Megatrend Maluku 2045

0
1292

Oleh: Ahmad Mony

Dalam perencanaan pembangunan nasional tahun 2045 merupakan puncak dari rangkaian rezim pembangunan nasional yang ditandai dengan tonggak 100 tahun Indonesia Merdeka. Tema besar dari tonggak sejarah ini diberi nama Indonesia Emas.

Tulisan ini berupaya untuk membuat refleksi atas pembangunan Maluku menuju satu abad kelahiran Indonesia serta kemampuan adaptasinya menjadi bagian dari visi Indonesia Emas 2045. Apakah bisa mewujud Maluku Emas 2045?

Itu artinya, lintasan waktu dalam jejak pembangunan Maluku serta kecenderungan aktual yang menyertainya akan menjadi bagian dari prediksi terhadap Maluku pada 2045.

Simpton atau gejala sosial, budaya, ekonomi dan politik dalam beragam ranah kehidupan biasanya akan berkumpul dalam suatu kecenderungan utama yang kemudian dirujuk sebagai megatrend.

Istilah megatrend sengaja saya pinjam dari seorang futuris terkenal John Naisbitt dalam bukunya Megatrends Asia: The Eight Asian Megatrends that are Changing the World (1995) ketika meramal bahwa Asia akan menjadi masa depan ekonomi dunia di abad 21 dan akan menyalip AS dan Eropa dalam pertumbuhan ekonomi.

Ramalan itu menemukan kenyataan dibawah geliat raksasa asia, yakni China. Karya futuris ini kemudian dilanjutkan dengan ramalan lain dalam serial buku Megatrend 2000 serta Megatrend 2010.

Terdapat Sepuluh kecenderungan besar yang menjadi landasan prediksi kebangkitan asia dalam kecenderungan global oleh Naisbitt, yakni: kepemimpinan wanita, kejayaan individu, kebangkitan di bidang seni, gaya hidup internasional dan nasionalisme kebudayaan, abad bioteknologi, perekonomian dunia yang mengalami booming, munculnya pasar bebas sosialis, swastanisasi negara kesejahteraan, bangkitnya kawasan lingkar pasifik, dan kebangkitan agama.

Sebagai futurolog, Naisbitt bukan seorang nabi yang mendapat wahyu dari langit ketika membuat prediksi-prediksi dimaksud. Ia muncul sebagai seorang futurolog kelas global karena kekuatan bacaan yang kuat atas data melalui lalu lintas informasi global yang tersedia pada beragam media teknologi digital.

Konstruksi lalu lintas informasi dengan metode yang presisi atas data, kecenderungan di masyarakat, dan sejarah perkembangan ilmu dan pengetahuan melahirkan prediksi atau ramalan yang tepat.

Fakta ini inline dengan prediksi tentang kekuatan teknologi informasi sebagai alat penguasaan dan penundukan global yang sebelumnya telah diramalkan oleh futuris terkenal lainnya, Alvin Toffler tentang Teori Gelombang Ketiga. Dalam buku “The Third Way”z.

Baca Juga  Harga Beras Antarpulau Di Ambon Normal

Toffler menjelaskan tentang tiga gelombang peradaban manusia, yakni gelombang agraris, gelombang industri dan gelombang informasi. Kini kita telah berada pada lompatan mendalam dari gelombang ketiga (informasi) yakni teknologi dan informasi digital.

Maluku Dalam Gelombang Peradaban

Melihat Maluku hari ini sebagai bagian dari arus utama gelombang-gelombang perubahan sebagaimana telah diramalkan oleh para futuris diatas, agar kita dapat mengenal posisi pijak dan berusaha menarik ulang seting sejarah untuk membangun kembali Maluku yang kuat, demokratis dan sejahtera.

Gelombang pertama Maluku ditandai sebagai suatu kawasan kaya rempah yang menjadi incaran para pedagang luar dari eropa, arab, tiongkok, India, Jawa, Bugis, dan Melayu. Laut hanya menjadi jembatan penghubung komoditas perdagangan berbasis agrarian (cengkeh dan pala).

Pasar bebas perdagangan rempah di nusantara kemudian dihancurkan oleh praktek monopoli rempah melalui kekuatan senjata (kolonialisme).

Gelombang kedua ditandai dengan kebangkitan intelektual pasca kolonial yang melahirkan kalangan terpelajar seperti AM. Sangadji, J. Leimena, J. Latuharhari, GA. Siwabessy, AY. Patti dan lainnya.

Gelombang kedua menjadi tonggak keterlibatan intelektual Maluku dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia, dan bertahan sampai dua era politik nasional, orde baru dan orde lama. Gelombang ketiga ditandai dengan senja kala kemunduran Maluku dari panggung nasional pasca orde baru.

Di mana titik kemundurannya adalah kebijakan monopoli perdagangan cengkeh melalui kebijakan tata niaga cengkeh (TNC) oleh Badan Penyanggah dan Penyalur Cengkeh (BPPC) yang menghancurkan harga cengkeh juga ekonomi lokal sampai ke pelosok pedesaan dan pulau kecil.

Pelajaran dari itu semua bahwa tidak ada sesuatu yang statis dan linier dalam lalu lintas perkembangan jaman. Kekuatan inovasi dan kreasi adalah instrumen penting perubahan yang wajib dimiliki para pengambil keputusan daerah dalam membaca perubahan dan kecenderungan jaman.

Masa Depan Maluku: Ekonomi Kelautan dan Maritim

Wilayah Pengelolaan Perikanan I (WPP I) meliputi Perairan Selat Malaka atau WPP III, meliputi perairan Laut Jawa. Potensi Perikanan di WPP 718 yang bukan rahasia umum kalau Maluku memiliki kekayaan sumberdaya kelautan tropis.

Baca Juga  Jangan Pesimis Atas Masa Depan Maluku

Baik itu sumberdaya hayati (perikanan) maupun non hayati (migas, minerba, jasa kelautan, dan ekowisata bahari). Dari sektor perikanan di Indonesia, hanya perairan Maluku yang masih prospek mendorong usaha perikanan tangkap mana beberapa perairan lain di Indonesia sudah mengalami kelebihan tangkap (overfishing).

Potensi Maluku Meliputi Laut Aru, Laut Arafuru dan Laut Timor bagian Timur dengan kemampuan potensi perikanan mencapai 2.637.565 ton. Potensi ini dalam dalam wilayah 12 mil laut kewenangan Pemprov. Maluku namun dibiarkan tanpa rencana pengelolaan untuk kepentingan daerah.

Dalam tiga dekade terakhir upaya pemanfaatan sumberdaya ikan di Laut Arafura semakin meningkat yang ditandai dengan meningkatnya jumlah perusahaan dan armada perikanan yang beroperasi di perairan Arafura. Sayangnya, armada penangkapan ikan di perairan Maluku masih didominasi oleh perusahaan berbendera asing dan pengusaha nasional.

Padahal potensi ekonomi kelautan dari sektor perikanan saja mampu mendukung pendapatan daerah serta menopang agenda-agenda pembangunan dan kesejahteraan di Maluku.

Laporan Kompas (2007) menyebutkan bahwa kebijakan Susinisasi era Menteri Susi Pudjiastuti dalam memerangi kejahatan bisnis perikanan (illegal, Unreported and Unregulated Fishing / IUU Fishing) mampu menyelamatkan uang negara puluhan triliunan dari praktik ekonomi perikanan ilegal di Indonesia. Sebagian besar praktek ilegal itu terjadi di perairan Maluku.

Masih menurut data Kompas, bahwa pada medio moratorium eks-kapal asing terdapat 156 kapal eks-asing yang mayoritas berasal dari Thailand terdaftar di Pelabuhan Perikanan Ambon. Kapal- kapal ini diketahui banyak menangkap ikan di sekitar Maluku dan Kepulauan Aru.

Hasil tangkapan mereka di Maluku dan Aru sebagian besar disetor ke Thai Union Group PCL, perusahaan pengalengan tuna terbesar dunia yang bermarkas di Thailand. Adapun pendapatan Thai Union Group PCL dari penangkapan tuna mencapai 3,44 miliar dollar AS pada 2014. Bandingkan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Maluku sebagai tempat asal tuna yang hanya Rp 11,6 miliar atau setara 860.000 dollar AS pada periode yang sama.

Baca Juga  Gitu Aja Kok Repot!

Ocean Leadership Menuju Megatrend Maluku 2045

Saatnya Maluku melihat masa depan dari sektor kelautan yang bertumpu pada bisnis perikanan dan maritim dengan pendekatan kepemimpinan berbasis budaya bahari yakni Ocean Leadership. 

Pendekatan ini menggambar visi besar pembangunan Maluku pada sektor kelautan yang didorong secara afirmasi oleh bisnis perikanan dan bisnis kemaritiman sebagai kelanjutan dari jejak perdagangan abad pertengahan yang menjadikan laut sebagai jembatan ekonomi antar negara dan antar komoditas.

Ocean Leadership tidak hanya dimaknai sempit sebagai sebuah struktur komando pembangunan ekonomi kelautan Maluku semata, namun lebih luas dari itu.

Yakni menyangkut perencanaan dan penyiapan semua infrastruktur, sarana/prasarana, kelembagaan, sumber daya manusia, dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi, sistem nilai dan budaya, serta kerangka sistem pengorganisasiannya pada berbagai tingkatan untuk bekerja bersama dalam membangun Maluku.

Istilah lain dari penjelasan ini adalah multi-level ocean governance, yakni tata Kelola kelautan secara kolaboratif melibatkan semua pihak pada berbagai level pengambilan keputusan.

Aksi afirmatifnya dalam praktek kebijakan publik adalah Provinsi Maluku minimal harus memiliki sebuah korporasi usaha berbentuk badan hukum (BUMD) yang difasilitasi dan diberi tugas oleh pemerintah provinsi untuk mengelola bisnis perikanan (tangkap dan budaya) maupun bisnis kemaritiman (jasa kelautan, kepelabuhanan, wisata Bahari, dan usaha pendukungnya).

Skemanya bisa penyertaan modal penuh dengan pendanaan dari daerah, atau melalui skema shareholders yang melibatkan pemodal asing, nasional, lokal maupun masyarakat.

Pendekatan-pendekatan ini diharapkan menjadi jalan bagi kemandirian ekonomi, ketahanan pangan, perluasan lapangan kerja untuk mengatasi pengangguran, pengentasan kemiskinan serta lompatan besar menuju capaian Megatrend Maluku Emas 2045. Saatnya bandul ekonomi Maluku diarahkan ke ekonomi kelautan yang didorong dengan pendekatan ocean leadership.

Penulis adalah sosiolog dan aktif di Komunitas Penulis Maluku (KOPI Maluku)