
TABAOS.ID,- Mahasiswa asal Papua dan Papua Barat yang sedang mengikuti kuliah di Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, secara bertahap bakal meninggalkan Kota Ambon, kembali ke daerahnya masing-masing.
Kepulangan mereka telah berlangsung sejak Senin (9/9/2019) lalu. Pasca persekusi dan tindakan rasisme yang dialami para mahasiswa di Surabaya dan Malang yang berujung gelombang demonstrasi di sejumlah tempat di Papua, para mahasiswa ini masih mencoba untuk bertahan.
Namun kehadiran intel Polisi maupun TNI yang sering mendatangi asrama maupun kampus untuk menanyakan identitas mereka, menimbulkan rasa ketidaknyamanan dan kekhawatiran. Mereka merasa terintimidasi dan terancam, sehingga memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya.
Dari informasi yang berhasil dihimpun tabaos.id, sejak Rabu 11 September, sekitar 6 mahasiswa Papua menggunakan maskapai penerbangan Wings Air, telah bertolak dari Bandara Internasional Pattimura menuju Papua, disusul 2 mahasiswa lainnya Kamis (12/9).
Berdasarkan rilis yang diterima jurnalis tabaos.id rabu kemarin, Badan Pengurus Harian Himpunan Mahasiswa Papua (HMP) Andi Kossay telah menyebutkan bahwa sekitar 15 mahasiswa Unpatti asal Papua telah kembali ke Papua.
Andi Kosay menjelaskan, sebelumnya 2 mahasiswa Papua pada Senin 9 September 2019 juga telah memilih kembali ke Papua.
“Kami Mahasiswa Papua di Ambon juga sejak kejadian intimidasi, rasial di kota Surabaya dan Malang, kami ikut merasa terganggu termasuk dalam perkuliahan,”ungkapnya.
Andi mengaku bersama teman-temannya kerap didatangi orang tak dikenal yang diduga adalah intel TNI/Polri, sehingga mereka merasa diteror. Bukan hanya asrama, bahkan para mahasiswa Papua juga sering dibuntuti hingga ke lingkungan kampus.
“Kedatangan Intelijen TNI/POLRI di asrama, dan kampus pada saat kami beraktifitas membuat kami panik dan secara pisikologi terganggu. Mereka datang untuk mengambil data dan identitas mahasiswa Papua,”jelasnya.
Menyikapi teror itu, Andi Kosay mengaku pengurus HMP Provinsi Maluku dan Aliansi Mahasiswa Papua Komite Ambon, (AMP KK Ambon), pada 25 Agustus 2019 telah menggelar rapat dihadiri ratusan mahasiswa Papua di Kota Ambon.
Dari hasil rapat itu, ada kesempakatan untuk membuat himbauan dan pengumuman yang ditempelkan didepan Asrama mahasiswa, bahwa mereka tidak ingin menerima kedatangan siapapun.

Semenjak ditolak di Asrama, Andi Kosay menjelaskan, para Polisi di Ambon mulai bekerja sama lewat RT/RW dan Pihak Kampus untuk mengambil data diri mereka. Dia juga menyebutkan, pihak Pemerintah Kota Ambon tidak menghargai Pengurus HMP dan AMP, dengan mengajak para mahasiswa secara paksa melalui pihak kampus, untuk mengikuti kegiatan makan malam bersama Wali Kota Ambon, 1 September 2019 lalu.
Kejadian ini terulang, pada 10 September 2019, kembali digelar acara makan malam bertema ramah tamah bersama Kapolda Maluku.
“Itupun tanpa sepengetahuan Pengurus HMP dan AMP. Kemudian kawan-kawan kami sebagian terpecah dari organisasi, karena pemaksaan dari pihak Kampus untuk makan malam bersama Walikota dan Kapolda Maluku.”tukasnya.
Andi Kosay juga menegaskan, sebagian mahasiswa sampai saat ini masih berkomitmen dan menghormati kesepakatan yang telah di buat.
“ Menyikapi kondisi ini, kami Pengurus Himpunan Mahasiswa Papua ( HMP ) Provinsi Maluku merasa tidak aman. Kami akan pulang ke Papua, dan teman-teman kami sudah mulai pulang ke Papua dan Papua Barat. Situasi dapua juga belum kondusif sejak kehadiran 8 ribu prajurit TNI/Polri, sehingga orang tua kami juga telah meminta kami untuk pulang,”tukasnya.
Abisay : Mahasiswa Papua, Ambon Tempat Yang Sangat Aman
Sementara itu berbeda dengan pernyataan Badan Pengurus Harian Himpunan Mahasiswa Papua (HMP) Andi Kossay, perwakilan mahasiswa Papua dan Papua Barat lainnya di sejumlah perguruan tinggi di kota Ambon, khususnya di Universitas Pattimura, mengaku sangat aman dan nyaman selamat berada di Maluku.

Ketua Perhimpunan Mahasiswa Papua dan Papua Barat di Ambon, Erwin Abisay mengatakan, keamanan dan kenyamanan itu dirasakan sejak mereka berada di provinsi Maluku, khususnya kota Ambon.
“Kami disini (Ambon) sangat aman dan nyaman. Tidak pernah ada terjadi hal-hal baik itu yang membuat kami terganggu,” kata dia kepada media, dikediaman Kapolda Maluku, dikawasan Tantui Ambon, Selasa (10/9).
Abisay mengungkapkan, Maluku sangat berbeda dengan daerah lain di Indonesia.
“Mungkin didaerah lain, ada gejolak atau apapun, tapi di Maluku khususnya di kota Ambon, tidak ada terjadi apapun, apalagi yang mengandung unsur rasis itu tidak ada,” tegas dia.
Tak hanya itu, Edwin juga turut memberikan, apresiasi bagi masyarakat dan aparat keamanan khususnya kepada Kapolda dan jajarannya yang telah memberikan jaminan keamanan kepada mereka selama berada di Maluku.
“Kami sangat berterima kasih kepada basudara (bersaudara) Maluku di kota Ambon, yang telah menjaga dan melindungi kami. Khusus untuk pak Kapolda dan jajarannya karena sudah bersilarurahmi dengan kami dan selalu menjaga kami selama ini,”tutur dia.

Erwin mengaku, cukup merasa aman dan nyaman selama berada di kota Ambon. Meski ditengah gejolak seperti yang terjadi di Surabaya dan Malang, Jawa Timur, Ambon tetaplah tempat yang sangat nyaman bagi mereka.
” Baik-baik saja, karena kami rasa kehidupan orang Ambon dan Maluku, sama saja dengan kita di tanah Papua. Orang Ambon dan orang Papua itu adik dan kakak sehingga tidak ada persoalan apapun antara warga Ambon dengan orang Papua,”pungkasnya. (T05)