dan setara dengan daerah-daerah lain, Maluku harus berjaya di atas harta kekayaannya sendiri, bahkan Maluku harus menjadi Mercusuar di Timur. Terima kasih Tuhan atas pelajaran berharga yang Engkau beri bagi kami Bangsa Maluku.

Penulis adalah intelektual muda Maluku dari Kepulauan Aru. Catatan ini diambil dari laman facebook-nya.