Pengembangan Desa Pesisir Berbasis Budidaya Menuju Implementasi Lumbung Ikan Nasional

0
1016

“Maluku memiliki posisi strategis dengan potensi sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan dengan baik, terutama dalam menyambut implementasi M-LIN yang kita ketahui getol diperjuangkan di era Kepemimpinan Gubernur Murad Ismail.”

Oleh: Amrullah Usemahu

Editor buku yang sudah saya kenal lama, sering ada dalam sinergi dan berkolaborasi menghubungi saya untuk turut terlibat, menulis dalam Buku ‘Dua Tahun Kepemimpinan: Murad Ismail di Mata Anak Muda Maluku”. Satu kesempatan yang tidak ingin saya lewatkan. 

Selain dapat berbagi perspektif juga dapat turut menguatkan atmosfer pembangunan Maluku. Sesuatu yang sangat diperlukan Maluku saat ini, satu kondisi psikologi kolektif untuk maju dan kompetitif dengan daerah-daerah lainnya di tanah air.

Apalagi kita ditopang atau disokong dengan cadangan potensi sumber daya alam yang memadai. Desa atau negeri di pesisir Maluku memiliki posisi strategis dengan potensi sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan dengan baik, terutama dalam menyambut implementasi M-LIN yang kita ketahui getol diperjuangkan di era Kepemimpinan Gubernur Murad Ismail.

Menyambut program ini, kesiapan daerah perlu ditingkatkan, salah satunya adalah pada Sektor Perikanan Budidaya. Terutama dengan mengandalkan potensi dan keberadaan Desa atau Negeri pesisir yang tersebar signifikan di Maluku.

Sesuai data, dari jumlah Desa yang ada di Provinsi Maluku per Tahun 2020  dari 1198 Desa, 88 % (1.049 Desa) adalah Desa Pesisir dan 13 % (150 Desa) adalah Bukan Pesisir. Kemudian Untuk status Indeks Desa Membangun (IDM) dari 117 Kecamatan, 1.198 desa dimana Desa Mandiri 42, Desa Maju 198, Desa Berkembang 489, Desa tertinggal 433 dan Sangat tertinggal 36. 

Sementara untuk Data Bumdes sendiri dari 1.198 desa yang tersebar di Maluku, baru terbentuk 869 bumdes. Dari jumlah itu, yang aktif 519 desa, sedangkan ada 350 desa yang tidak aktif 350 atau kondisi Bumdes-nya stagnan, mati segan hidup tak mau, begitu kata pepatah.

Padahal keberadaan desa atau negeri dipesisir ini jika mau diberdayakan, akan dapat menjadi sumbu utama perbaikan kesejahateraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi daerah. Apalagi bila didorong agar kampung-kampung berbasis kearifan lokal menjadi terintegrasi dari hulu sampai ke hilir dengan mengembangkan teknologi lain, seperti pakan mandiri. 

Sehigga ada sentra-sentra baru, misalnya saja kampung patin, kampung kerapu, kampung lobster, kampung rumput laut dan lainnya. Selain akan lebih fokus, kampung, desa atau negeri yang ada justru saling menpoang bahkan bisa bersinergi atau berkolaborasi.

Dengan demikian produktifitas dibidang perikanan atau kelautan bisa digenjot atau ditingkatkan. Apalagi Kementerian kelautan dan perikanan (KKP) telah menargetkan produksi perikanan budidaya tahun 2021 sekitar 19,47 juta ton yang terdiri dari ikan sebesar 7,92 juta ton dan rumput laut 11,55 juta ton naik 1,03 % dari total target produksi tahun 2020 sebanyak 18,44 juta ton. 

Itu pula mengapa, kami dari Sarjana Perikanan Indonesia (ISPIKANI) terus mendorong sehingga kiranya dari 1.198 desa di Maluku lebih banyak yang dijadikan Kampung Nelayan. Sehingga pengembangan perikanan dapat pula berbasis kearifan lokal dengan melihat karakteristik wilayah dan memanfaatkan potensi baik pada Budidaya air laut, air payau ataupun air tawar melalui dukungan tenaga pendamping desa, penyuluh perikanan.

Baca Juga  Juara 3, Ipda Buchari Catatkan Namanya di Kompetisi Fotografi Internasional

Selain itu ISPIKANI juga menginisiasi program desa binaan serta program 1 kampung nelayan, 1 Sarjana perikanan agar dapat membantu pemerintah khususnya di daerah merealisasikan program pembangunan pada pengelolaan sektor kelautan dan perikanan dalam menyambut M-LIN. Karena kalau dilihat jumlah tenaga pendamping desa dan penyuluh perikanan saat ini masih sangat terbatas. 

Pengembangan desa pesisir harus dilakukan terintegrasi dari hulu sampai ke hilir. Bumdes sebagai garda terdepan di desa dapat membuat salah satu bidang kerjanya untuk mengelola potensi SDA yang ada misalnya di bidang perikanan dengan menyerap hasil produksi masyarakat baik dari nelayan tangkap dan pembudidaya ikan.

Kemudian melalui BUMD dan BUMN Perikanan hasil produk / bahan baku tersebut dapat dipasarkan secara lokal, regional dan global melalui jalur logistik akan dibangun (Hub M-LIN Waai Liang). Apalagi kalau dilihat data ekspor Maluku tahun 2020 meningkat dan didominasi produk perikanan budidaya yakni dari total ekspor 8.017,56 ton untuk budidaya 6.382,24 ton.  

Kondisi karakteristik Maluku sebagai provinsi kepulauan dengan 1.340 pulau pastinya ada kendala yang dihadapi dalam distribusi barang dan jasa. Banyak hasil rempah dan perikanan pada sekitar desa pesisir Maluku belum dapat dikelola dan dipasarkan dengan baik karena terkendala dengan jalur logistik yang ada, juga cukup panjang.

Hal ini membuat akses pasar serta harga barang (ikan dll) dibeli dengan harga murah dari masyarakat ataupun mubasir terbuang di lapangan karena keterbatasan Sarpras pendukung dan infrastruktur. Jika saja konektifitas antara Bumneg, BUMD dan BUMN Perikanan bisa terbentuk akan membantu masyarakat dan muncul kawasan ekonomi baru pada desa-desa pesisir.

Pembangunan di era di digital 4.0 saat ini semakin terbuka, desa pesisir didorong untuk terus berinovasi dengan kucuran ADD yang dimiliki untuk meningkatkan pendapatan asli desa dan masyarakat. Mungkin bisa didorong untuk tahap awal beberapa dari 1.198 desa yang ada, dijadikan sebagai desa percontohan pengembangan desa pesisir dan terintegrasi.

Bahkan sangat terbuka diadakan startup digital yang fokus pada sektor perikanan sehingga banyak pihak dapat mengakses profil desa pesisir, terutama potensi yang ada di desa, guna dapat menarik investor untuk berinvestasi dalam pengembangan desa. Kita memiliki Banyak potensi tetapi belum tergarap dan terpublikasi dengan baik.

Kedepan diperlukan sinergi dan kolaborasi dari lintas instansi teknis, baik itu dari Badan Penanaman Modal Daerah (BPMD), Dinas Kelautan dan Perikanan, maupun Dinas Pariwisata dalam pengembangan desa pesisir. Sehingga kegiatan pembangunan atau pemberdayaan masyarakat tidak berjalan monoton pada satu bidang saja. 

Saya contohkan pengembangan budidaya ikan pada keramba jaring apung (Contoh program Emas Biru) pada pesisir Desa Wainitu Kota Ambon yang selama ini hanya melakukan kegiatan budidaya ikan saja, sekarang telah mengembangkan usahanya ke wisata kuliner dan didorong hingga ke Ekowisata bahari. Pendapatan perhari saja bisa mencapai 5-7 juta sesuai jumlah kunjungan, 

Jumlah ini cukup signifkan, karena jika dikalkulasikan perbulan mencapai sekitar 150-210 juta. Konsep dan upaya ini apabila terus dimaksimalkan, atau diduplikasi di tempat lain, pastinya akan berdampak positif bagi pembudidayaan ikan dan desa pesisir pada wilayah tersebut.

Kiranya ini dapat memacu dan memotivasi kita semua untuk mengelola dan mengembangkan potensi desa pesisir dengan baik salah satunya pada sektor perikanan budidaya. Walau memang karakter dan budaya kita selama ini masih terbiasa dengan kegiatan perikanan tangkap, namun dengan melihat trend perikanan budidaya yang terus meningkat, ada peluang besar yang kian terbuka.

Apalagi lewat berbagai kebijakan Nasional dan juga tangan dingin dan Kepemimpinan Gubernur Murad Ismail dalam mendukung M-LIN yang telah diperjuangkan, maka secara perlahan mindset kita ke perikanan budidaya harus dibuka, masyarakat disiapkan sejak dini agar siap dari sisi SDM, infrastruktur serta lainnya. Mari kita bangunkan ‘Raksasa yang sedang tidur ini’ (The Sleeping Giant), apalagi kalau bukan Perikanan Budidaya!.

Ambon, 2 September 2021

Baca Juga  GOTO dan Peran Negara dalam Menjamin Keberlangsungan Bisnis Digital Indonesia

Penulis Adalah Wakil Sekretaris Jenderal Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia ( ISPIKANI ) Periode 2019 – 2023) saat ini juga aktif di Ikatan Cendekiawan Muda Maluku (ICMMA). Tulisan ini untuk turut menandai dua tahun kepemimpinan Gubernur Murad Ismail