Hariman A. Pattianakotta
Pendidikan adalah fondasi utama perubahan dan kemajuan. Kuat atau lemahnya sebuah masyarakat, bangsa, dan negara sangat tergantung pada pendidikan.
Pendidikan yang utuh tidak hanya berfokus untuk mendorong dan meningkatkan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, tetapi lebih berorientasi untuk membangun sumber daya manusia yang mumpuni dan utuh.
Kalau sumber daya manusia mumpuni dan tumbuh sebagai manusia yang utuh, maka ilmu pengetahuan akan berkembang, teknologi akan terus maju, demikian halnya dengan seni. Karena, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni adalah ciptaan dari manusia itu sendiri.
Efek selanjutnya adalah terjadi pertumbuhan ekonomi, kesehatan, dan inovasi yang mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat, bangsa, dan negara.
Membangun Perspektif dan Karakter
Pendidikan tidak boleh sekadar menjadi ajang transfer ilmu. Apalagi dilakukan sekadar untuk mencetak sarjana.
Ada begitu banyak sarjana yang menganggur. Mereka bertitel, tetapi hanya menjadi pencari kerja. Ketika krisis terjadi, lapangan pekerjaan terbatas, atau bahkan berkurang, maka para lulusan perguruan tinggi menambah banyak angka pengangguran.
Pendidikan harus menjadi proses kreatif untuk membangun perspektif, dan terlebih membentuk karakter. Perspektif adalah kerangka berpikir, cara melihat, paradigma; inilah yang pertama-tama harus dibangun dalam proses pendidikan.
Paradigma itu pun harus ditopang oleh karakter yang memberikan kekuatan mental spiritual. Seseorang bisa saja memiliki cara berpikir dan cara melihat yang terbuka dan inovatif, tetapi kalau ia tidak mempunyai semangat juang, daya tahan, kesabaran, atau keberanian, maka paradigmanya itu akan berhenti sebagai pemberi gagasan dan penambah pengetahuan belaka.
Oleh karena itu, dalam proses pendidikan, sekolah-sekolah dan perguruan tinggi harus menekankan pada upaya membangun perspektif dan membentuk karakter.
Hidup dengan kompleksitas persoalan adalah medan membangun perspektif dan karakter, menguji pemikiran, membuat temuan dan menciptakan teknologi untuk memecahkan persoalan-persoalan sosial kemanusiaan, kebudayaan, dan persoalan lingkungan. Inilah yang dahulu dirumuskan oleh Paulo Freire seorang filsuf pendidikan, sebagai pendidikan hadap masalah.
Pendidikan yang Memerdekakan
Ketika proses pendidikan diarahkan atau diperhadapkan pada persoalan-persoalan konkret kemanusiaan dan lingkungan, maka luaran yang diharapkan adalah manusia dibebaskan dari persoalan-persoalan krusial yang selama ini melilitnya, dan dibawa pada realitas yang diharapkan: menjadi masyarakat yang maju, adil dan sejahtera dalam alam yang lestari.
Pendidikan dengan begitu menjadi jalan dan proses pemerdekaan. Pendidikan tidak sekadar melahirkan teori, tetapi mampu menghadirkan solusi. Atau, lebih tepatnya, pendidikan menjadi sebuah praksis. Teori dan praktik berkelindan untuk menjawab persoalan-persoalan kehidupan. Di situlah kita menemukan relevansi dan signifikansi pendidikan sebagai jalan yang memerdekakan.
Regulasi dan Kebijakan Yang Menjamin Kemerdekaan Pendidikan
Situasi dan iklim pendidikan yang memerdekakan harus dijamin oleh regulasi dan kebijakan pemerintah. Jangan sampai terjadi, pemerintah justru mempersulit sekolah dan perguruan tinggi, terkhusus sekolah dan kampus swasta.
Misalnya, namanya saja Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka, tetapi para dosen tidak merdeka dan dibebani dengan syarat-syarat dan proses administrasi yang rumit dan sulit. Demikian juga dengan siswa dan mahasiswanya.
Standar dan sistem memang harus dibangun sedemikian rupa, tetapi hal itu harus membuat supaya proses pendidikan berjalan dengan baik dan lancar, demi melahirkan akademisi yang sungguh mumpuni, yang bidang-bidang keahliannya berguna, bukan hanya demi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri, tetapi juga bagi kemanusiaan dan lingkungan hidup.
Pemerintah harus terus mendorong tumbuhnya sekolah-sekolah dan perguruan tinggi yang berkualitas di berbagai wilayah. Di Indonesia, misalnya di kawasan timur, pemekaran daerah sudah terjadi di beberapa wilayah, tetapi banyak masyarakatnya masih belum bisa mengakses pendidikan yang baik dan bermutu.
Masih banyak anak yang belum merdeka dalam menikmati fasilitas pendidikan dan mereka tidak mendapatkan guru-guru yang baik. Di daerah kepulauan seperti di Maluku, banyak gedung sekolah yang reot dan anak-anak di sana tidak memiliki guru tetap. Kondisi seperti ini sesungguhnya terjadi di banyak daerah.
Realitas buram tersebut memperlihatkan bahwa banyak pemerintah daerah belum mampu membuat regulasi dan terobosan kebijakan yang memerdekakan masyarakat dalam mengakses pendidikan yang baik.
Karena itu, wajar saja kalau di banyak daerah terdapat kantong-kantong kemiskinan. Bahkan, yang lebih ironis lagi, mereka ini seolah-olah menikmati kemiskinan dan ketertinggalan mereka.
Karena itu, penting bagi kita untuk mengubah proses pendidikan dari sekadar ajang transfer pengetahuan menjadi proses kreatif yang membangun paradigma kritis, konstruktif dan inklusif, serta proses membentuk pribadi-pribadi dengan karakter unggul. Jika pemerintah (daerah) serius akan hal ini, maka mereka akan membuat regulasi dan kebijakan yang menunjang, sebab inilah kunci kemajuan masyarakat, bangsa dan negara.
Selamat hari Pendidikan Nasional.
Penulis adalah Pendeta Universitas Kristen Maranatha