Idul Fitri dan Semangat Anti Korupsi

0
949

Oleh: Hariman A. Pattianakotta

Manusia pada hakikatnya baik. Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk mulia. Ia memberikan kepada manusia rasio dan nurani. Sayangnya, dosa merusak akhlak, itulah setidaknya yang disampaikan agama-agama samawi.

Manifestasi dosa terlihat dalam berbagai tindakan kejahatan. Satu di antaranya adalah korupsi dan suap menyuap. Di Indonesia, korupsi dan suap menyuap itu sedemikian menggurita.

Berbagai institusi tidak imun dari virus ini. Bahkan, institusi keagamaan dan pendidikan yang menjadi basis pembangunan akhlak turut terkontaminasi.

Korupsi dan suap menyuap tidak hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga menimpa banyak kepala daerah di berbagai wilayah. Di provinsi Jawa Barat, daerah dengan basis pemilih terbesar di Indonesia, korupsi dan suap menyuap terus merajalela.

Kepala-kepala daerahnya terus ditangkap KPK. Mulai dari Bupati Cianjur, Walikota Cimahi, Bupati Kabupaten Bandung, Bupati Bandung Barat, dan teranyar Walikota Bandung. Provinsi ini juara memberikan kepala daerah menjadi tahanan KPK.

Di daerah lain juga sama. Banyak kepala daerah yang ditangkap karena korupsi dan suap menyuap. Di Maluku, walikota Ambon sudah mengenakan rompi oranye.

Ada mantan bupati yang kini sedang menjalani proses hukum, dan ada pula yang sedang dibidik karena terindikasi kuat. Korupsi dan suap-menyuap benar-benar sudah menggurita.

Walaupun KPK sudah bekerja (dengan berbagai catatan plus dan minusnya). Korupsi dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa. Dan sebagaimana diketahui secara luas bahwa dampak korupsi dan suap menyuap begitu mengerikan bagi masyarakat yang terus hidup dalam kemiskinan.

Namun, elit-elit masyarakat ini seakan tidak eling. Korupsi dan suap-menyuap terus terjadi. Bahkan, masyarakat sendiri akhirnya menjadi permisif dengan korupsi dan praktik yang tidak terpuji itu.

Idul Fitri: Kembali ke Fitrah

Baca Juga  Cari Inovasi Milenial, Pertamina Gelar Kompetisi PFMuda Foundation

Selama sebulan penuh umat Islam sudah berpuasa. Puasa akrab juga dalam agama samawi lain, seperti Kristen dan agama Yahudi.

Puasa bukan hanya berpantang makan dan minum secara lahiriah, tetapi sebuah olah batin dan spiritual untuk mengelola hasrat dan nafsu.

Puncak dari puasa adalah sebuah perayaan akbar, yakni Idul Fitri. Di sini, umat Islam, dan tentu juga umat lain, diajak untuk kembali ke asal. Kembali ke fitrah, kembali kepada hakikat kemanusiaan yang baik dan mulia sebagaimana yang dirancang oleh Allah kehidupan.

Jadi, dalam momentum yang suci ini, sesungguhnya semua umat manusia sedang diajak, bukan hanya untuk menyadari akhlak yang telah terkorupsi oleh dosa dan membuahkan multi rupa kejahatan seperti korupsi dan suap-menyuap, tetapi sekaligus untuk pulang ke asal dan menjadi manusia terpuji, tanpa korupsi dan suap-menyuap.

Untuk itu, kita perlu menghidupi semangat anti korupsi sebab kita sedang hidup dalam kondisi darurat korupsi dan suap-menyuap. Anti korupsi dan suap-menyuap adalah manifestasi dari militansi agama yang fundamental. Inilah jihad yang sesungguhnya.

Agama, bagaimanapun, adalah kekuatan untuk membangun kemanusiaan dan kehidupan. Untuk itu, agama-agama perlu berjihad melawan kekuatan-kekuatan yang merendahkan martabat kehidupan. Agama-agama perlu menghidupi semangat anti korupsi dan menjadi pilar utama mendorong dan mengawal pemerintahan yang bersih.

Karena itu, di hari yang Fitri ini, kita perlu memupuk dan membesarkan harapan agar agama-agama menjadi kekuatan kritis dalam membangun masyarakat sipil demi mengawasi jalannya pemerintahan yang bersih.

Untuk itu, agama-agama juga perlu kembali ke fitrah, yakni menjadi hati nurani bagi negara dan bangsa. Lalu, para pemimpinnya lebih baik berdiri “netral” di luar pemerintahan, supaya bisa tetap kritis dan bersuara keras terhadap kejahatan dan kezaliman seperti korupsi dan suap-menyuap.

Baca Juga  Enggan Berwacana, Menteri Edhy Ingin Tunjukkan LIN Melalui Kerja Nyata

Selamat merayakan Idul Fitri untuk saudara-saudaraku umat Muslim Indonesia. Teruslah menjadi kekuatan pemersatu dan perubahan bagi negara dan bangsa.

Penulis adalah Pendeta dan aktif di Komunitas Penulis Maluku