Murad Ismail Efek dan Mendemokratisasikan Harapan Kesejahteraan di Bumi Al Mulk

0
1827

“Pemilihan sebagai pembangunan politik memiliki korelasi terhadap kesejahteraan rakyat sebagai ouput pembangunan ekonomi” (Lucian W. Pye Pye, 1965)

Oleh: Lutfhi Wael

Euforia masyarakat Maluku menyambut kemenangan pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku yang menggunakan tagline ‘Baileo’ pada Pilkada Provinsi Maluku tahun 2018 lalu, bukan tanpa ‘alas historis’. Karena sesungguhnya merupakan manifestasi dari kerinduaan akan kejayaan bumi raja-raja yang sumberdaya alamnya menjadi rebutan berbagai bangsa lain sejak berabad-abad lampau.

Beberapa catatan historis juga menunjukan bahwa Provinsi Maluku, baik dalam konteks bargaining politik, pendidikan dan sumber daya alam pernah menjadi semacam ‘mutiara’ yang berkilau mewarnai atmosfer kebangsaan. Namun seiring waktu berjalan ‘mutiara’ berupa keunggulan komparatif itu seakan memudar atau tereduksi secara dramatis.

Kondisi yang diperparah dengan konflik sosial yang pernah mendera, memperkecil ruang eksistensi Provinsi Maluku pada tataran nasional, bahkan kemudian ada pada titik nadir yang memilukan dengan menyandang gelar sebagai provinsi ke-4 termiskin dari 34 provinsi di Indonesia. Realitas yang merupakan pukulan telak dan menyakitkan bagi orang Maluku di tengah melimpahnya sumber daya alam.

Ekspektasi masyarakat Maluku, terhadap kepemimpinan ‘Baileo’, bukan sebuah utopia atau ilusi, tetapi adalah harapan yang realistis, jika melihat jejak rekam Gubernur Maluku Murad Ismail yang telah teruji dalam kepemimpinan di level Nasional. Ada banyak fakta yang menginformasi bahwa Gubernur Murad Ismail, memiliki networking yang kuat dan luas baik dalam konteks relasi pertemanan maupun relasi politik. 

Tentu ini, merupakan social capital, yang strategis dan fundamental, sehingga diharapkan mampu menembus dinding politik Nasional yang sejauh ini Jawa sentris (Baca: Jawa). Sebab bukan rahasia lagi jika relasi networking adalah satu dari sekian indikator yang ikut menjadi penentu ‘keberpihakan’ kebijakan dan pembangunan. 

Olehnya itu, dengan segala keunggulan networking tersebut, masyarakat Maluku, menaruh harapan bakal terjadi “Demokrasi Efek” dari kepemimpinan Gubernur Murad Ismail terhadap proses pembangunan di Provinsi Maluku. Sosok pemimpin yang dapat menjadi lokomotif utama dalam mendorong kemajuan daerah.

Saya mengilustrasikan jika Lionel Messi adalah lokomotif utama di klub yang menaunginya, maka Murad Ismail (MI) bisa dikatakan sebagai lokomotif relasi Provinsi Maluku dengan Pemerintah Pusat atau ‘Jakarta’. Dalam konstruksi imajiner itu, jika ‘Messi Efek’ dirasakan Barcelona, pun memberikan efek ekonomi yang signifikan pada PSG menyusul kepindahannya ke klub itu, maka tentu ‘kepindahan’ Murad Ismail dengan menjadi Gubernur di provinsi Maluku juga turut membawa ‘MI Efek’.

Fakta dan realitas ‘MI Efek’  tersebut setidaknya telah terkonfirmasi oleh beberapa keputusan politik atau kebijakan dan pembangunan yang sekian tahun tersendat atau ‘tenggelam’. Salah satu bukti MI Efek dapat disaksikan pada keberpihakan Budgeting, dimana pemerintah pusat telah mengalokasikan belanja negara untuk Maluku sebesar Rp 22,17 triliun atau naik 15,3 persen atau Rp 2,94 triliun, dari tahun 2020 yang hanya sebesar Rp 19,23 triliun.

Efek lanjutan juga dapat dilihat dari akan segera diimplementasikannya Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional, Ambon New Port, termasuk upaya pengelolaan Blok Masela. Tentu saja dampak kebijakan dan pembangunan atau MI Efek tersebut, tidak bisa dirasakan dalam hitungan hari, tetapi ini menjadi investasi fundamental bagi Grand Design pembangunan di bumi Al Mulk untuk jangka panjang, bahkan kedepan nanti bisa menjadi pusat pembangunan di kawasan Indonesia timur.

Optimisme ini, bukan tanpa basis argumentasi rasional, tetapi didukung oleh fakta dan realitas ketersediaan potensi sumber daya alam yang melimpah seperti potensi perikanan, potensi cadangan gas dan mineral, serta potensi lainnya. Potensi yang bila dikelola dengan optimal, akan menjadikan Maluku sebagai Leading Province in eastern Indonesia.

Satu optimisme yang bukan sekedar isapan jempol belaka, tetapi didukung dengan fakta dan data. Potensi sumber daya alam yang melimpah, seperti yang disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Edhy Prabowo, bahwa perikanan tangkap di Maluku diperkirakan mencapai 4,6 juta Ton (37 persen) dari 12,5 juta total potensi sumber daya ikan nasional (Bisnis.com, 30 Agustus 2020). 

Bayangkan jika potensi besar dibidang perikanan itu dikelola secara maksimal dan optimal, tentu efek ekonominya sungguh sangat luar biasa bagi kesejahteraan masyarakat Maluku. Sedangkan Blok Masela yang merupakan blok Gas Abadi, menurut Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto, Blok Masela memiliki cadangan gas tercatat sebesar 10,7 TCF. 

Dengan potensi tersebut tentu menjadi resource yang signifikan untuk membangun Maluku sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia timur. Bahkan pengamat lingkungan Dr Abraham Tulalessy dan ekonom Dr Rizal Ramli mengatakan jika blok ini bisa dikelola oleh anak bangsa, maka akan memberikan dampak positif bagi Maluku sebagai pemilik blok tersebut. Bahkan, Maluku sebut mereka bisa jadi wilayah yang lebih mewah dari Qatar.

Dalam konteks itu, Maka ekspektasi masyarakat Maluku yang besar, dengan menaruh harapan akan terjadi perubahan ada pada pundak pemimpin daerahnya. Menjadi tantangan Gubernur Murad Ismail untuk menjawab ekspektasi tersebut, dengan membangun tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih sebagai basis fundamental dalam mengkonsolidasikan seluruh potensi sumber daya secara maksimal. 

Momentum ini harus terus dijaga, dengan kapasitas Gubernur Murad, perlu diimbangi dengan terus terbangunnya semangat partisipatoris dari masyarakat yang tentu merupakan modal sosial bagi terkonsolidasi proses pembangunan di bumi Al Mulk. Dengan demikian, MI Efek yang saya kemukakan sebelumnya dapat berkontribusi optimal bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat Maluku.

Baca Juga  Ironi, Seram Timur Gizi Buruk Lagi

Jika pembangunan di Provinsi Maluku berjalan dengan baik sudah pasti akan berimplikasi terhadap sektor-sektor pembangunan yang lain seperti ekonomi, pendidikan dan kesehatan termasuk pula infrastruktur. Dimana semua itu menjadi indikator utama dalam perbaikan kualitas demokrasi. 

Seperti diungkap oleh Seymour M. Lipset “The More Well to do a Nation or Country, The Greater the chances that it will sustain democracy”. Semakin baik pertumbuhan ekonomi dalam suatu Negara atau daerah, maka kesempatan berlangsungnya demokrasi semakin besar. Kokreto!


Penulis adalah pegiat sosial, aktif di Ikatan Cendekiawan Muda (ICMA) Maluku. Tulisan ini turut menandai dua tahun kepemimpinan Gubernur Murad Ismail