Maluku Crisis Center Desak Polisi Bebaskan 5 Aktivis RMS

0
4018
Aktivis RMS yang kerap disiksa saat ditanggkap aparat kepolisian (foto;ist)

TABAOS.ID,- Bila sebelumnya dalam release yang disampaikan kepada media, Amnesty Internasional mendesak kepolisian daerah Maluku segera membebaskan aktivis RMS, hal senada disampaikan Ikhsan Tualeka dari Maluku Crisis Center (MCC).

Menurut Tualeka, ekspresi politik tanpa senjata dan kekerasan tak boleh ditangkap, dipenjarakan apa lagi hingga disiksa, seperti yang kerap dialami oleh aktivis RMS, adalah berlebihan dan dapat berujung pada pelanggaran HAM.

“Ini juga adalah praktik diskiriminasi hukum dan politik, sebab tindakan hukum kepada aktivis RMS berbeda dengan yang diberikan kepada aktivis GAM dari Aceh dan OPM dari Papua. Walau sama-sama sering mengibarkan bendera sebagai ekspresi politik, respon aparat keamanan berbeda, yang di Maluku langsung ditangkap, dipenjarakan, bahkan hingga ada penyiksaan.

Menurut Tualeka, cara-cara seperti ini sudah mesti dihentikan, 5 aktivis yang ditangkap baru-baru ini harus segera dibebaskan, aparat jangan paranoid dan mengambil tindakan yang berlebihan. Selama Maluku masih miskin dan tertinggal seperti sekarang ini, gerakan memisahkan diri dari NKRI akan terus mengemuka, dan bahkan menemukan momentumnya.

“Pemerintah, jangan menjawab soal-soal seperti ini dengan represif, tapi dengan program pembangunan dan pengentasan kemiskinan yang nyata. Maluku selama ini bukan hanya tertinggal, tapi juga ditinggalkan oleh pemerintah pusat. Hanya kesejahteraan yang mampu secara efektif melawan dan membasmi separatiseme, bukan kekerasan, apa lagi dengan senjata,” ungkap Tualeka

Sebelumnya, peneliti dari Amnesty Internasional, Papang Hidayat mengatakan, memasang bendera untuk menunjukkan ekspresi politik bukan sebuah bentuk kejahatan.

Apalagi para aktivis tersebut melakukan aksinya dengan damai. Kelima orang yang mendukung kemerdekaan itu memiliki hak untuk menyatakan pandangan politik mereka.

“Polisi harus segera dan tanpa syarat membebaskan mereka dan menjamin kebebasan berekspresi bagi orang-orang yang ada di Maluku,” kata Papang.

Baca Juga  Kisah Diro Sutomo Eks Tapol PKI Yang Dibuang ke Pulau Buru, Maluku

Amnesty International menganggap lima aktivis politik Maluku tersebut sebagai para tahanan hati nurani atau prisoners of conscience yang dipenjarakan semata-mata karena mengekspresikan pandangan politik mereka dengan jalan damai. Kata dia, mereka harus segera dibebaskan tanpa syarat.

Menurut dia, selama kelima orang itu masih ditahan, kepolisian di Maluku harus menjamin tidak ada praktik penyiksaan atau perlakuan buruk lainnya terhadap mereka.

Polisi juga harus menjamin mereka mendapatkan akses terhadap pengacara yang dipilih mereka untuk mendapatkan bantuan hukum.

“Setiap warga negara itu berhak untuk mendapatkan pendampingan pengacara saat menjalani proses hukum,” tutur Papang.

Pada Desember 2018, seorang tahanan nurani dari Maluku yang menjalani hukuman 15 tahun karena tuduhan makar, Johan Teterissa, dibebaskan setelah menjalani hukuman lebih dari 11 tahun penjara.

Aktivis RMS lainnya dibebaskan setelah menjalani keseluruhan hukuman penjara yang dijatuhkan terhadap mereka secara tidak adil atau meninggal di dalam penjara.

“Amnesty International tidak mengambil posisi apapun akan status politik dari provinsi apa pun di Indonesia, termasuk seruan untuk kemerdekaan,” ungkapnya.

Dijerat Pidana Makar

Diberitakan sebelumnya, Kepolisian Sektor (Polsek) Pulau Haruku bersama personel BKO TNI SATGAS 136 TS/Rider melalukan penggeledahan di rumah milik Bet Siahaya di Desa Hulaliu, Kecamatan Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, Sabtu (29/6) pukul 10.15 WIT.

Mereka mengamankan lima orang yang diduga sebagai aktivis Front Kedaulatan Maluku-Republik Maluku Selatan (FKM-RMS). Sebuah bendera RMS yang dibentangkan di dinding ruang tamu dan beberapa dokumen lainnya yang berhubungan dengan RMS juga disita.

Berselang 15 menit kemudian, empat personel Polsek Pulau Haruku yang melakukan patroli di seputaran Desa Hulaliu, menemukan sebuah bendera RMS dikibarkan di atas pohon ketapang.

Baca Juga  Jatah THR Idul Fitri 2021 di DLHP Kota Ambon Raib

Kepala Bagian Humas Polres Ambon dan Pulau-Pulau Lease Ipda Julkisno Kaisupy yang dikonfirmasi mengungkapkan, lima anggota RMS itu telah ditetapkan sebagai tersangka.

Mereka ditahan dengan pasal 106 dan pasal 110 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang perbuatan makar dengan ancaman hukuman seumur hidup atau 20 tahun penjara.

“Iya, saat ini masih di tahanan Polres. Kasus ini Polres yang tangani,” kata Julkisno.

Julkisno memastikan, para tersangka didampingi pengacara saat pemeriksaan. “Saat pemeriksaan didampingi pengacara yang ditunjuk penyidik,” katanya. (kumparan.com/tabaos.id)