TABAOS.ID,- Seperti diberitakan media, dan disampaikan oleh sejumlah aktivis yang menghubungi tabaos.id, malam (02/09), bahwa ada penculikan terhadap salah satu aktivis. Peristiwa tersebut mendapat tanggapan keras dari Maluku Crisis Center (MCC).
Direktur MCC, Ikhsan Tualeka dihubungi jurnalis media ini (03/09) mengatakan, jika benar dugaan itu, atau penculikan itu benar-benar terjadi, tidak saja merupakan kemuduran dalam demokrasi dan pemajuan HAM, tapi juga mencerderai amanat reformasi, mengancam kebebasan sipil.
“Saya kira, bila telah sampai pada level penculikan dengan acaman atau bahkan dengan kekerasan, terhadap aktivis, tentu sangat tidak dibenarkan. Ini fatal, bukan saja adalah pelangggaran hukum tapi mengancam demokrasi, HAM dan kebebasan sipil”, tegas Tualeka.
Menurutnya, pihak penculik harus segera mengembalikan aktivis tersebut, pihak berwajib juga mesti segara bekerja menemukan korban penculikan dan mengungkap motif dibaliknya. Bisa jadi ada kaitannya dengan situasi dan dinamika politik lokal.
“Saya tidak mau berspekulasi, tapi kan aktivis yang diduga telah diculik itu bersama rekan-rekannya baru selesai melakukan unjuk rasa di hari itu, akan sangat mungkin publik mengkaitkannya, karena itu tentu perlu diungkap lebih lanjut,” desak Tualeka.
Menurutnya, rata-rata kasus penculikan atau pengambilan paksa aktivis selalu ada kaitannya dengan kepentingan dan situasi politik. Apapun alasannya ini tidak dapat dibenarkan. Kasus ini dapat menjadi preseden buruk jika tidak ditangani secara serius.
“Sekali lagi, saya secara pribadi dan kelembagaan, mendesak Kepolisian Daerah Maluku, untuk mengusut dan mengungkap kasus ini. Korban harus segera ditemukan dan dibebaskan, para pelaku segara diproses dan diungkap motifnya”, harapnya.
Seperti diberitakan sebelumnya oleh ameksOnline. Seorang mahasiswa diculik 4 OTK menggunakan parang pada 2 September 2020. Aktivis yang diculik adalah Muhammad Syahrul Wadjo.
Ia diculik di lingkungan Kampus Universitas Pattimura, sekira pukul 22.20, Rabu (2/9) malam. Kader HMI ini diduga dijemput paksa oleh empat orang dengan menggunakan mobil.
Informasi yang berhasil dihimpun ameksOnline, saat itu Syahrul baru saja meninggalkan rekan-rekannya dari Komisariat HMI Fakultas Hukum (Fakum) Unpatti. Mereka Rabu (2/9) siang baru melaksanakan demo di Kantor Gubernur. Demo itu berakhir ricuh. Namun tak ada massa aksi yang ditahan.
Malamnya mereka berkumpul lagi di komisariat HMI Fakum. Dari Fakum dia menyusuri jalan menjuí Fakultas Ekonomi. Di tengah jalan masih dalam lingkungan kampus, dia dihadang oleh sebuah mobil. Keluar empat orang lelaki menggunakan masker, berbadan besar.
“Mereka juga memegang parang,” kata rekan Syahrul, Fadhel Rumakat. Sayangnya, Fadhel dan sejumlah rekannya tidak bisa melihat para pelaku, karena lampu mobil diarahkan ke mereka. “Jadi kami tidak bisa melihat mereka,” tambah Fadhel.
Fadhel mengaku, hanya mendengar Syahrul teriak minta tolong. “Beta minta ampun, jang potong beta,” kata Fadhel menirukan teriakan korban. Korban lantas dibawa menggunakan mobil itu. Mereka melaju keluar kampus.
Fadhel dan sejumlah rekannya akan melapor kasus ini ke Polresta Ambon atau Polsek Teluk Ambon. “Malam ini kami akan lapor. Karena keberadaan rekan kami sampai saat ini belum diketahui,” pungkas Fadhel.
Aksi penculikan ini disesalkan sejumlah aktivis. Mereka mengutuk keras apa yang dilakukan. Bagi mereka ini bentuk intimidasi premanisme. Karena itu, polisi diminta mengusut kasusnya hingga tuntas. Motif kasus harus diungkap.(AHA/ameksOnline/T03/tabaos.id).