TABAOS.ID,- Kepala Kepolisian Daerah Maluku, Irjen Pol Drs. Lotharia Latif, SH.,M.Hum meminta Forkopimda di Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) untuk tidak beranggapan bahwa konflik antar kampung yang sering berkecamuk adalah hal biasa.
Kapolda mengatakan, setiap persoalan yang kerap terjadi di tengah masyarakat khususnya di Kabupaten Malteng diselesaikan secepatnya serta melakukan antisipasi agar berulang lagi.
“Agar konflik antar kampung yang tidak terjadi mestinya Pemerintah Kabupaten Malteng melakukan penelusuran terhadap akar masalah yang terjadi, dan diselesaikan, salah satunya dengan penyelesaian melalui hukum positif, salah satunya adalah hukum adat,“ tegas orang nomor satu di lingkup Polda Maluku.
Ketegasan yang disampaikan ini saat dilaksanakan pertemuan dengan Forkopimda Malteng yang dan dihadiri Bupati, Dandim, Kajari, Kapolres dan Sekda, sabtu (5/2/2022).
Mantan Kapolda Nusa Tenggara Timur itu juga menyampaikan, bahwa di Maluku terdapat 52 titik yang berpotensi rawan konflik, dan 9 diantaranya berada di wilayah Maluku Tengah.
“Dalam catatan dan pemetaan daerah konflik di Maluku ada ada 52 titik, dan, 9 diantaranya di Maluku Tengah, dan akar permasalahannya mirip seperti yang kini terjadi di Negeri Pelauw dan Negeri Kariu”, Ucapnya.
Terhadap potensi konflik di 9 titik di Kabupaten Malteng, Kapolda meminta Bupati agar dapat mengambil langkah-langkah sesuai Undang-undang (UU) Nomor 7 untuk menyelesaikannya.
“Sebaiknya dilakukan langkah antisipasi, Jangan sampai muncul menjadi konflik terbuka baru ditangani, dan harusnya pencegahan dilakukan sedini mungkin,” harapnya.
Menurutnya, pendekatan keamanan yang dilakukan bakal pun tidak bisa sepenuhnya menciptakan situasi Kamtibmas di tengah masyarakat. Sehingga sangat diharapkan baik Pemerintah Kabupaten dan DPRD sebagai representasi masyarakat dapat mempedomani UU Nomor 7 tentang Penanganan Konflik sosial, karena TNI – Polri siap melakukan pengamanan.
Saat yang sama, Jenderal bintang 2 Polri di Maluku ini juga menekankan kepada semua pihak untuk tidak lagi menganggap bahwa konflik atau bentrok antar warga yang sering terjadi sebagai hal biasa.
“Jangan menganggap konflik yang sering terjadi di Maluku sebagai suatu hal yang biasa terjadi. Apabila terjadi konflik sosial maka bukan hanya tanggung jawab aparat keamanan TNI Polri, tetapi semua stakeholder memiliki peran dan tanggung jawab masing-masing sebagaimana termaktub di dalam UU Penanganan Konflik Sosial (PKS).
Untuk itu, Mantan Kakorpolairud Baharkam Polri ini juga meminta kepada Bupati, SKPD dan stakeholder lainnya agar dapat bersama-sama menyikapi persoalan tersebut secara serius.
“Kita masih punya tanggung jawab besar dalam pemulihan konflik Kariu ini, sehingga pemerintah daerah juga mesti memiliki inovasi terhadap potensi konflik yang kerap terjadi, karena sebagai aparat penegak hukum dan keamanan akan melakukan upaya pengamanan,” ujarnya.
Untuk Kapolda meminta adanya dukungan pemeritah daerah atau kabupaten yang lebih memahami karakteristik daerahnya, termasuk 9 titik rawan konflik di Malteng, dengan cara melakukan analisis terhadap akar persoalan sehingga terjadinya konflik seperti yang terjadi antar masyarakat Pelauw dan Kariu,” tegasnya.
(T-03)