Naikan BPJS, Intelektual Maluku Raya Nilai Pemerintah Kehilangan Akal Sehat

0
1110

TABAOS.ID,- Kebijakan menaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) oleh pemerintah mendapat sorotan tajam sejumlah intelektual dari Maluku Raya.

Pendapat itu mengemuka di Grup WhatsApp Forum Maluku Raya (FMR), kanal diskusi intens masyarakat dan intelektual dari Maluku dan Maluku Utara.

Prof. Dr. John Pieris, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Kristen Indonesia (UKI), Anggota Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI menilai iuran BPJS tidak perlu dinaikkan.

“Akal sehatnya di mana? Masyarakat lagi sulit karena krisis ekonomi keluarga  ini iuran malah justeru dinaikan. Pemerintah, terutama pihak BPJS jangan mengambil kebijakan yang tidak populis ini berbahaya,” tegasnya.

Menurutnya, coba kita tanya kepada jutaan mahasiswa dan warga negara lainnya, mereka semuanya pati menolak. Kuliah online saja mereka mengeluh karena harus mengeluarkan biaya pulsa yang tidak sedikit.

“Belum lagi living cost yang tinggi karena harus memperbanyak asupan gizi sementara keluarga mereka juga mengalami kesulitan ekonomi. Kuliah online ternyata membutuhkan biaya berlipat ganda untuk mencari buku-buku reverensi dalam berbagai bahasa,” urainya.

Mantan senator Maluku ini menambahkan, sudahkah pemerintah memikirkan itu. Bagi pejabat-pejabat yang mengambil kebijakan tersebut tidak masalah karena mereka melihat dalam perspektif dan kemampuan mereka sebagai pejabat yang hidupnya sangat berkecukupan, bahkan berkelimpahan.

“Saya ingatkan jangan naikkan iuran BPJS. Konversi saja dengan subsidi dari pemerintah. Bila diperlukan hentikan sementara semua proyek pembangunan yang menelan ratusan triliun. Harus ada sense of crisis, sense of urgency dan sense of caring”, harapnya.

Menurutnya, harus dibuat kebijakan politik anggaran kesehatan yang berpihak kepada rakyat kebanyakan, yakni kepada yang susah dan sangat miskin, apalagi yang mengalami kemiskinan absolut.

Sementara itu Dr. Ismail Rumadan menilai Pemerintah sudah kehilangan akal untuk mendapatkan dana untuk menopang APBN yanh sudah minus, usulan cetak uang ditolak oleh Gubernur BI dan Covid Bond juga dibatalkan karena BI tidak mau ambil risiko.

Baca Juga  Pemerintah Sungguh-Sungguh Amankan Zona Hijau dari Covid-19

“Satu-satunya jalan adalah dengan memeras rakyat melalui kenaikan BPJS walupun MA sudah membatalkan Pepres tersebut sebelumnya. Ini pelanggaran serius terhadap konstitusi”, tandasnya.

Akademisi Universitas Nasional ini menduga kondisi Covid-19 ini sengaja untuk disebarluaskan ke daerah-daerah dengan melonggarkan aturan PSSB, yang aturannya sendiri kontradiktif dan carut-marut.

“Coba kita mengkaji, dalam kondisi masyarakat yang harus bertahan di rumah masing-masing beberapa produk hukum yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat seperti UU Minerba disahkan di DPR secara diam-diam”, ungkapnya.

Rumadan menjelaskan, ada beberapa RUU lagi yang menjadi kontroversi di tegah masyarakat seperti RUU Cipta Kerja, dan lainnya. RUU semacam ini akan mulus kalau kondisi masyarat seperti ini tetap berlanjut.

Kekesalan yang sama juga disampaikan Sofyan Harihaya. Menurutnya hampir tak ada masyatakat yang setuju dengan kebijakan ini, ini tak bernurani apalagi ada pandemi seperti saat ini.

Keadaan ini menurut Harihaya fatal, karna masyarkat pada umumnya sedang sulit. Kebijakan menaikan BPJS ini bisa dan pasti ditolak sebagian besar masyarakat, kalau tidak mau dikatakan semua orang, sebab ada juga yang punya kepentingan

“Saya menilai dari opini publik yang bisa ditangkap, rata-rata sudah muak dengan keadaan. Cuma karena tidak berdaya saja. Tapi ingat jangan sampai masyatakat tidak tahan akan kondisi ini”, jelas Harihaya.

Menurutnya, kondisi bisa chaos. Bisa ada konflik sosial, baik vertikal, maupun horisontal. “Kata Bung Karno, kekuasaan tertinggi ditangan rakyat, suara rakyat adalah suara Tuhan. Belajar dari sejarah, bahkan Bung Karno dan Pak Harto lengser dari kekuasaan itu juga karena faktor stabilisas ekonomi yang berimbas pada stabilitas politik”, tegasnya.

Dr. Nathaniel Elake mengatakan iuran naik, namun pelayanan BPJS justru amburadul. Pertama, jika berobat maka kompensasi sangat kecil dan obat selalu habis di rumah sakit sehingga pasien harus bayar sendiri dengan ketentuan nanti dikembalikan sesuai harga obat ternayata banyak terjadi tdk dikembalikan.

“Kedua, Untuk dapat menggunakan layanan BPJS maka pasien harus minta rujukan dari puskesmas. Sehingga jika pemegang kartu BPJS dari Ambon ke Jakarta dan tiba tiba berobat maka harus meminta rujukan dari puskesmas di Ambon”, urainya.

Dari dua kasus kasus ini menurutnya, mengakibatkan banyak pemegang kartu BPJS enggan menggunakan BPJS. Sementara terus membayar iuran apalagi ASN.

“Dengan demikian BPJS tidak mungkin Rugi. Tapi salah pengelolaan. Atau mungkin juga ada indikasi korupsi. Jadi persoalan mendasaranya itu justeru ada pada pengelolaannya, mau besar atau kecil kalau salah dikelola ya tetap amburadul”, pungkas intelektual Maluku Raya yang selalu tampil berkepala plontos ini.(Red)