TABAOS.ID,- Lantaran mengganggu jalannya persidangan, Majelis Hakim yang memeriksa perkara dugaan pelanggaran UU IT oleh Risman Solissa menegur jaksa penuntut umum karena peralatan microphone pada sidang virtual tersebut kadang terganggu dan dianggap mengganggu jalannya persidangan.
Sidang dengan menghadirkan dua saksi pelapor maupun pengadu, keduanya dilontarkan sejumlah pertanyaan oleh hakim maupun kuasa hukum terdakwa sayangnya peralatan microphone. Alhasil Hakim meminta untuk kedepan pihak Jaksa dapat menghadirkan saksi di ruang persidangan sehingga keterangan yang diberikan dapat dinilai dengan baik.
“Saudara jaksa lain kali itu tolong hadirkan para saksi untuk bertatap muka secara langsung di ruang persidangan saja, karena kita agak kesulitan mendengar keterangan mereka saat terjadi gangguan jaringan maupun suara,” tegas hakim ketua Lucky Rambot Kalalo.
Pantauan tabaos.id diruang persidangan, beberapa kali pertanyaan yang dilayangkan oleh kuasa hukum terdakwa tidak dijawab secara maksimal oleh para saksi. Bahkan saksi yang dihadirkan, diduga tidak memiliki kompetensi sebagai polisi atau, tim Unit Cyber Crime pada Satuan Reskrim Polresta Ambon.
Atas tidak ada keahlian, mendapat respon keras majelis hakim yang mempertanyakan statusnya sebagai polisi patroli media sosial. Tidak hanya itu, Ismael Wael, yang adalah salah satu hakim anggota saat melontarkan pertanyaan kepada Celvin Poly Latupeirissa juga mempertanyakan sertifikat keahliannya sebagai Polisi Patroli Media Sosial.
“Apakah saudara pernah sertifikat uji kompetensi Cyber Crime? apakah saudara pernah ikut pelatihan diklat untuk meningkatkan kualitas sebagai polisi patroli media sosial,” tanya hakim.
Menjawab pertanyaan hakim, saksi mengaku tidak mempunyai sertifikat maupun mengikuti pelatihan cyber crime dan hanya ditugaskan untuk menduduki posisi tersebut.
“Tidak pak hakim. Saya tidak pernah mengikuti diklat dan memiliki sertifikasi cyber crime. Saya hanya lulusan SMA jurusan IPS pak Hakim,” lanjutnya saat menjawab pertanyaan hakim terkait lulusan sekolah.
Ditanya soal aturan Kapolri yang harus dijalankan oleh polisi patroli, saksi kepada Hakim mengaku tidak menjalankan instruksi tersebut.
“Saudara juga tidak pernah tahu IT dan tidak pernah ikut diklat Cyber Crime. Tidak ada pendidikan, yang pasti bagaimana mau menjalankan perintah atasan saudara, yakni surat edaran Kapolri tentang penerapan undang-undang informasi dan transaksi elektronik tentang kesadaran budaya beretika untuk mewujudkan ruang digital indonesia yang bersih, sehat, dan produktif,” ungkap Hakim.
Terkait surat edaran tersebut, menurut majelis hakim penyidik polisi cenderung mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara.
Menurut Hakim, berdasarkan edaran Kapolri didalamnya juga meminta penyidik memprioritaskan langkah damai dalam menyelesaikan kasus yang berkaitan dengan laporan dugaan pelanggaran.
“Saudara saksi jangan main lapor, sama seperti yang dilakukan pihak Satpol PP Kota Ambon, mestinya Pol PP laporkan ke Walikota secara tertulis jangan secara lisan. Saya tegaskan jalankan aturan itu, surat edaran dari Kapolri. Saudara hanya tangkap tanpa dialog. Ini seruan mahasiswa loh,” papar Hakim kepada saksi pengadu.
Atas kesaksian para saksi pelapor dan pengadu yang diusulkan Jaksa Penuntut Umum, Majelis Hakim akan melanjutkan sidang lanjutan pada pekan depan, senin 30 agustus 2021 dengan agenda pemeriksaan saksi fakta dan saksi ahli bahasa.
Alhasil Hakim meminta untuk kedepan pihak Jaksa dapat menghadirkan saksi di ruang persidangan sehingga keterangan yang diberikan dapat dinilai dengan baik.
(T-03)