Oleh : Fadhly Achmad Tuhulele
Desentaralisasi asimetris, mungkin sebuah solusi atas sekian penuntutan hak rakyat Maluku yang selama ini disuarakan. Desentralisasi asimetris bukanlah wacana baru, 4 tahun kami menyuarakan ini.
Namun semua akan sia sia jika perjuangan ini hanya satu pihak. Terutama tanpa dukungan Pemerintah Daerah (Pemda) yang mana terdapat dua element penting, yaitu eksekutif dan legislatif.
Semakin kompleks problem pemerintah daerah dalam mengelolah SDA, menjadi faktor sempitnya ruang gerak pemerintah daerah yang selalu dibatasi oleh regulasi. Baik yang bersifat umum maupun khusus.
Solusi dari semua persoalan yang cukup lama tidak terselesaikan, adalah bagaimana Maluku yang merupakan daerah bekarakteristik khusus, bisa mendapatkan perlakuan khusus juga, namun bukan Otsus.
Maluku harus mampu mengirim signal khusus terhadap pemerintah, bahwa sadar atau tidak sadar, tarik ulur kepentingan pusat dan daerah yang mana terkesan didominasi oleh pemerintah pusat, sangatlah mengancam keutuhan bangsa.
Untuk itu dari sekian persoalan hari ini, Maluku membutuhkan perlakuan khusus, bisa melalui desenetralisasi asimetris.
Startegis Laut Maluku
Posisi Maluku dengan 93 persen wilayah laut, boleh dibilang sangatlah strategis, dimana terletak pada Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI III) dan berada di antara dua kekuatan besar, liberalisme dan komunis.
Harusnya negara melalui pemerintah pusat melihat ini, sebagai sebuah ancaman yang sewaktu waktu bisa mengancam kedaulatan negara, yang mana merupakan akumulasi rasa ketidakpuasan daerah disaat kepentingan daerah selalu di abaikan.
Terkait Maluku bisa kita lihat bagaimana perjuangan daerah yang selalu terabaikan, misalnya; provinsi kepulauan.
Tunjangan Kemahalan yang Tidak Direspon Pemerintah Pusat
Konsep penghitungan DAU dalam APBN yang tidak mengakomodir luas lautan sebagai indikator hitungan. Dan masih banyak lagi janji-janji pemerintah yang tak satupun terealisasi dan dapat dirasakan mannfaatnya bagi masyarakat. Sudah waktunya Maluku menuntut apa yang sepantasnya didapatkan maluku.
Daerah Maluku sebagai daerah yang berkarakteristik aquatik, yang hasil SDA lautnya mampu menjadi penyumbang terbesar bagi pendapatan negara, sudah seharusnya menjadi perhatian pemerintah pusat. Sebab kemiskinan, dan keterpurukan Maluku hari ini, akibat dari ketidakadilan negara terhadap maluku, dan ini merupakan ancaman bagi keutuhan bangsa.
DAU APBN Penuh Intrik
Konsep perhitungan DAU dalam APBN, Maluku sangat dizhlaimi, bagaimana tidak, luas laut Maluku yang 93% dan merupakan penyumbang pendapatan terbesar bagi negara, namun dalam perhitungan hanya menggunakan dua indikator, yaitu luas daratan sama jumlah penduduk, ini sebuah intrik untuk memberikan kenyaman dan kesejahteraan pada daerah-daerah di pulau jawa, yang mana Luas daratan sangatlah besar begitu juga populasi jumlah penduduknya.
Dengan pola yang ada, sudah jelas Maluku hanya akan mendapatkan porsi terkecil, sebab populasi jumlah penduduk maluku yang kecil, dan luas daratan Maluku yang kurang lebih hanya 7 persen dari luas wilayah Maluku.
Hanya untuk keadilan, Maluku janganlah dimanfaatkan untuk mensejahterakan daerah lain misalnya daerah-daerah di pulau jawa. Saatnya bersuara, satukan persepsi serta langkah rakyat Maluku, dalam memperjuangkan hak-hak yang terabaikan. Menuntut perlakuan khusus, melalui Desentralisasi asimetris, adalah sesuatu yang wajar.
Kewenangan Asimetris
Secara konseptual, desentralisasi asimetris merupakan sesuatu yang layak diperjuangkan bersama untuk kepentingan daerah serta seluruh rakyat Maluku.
Sebab harus dipahami bersama, inti dari desentralisasi asimetris adalah,terbukanya ruang gerak, dimana daerah bebas berkreativitas dalam mengelolah SDA yang ada. Diluar dan tidak terikat pada ketentuan-ketentuan yang bersifat umum maupun khusus pemerintah pusat.
Jika pemerintah pusat pahami, sebenarnya fondasi asimetris adalah bentuk penguatan keutuhan bangsa melalui demokrasi yang berkeadilan sosial. Maluku hari ini masih harus belajar banyak dari Papua maupun Aceh, terkait kolektifitas perjuangan atas hak hak mereka atas nama keadilan.
Papua mampu meminta porsi yang sepadan atas hasil pengelolaan SDA untuk daerah, begitupun dengan aceh,dalam revisi UU NO.11 tahun 2006, tentang pemerintahan Aceh. Disitu aceh menuntut 100% pengelolaan SDA khususnya minyak lepas pantai (zona ekonomi exclusife/ZEE).
Kenapa Maluku tidak seperti Aceh dan Papua ? Jawabannya ada pada pemerintah daerah dan rakyat Maluku sendiri. Dari sekian persoalan yang terjadi, Maluku butuh perubahan yang mendasar, terutama mindset atau pola berpikir orang maluku. Apakah layak, Maluku yang kaya namun tetap miskin dan terpuruk?
Untuk itu perjuangan hari ini dan kedepan harus dilakukan secara bersama, harus benar-benar didukung serta ditunjang oleh moral yang baik serta komitmen para Power Holder di daerah ini.
“Butuh Konsolidasi Besar, Untuk Sebuah Kekuatan Yang Besar, Guna Mewujudkan Harapan Besar. Maluku Sejahtera, Bermartabat dan Berdaulat.”
Harapan dan Makar
Semua tahu, kita baru saja melewati perhelatan politik yang mana rakyat Maluku telah menetukan pilihan politik sehingga mampu menghadirkan para wakil rakyat mulai dari tingkat kabupaten atau kota hingga delegasi Maluku di pusat.
Semua ini diharapkan mampu bersinergi dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat yang terabaikan selama ini. Namun ada rasa pesimis yang terlihat disaat para wakil rakyat yang kemungkinan besar terpilih adalah wajah wajah lemah di hadapan pemerintah pusat dan sok garang saat berkampanye untuk meyakinkan rakyat.
Harapan itu terasa akan sirna jika melihat rekam jejak delegasi maluku di senayan, pernah kita semua sadari di mana komitmen negara, untuk menjadikan Maluku sebagai poros maritim Indonesia, Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional, Provinsi Kepulauan, Hak Hak Masyarakat Adat.
Sejauh mana dan semampu apakah komitmen delegasi Maluku dalam bertahan dalam perjuangan itu semua. Harus realistis, belum ada satupun yang diwujudkan. Haruskah kita gelorakan semangat people power?
Untuk keadilan Maluku yang selama ini benar-benar tertindas dengan segala regulasi serta kebijakan negara. Namun rasanya hari ini kita harus tutup rapat rapat semangat people power kita, sebab konstalasi politik membuat people power menjadi sesuatu yang berbahaya, bisa dikatakan people power adalah sesuatu yang halal namun di haramkan.
Jika untuk menuntut semua itu, people power harus ada dimaluku, maka maluku akan berada pada sebuah situasi yang sangat sulit dimana maluku di antara perjuangkan hak dan tuduhan makar, atau separatis yang selama ini selalu dialamatkan pada Maluku.
Apakah menyurakan sebuah kebenaran, dalam menuntut keadilan adalah sebuah tindakan makar? Semua fakta hari ini membuat kita harus kembali, melihat perjuangan Maluku kedepan, yang selalu bersandar pada peradaban budaya kita, toleransi, menghargai identitas yang semua itu merupakan budaya orang Maluku.
Kita harus mem-protect setiap propaganda yang sedang dimainkan terutama persoalan identitas, yang merupakan sesuatu yang sangat sensitive terutama bagi rakyat Maluku.
Politik identitas dapat mengahancurkan kita, untuk itu rakyat Maluku haruslah bisa memprotect diri dan tidak terkontaminasi dengan apa yang terjadi saat ini, akibat dari satu hal yang bernama Kekuasaan
Fokus untuk perjuangan Maluku adalah pilihan tepat bagi kita, jika nantinya people power untuk keadilan Maluku harus ada maka satukan langkah dan persepsi, kuatkan komitmen kita, untuk kemajuan daerah, serta kesejahteraan rakyat Maluku.
Penulis adalah Koordinator Paparisa Perjuangan Maluku – PPM_95Djakarta