Kendalikan Kewel: Rajin Membaca, Menulis, dan Meneliti – Mengapa?

0
1273

TABAOS ID,- Tulisan Ikhsan Tualeka yang berjudul ‘Dari Budaya Kewel, Menuju Budaya Baca’: http://tabaos.id/mengendalikan-budaya-kewel-menuju-budaya-baca/ di media ini telah dibaca ribuan kali, menghadirkan beragam komentar. Antara lain yang menarik dan cukup panjang ulasannya berasal dari Nitors Holms, berikut ini:

Argumen adalah komponen nyata dalam perubahan sosial dan politik. Untuk memiliki argumen yang kuat basisnya harus berasal dari kegemaran melakukan intellectual exercise, yakni melalui aktivitas membaca, menulis dan meneliti secara terstruktur dan terus-menerus.

Harus diakui, habitus kewel telah tertanam kuat (embedded) dalam struktur sosial masyarakat Maluku. Sebegitu, secara sosiologis, baik adanya, terutama untuk membangun sosialitas kita.

Tapi sekadar berkumpul atau bersosialisasi saja belumlah mencukupi atau masih merupakan insufficient reason (dalam kultur Jawa sosialitas dimaksud dibahasakan dalam ungkapan “mangan ora mangan kumpul”). Sebagai demikian, yang jauh lebih penting adalah “sosialitas yang berkualitas”.

Jadi tidak sekedar “sagu salempeng dipatah dua”, tapi bagaimana meng-exercise sagu salempeng tersebut sedemikian rupa atau untuk meminjam istiah Bung Ikhsan: “mengendalikan” habitus kewel tersebut secara kreatif sehingga arti kiasan “sagu salempeng” tersebut tidak hanya dibagi berdua, bertiga, berempat, dan seterusnya, tetapi juga dibagi dengan kualitas yang jauh lebih substantif, produktif, dan berkelanjutan.

Kuncinya tiada lain adalah menumbuhkan “kultur membaca”, dan jangan lupa juga: “kultur menulis”. Hal terakhir ini penting sebab argumen atau gagasan terbaik, menurut seorang ahli politik, adalah “argumen atau gagasan yang dituliskan”.

Melalui sesuatu tulisan, kita masing-masing dapat memeriksa dan mengoreksi secara terukur kualitas argumen atau gagasan seseorang, serta yang tak kalah penting, menguji keterandalan logika berpikirnya. Setidak-tidaknyanya, tulisan Bung Ikhsan kita harapkan dapat mendorong literasi publik sehingga semakin terlibat dalam diskursus dan dialektika intelektual yang tak berkesudahan di negeri seribu pulau ini.

Basisnya adalah rajin membaca, menulis, dan meneliti. Mengapa demikian? Sebab melalui aktivitas membaca, menulis, meneliti, kita akan terlibat “mengerjakan sebuah ide”, dan mulai mengurangi atau mengendalikan kewel atau tukel yang konotasinya hanya bermakna sekedar sebagai “aktivitas bermain-main dengan sebuah ide” demi memenuhi norma sosialitas kita semata.

Demikian tulis Nitors Holms. Sementara, menanggapi tanggapan yang disampaikan di grup Facebook tabaos.id (09/01) itu, Ikhsan Tualeka menjawab pendek di kolom komentar:

Terima kasih Bung Nitors Holms atas ulasan yang menarik dan menambah perspektif. Tulisan disambut dengan tulisan, memperkaya khasanah, mencerahkan, kontribusi positif bagi kemajuan peradaban, khususnya di Maluku.

Reporter: Hasrat Nurlette       
Editor: M. Hamdani

Baca Juga  Pentingnya Literasi Media untuk Milenial di Era 4.0