TABAOS.ID, – Pemicu sengketa tanah di sejumlah lokasi di Kota Ambon kerap kali karena ada bukti fisik Sertifikat Hak Milik (SHM) yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN), khusus di Kota Ambon.
Seringkali, bermodal SHM ini, terjadi proses gugat menggugat dan akhirnya ada saja sertifikat yang secara hukum harus dibatalkan begitu saja, tanpa ada sanksi kepada pihak BPN yang mengeluarkan sertifikat tanah.
Hal ini menjadi preseden buruk, sehingga ada indikasi atau diduga ada mafia tanah yang selama ini bermain untuk meraup keuntungan dari proses-proses yang kelihatannya formal namun tak sesuai dengan kaidah kepemilikan tanah.
Indikasi pergerakan mafia tanah -antara lain terkonfirmasi pada persoalan atas lahan yang berada di Kawasan Pandan Kasturi, Kelurahan Tantui, Negeri Hatiwe Kecil, Kecamatan Sirimau Kota Ambon, tepatnya di RT 003/06 .
Dalam kasus ini, lahan milik Elyssa Laimahariwa dijadikan sebagai lahan bisnis dengan menimbulkan sejumlah sertifikat bodong yang tumpah tindih dan timpal batas sehingga merugikan pemilik dan ahli warisnya.
Sesuai, surat pengesahan tahun 1976, dan surat penyerahan tahun 1977 oleh Gubernur Maluku kepada Elyysa Laimaheriwa luasnya adalah 1070 M2. Dalam praktiknya lahan seluas ini dikurangi menjadi 935 M2 dan direstui oleh pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN), atas dasar permohonan dari ahliwaris Santi Laimehariwa yang adalah pemilik.
Namun sebelum diterbitkan surat ukur tahun 2009, sudah terjadi pengukuran pada objek yang sama pada tahun 1994 tanggal 5 Agustus, walapun surat ukur tersebut akhirnya sudah ditarik dan tidak berlaku lagi, karena telah hadir surat ukur tahun 2009 dari pemilik lahan yang sebenarnya.
Diketahui, pada objek yang sama muncul lagi sertifikat no SHM 402 tahun 2016 dan yang kini sudah berpindah tangan ke pemilik berinisial US pemegang hak. Dimana baik Elyysa Laimaheriwa dan ahliwarisnya tidak pernah melakukan pelepasan dalam bentuk apapun.
Dari hasil penelusuran, muncul lagi bukti baru yakni bukti tanda terima setoran (STTS) Pajak Bumi dan Bangunan atas nama Elyysa Laimahariwa dengan no SPPT NOP 81 .71.020.016.004-0045.0 yang dikeluarkan oleh Badan pengelolah Pajak dan Restribusi Kota Ambon, tanggal 25 Maret 2021.
Miras Rosalia, Maranressy, SH kepada media ini menuturkan, sebagai lembaga negara untuk melakukan pencatatan atas tanah dan menimbulkan sertifikat pasti memiliki data berkaitan dengan produk sertifikat pada masing masing wilayah di Kota Ambon, termasuk dengan foto situasi yang secara digital telah didesain.
Namun yang terjadi masih saja ada sertifikat tumpah tindih, sebagaimana yang terjadi di lahan milik Elyysa Laimaheriwa ini. Untuk itu, wanita muda yang berprofesi sebagai pengacara ini meminta agar pihak BPN untuk lebih tranparan terkait tanah milik masyarakat, karena BPN selalu saja melakukan pengukuran, bahkan menerbitkan sertikat tumpah tindih.
“Seharusnya, BPN tidak menerbitkan sertifikat tumpah tindih, dan mengeluarkan surat ukur yang menimpal diatas tanah milik orang lain, karena telah terbukti dengan adanya dua sertifikat pada objek yang adalah milik Elyysa Laimehariwa,” ujarnya.
Untuk itu, dirinya minta agar BPN harus menjadi lembaga yang bisa memanimalisir persoalan tanah yang terjadi di masyarakat Kota Ambon.
(T-12)