Ketika Negara Tak Hadir, Nestapa Menimpa Kapala Madang – Buru Selatan

0
1600

TABAOS.ID,- Saat alam tidak bersahabat, dan Negara pun tak kunjung hadir, manusia harus terus berusaha, apapun tantangan yang dihadapi. Pengambil kebijakan seolah tertidur dalam melihat perjuangan masyarakat menyaingi dahsyatnya alam, bahkan maut tidak lagi digubris.

Kondisi ini harus dirasakan atau dihadapi masyarakat di Kecamatan Kepala Madan, Kabupaten Buru Selatan (Bursel). Mereka pantas mengeluh terhadap kenyataan belum ada pemerataan pembangunan infrastruktur di negeri ini.

Pasalnya untuk melakukan perjalanan atau bepergian ke tempat tujuan demi pekerjaan dan pendidikan, mereka harus mempertaruhkan nyawa melewati sungai, melewati jalanan yang kadang berlumpur dan licin tanpa aspal.

Kendaraan harus menerabas aliran sungai yang deras dan berbahaya (foto: ist)

Sudah menjadi momok, sewaktu musim penghujan. Jalur darat adalah jalur terparah. Melintasi sungai, melewati becek adalah konsekuensi. Kerap kali mereka harus menarik kendaraan yang terperangkap di dalam lumpur. 

Bahkan untuk melewati sungai harus bermodalkan keberanian, berbekal seutas tali, hingga keselamatan dinomorduakan. Kondisi yang harus ditempuh agar dapat berangkat mencari makan dan ilmu di tempat tujuan.

Kasat mata mereka terlihat perkasa, namun sejatinya merupakan fakta kurang hadirnya negara. Salah satu tontonan yang cukup memprihatinkan terlihat dari postingan Tina Maryati di Group Facebook Berita Buru Selatan (BBS) pada tanggal 24 Mei Pukul 20.17 WIT.

Kendaraan harus antri lama untuk bisa melewati sungai dan jalan yang lincin dan berlumpur (foto:ist)

Maryati mengungkapkan tentang kondisi yang harus dirasakan masyarakat Kepala Madan. Yakni kondisi jenuh atas situasi kondisi jalan yang belum diaspal, tidak dilengkapi jembatan, sehingga kendaraan harus menerobos sungai yang deras.

Kadang harus menunggu berjam-jam, sampai kondisi sungai bisa dilewati. “Sampe kapan katong masyarakat Kapala Madan Batahang dengan jalan bagini tarus,” ungkap Maryati dengan dialek melayu Ambon yang kental.

Maryati juga mempertanyakan sampai kapan mereka harus merasakan ketimpangan pembangunan, dan sampai kapan mereka harus terus menunggu hingga pembangunan dapat mereka rasakan sama seperti di daerah lain yang lebih maju.

“Katong mau tunggu sampe kapan lai, sampe tahun berapa lai supaya jalan di Kapala Madan bisa aspal dan ada jembatan par menyebrang air,” tanya Maryati dengan dialek khasnya itu.

Dia menegaskan, masyarakat Kapala Madan butuh jalan aspal, masyarakat Kapala Madan butuh jembatan, butuh infrastruktur yang memadai, dan Negara mesti dapat mengerjakannya.

“Masyarakat Kepala Madan butuh jalan aspal, masyarakat Kepala Madan butuh jembatan dan infrastruktur penghubung,” tegas Maryati. 

Penulis: Edison Waas
Editor: M. Hamdani