TABAOS.ID,- Direktur Maluku Crisis Center (MCC) dan juga pengamat politik IndiGo Network Ikhsan Tualeka mengkritisi kebijakan pemerintah yang masih memberi izin masuk Tenaga Kerja Asing (TKA) dari China di tengah situasi Covid-19.
Kritik MCC ini juga menyusul seorang TKA Cina yang ditemukan positif Covid-19 masuk ke Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur, Maluku. TKA yang bernama Cao Changqin tersebut tiba di Kota Bula pada Minggu, 4 Juli 2021. Padahal status Kota Bula dan Kabupaten Seram Bagian Timur saat ini merupakan zona hijau.
Kepada media, lewat aplikasi WhatsApp, Rabu (14/7)), Ikhsan mengatakan, hal ini dapat terjadi karena kebijakan yang masih memberikan ruang bagi masuknya TKA China. Menunjukan bahwa pemerintah Indonesia nampak mudah didikte dan tak bisa berbuat banyak jika berhadapan dengan investor dari China.
“Pemerintah Indonesia kerap terlihat kurang berdaulat dan tak punya pilihan jika sedang memenuhi tuntutan para investor China,” kata Ikhsan.
Selain ada kasus TKA China di Bula, Seram Timur yang mencuat itu, yang mencengangkan sebenarnya adalah data dari Kantor Imigrasi Kelas I TPI Ternate mendata ada 2.811 warga negara asing (WNA) yang mengusulkan untuk tinggal di Maluku Utara (Malut). Jumlah itu tercatat mulai Januari hingga Juli 2021.
“Dari data Imigrasi itu, disebutkan total keseluruhan terdiri dari 2.707 pria dan 104 wanita. Didominasi dari Cina yang berjumlah 2.729 orang, WNA tersebut berasal dari berbagai negara”, jelas Ikhsan mengutip data Imigrasi Kelas l TPI Ternate.
Ikhsan mengatakan, kedatangan TKA ini justru ironis dan kurang tepat saat warga negara Indonesia (WNI) termasuk di Maluku Raya (Maluku dan Maluku Utara.red) banyak yang membutuhkan pekerjaan.
“Saat ini WNI sendiri banyak yang terdampak Covid-19, terutama secara ekonomi lantaran sebagian perusahaan dalam negeri terpaksa merumahkan para pekerjanya,” tambah Ikhsan.
Menurut Ikhsan, saat seperti ini seharusnya penanaman modal asing dapat bermanfaat untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi WNI dan tenaga kerja lokal, bukan sebaliknya untuk TKA.
“Jika investasi asing justru mempekerjakan TKA, berarti investasi itu tidak memiliki added value atau nilai tambah,” jelas Ikhsan.
Ikhsan juga mendesak agar pemerintah Provinsi Maluku dan Maluku Utara mengikuti jejak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tenggara (Sultra) dan masyarakat yang sejak tahun lalu getol menolak masuknya TKA China ke daerahnya di masa pandemi Covid-19.
Ia mengatakan, kedatangan TKA, terutama dari China akan menimbulkan perasaan khawatir dan takut bagi masyarakat karena mereka, selain dinilai potensial membawa virus ke Indonesia, juga mengambil peluang kerja dari tenaga kerja lokal.
Ikhsan mendesak otoritas terkait, baik di pusat maupun daerah dapat mendengar aspirasi warga terkait penolakan TKA tersebut.
“Pemerintah pusat dan juga pemerintah daerah harus bisa mendengar aspirasi penolakan, semua itu murni sebagai bagian penting dalam penanggulangan Covid-19, juga untuk memastikan peluang kerja bagi kelompok usia produktif di daerah yang semakin meningkat seiring masuknya Indonesia di fase bonus demografi” urai Ikhsan.
Penolakan TKA ini juga didukung adanya grafik persebaran Covid-19 yang masih menunjukkan pertambahan, baik jumlah pasien positif maupun yang meninggal akibat virus tersebut. bahkan Kota Ambon misalnya, saat ini sedang berlaku PPKM.
(TCJ)