TABAOS.ID,- Sehari jelang HUT RI 17 agustus 2021, warga dikagetkan dengan aksi seorang pemuda yang nekat berenang antar pulau di Ambon. Aksi pemuda yang nekat berenang dari pantai Dusun Batu Dua, Desa waai, Kecamatan Salahutu, Maluku Tengah menuju pulau Pombo.
Adapun Pulau Pomb adalah pulau kecil yang berada diantara Pulau Seram, Pulau Haruku dan Pulau Ambon. Aksi pemuda ini dilakukan dari Dusun Batu Dua, Desa Waai. Sontak, aksinya itu menarik perhatian warga, dan mereka beramai-ramai datang untuk menyaksikan aksi pemuda tersebut, karena dilakukannya seorang diri.
Pantauan tabaos.id di lokasi Dusun Batu Dua, sejak senin pagi sekitar pukul 08.00 wit, sejumlah pemuda yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pesisir (AMP) Maluku mendatangi lokasi yang akan menjadi tempat aksi.
Sayangnya aksi tersebut nyaris dibatalkan setelah sejumlah aparat kepolisian dan TNI mempertanyakan aksi yang dilakukan. Meski telah mencoba menjelaskan tujuan aksi tersebut, namun aksi renang ini tak bisa dilanjutkan.
Aksi ini baru bisa dijalankan satu jam kemudian setelah peserta memaksa untuk melanjutkan. Mereka berkeyakinan telah melakukan koordinasi dengan pihak Polsek Salahutu, dengan melayangkan surat izin.
Untuk diketahui, pemuda yang melakukan aksi renang menyeberangi laut Dusun Batu Dua menuju Pulau Pombo tersebut bernama Yusuf Sangadji. Ia berenang seorang diri.
Sementara beberapa rekannya mendampinginya menggunakan transportasi perahu boat, dan membawa sejumlah spanduk yang bertuliskan tolak LIN dan Ambon New Port.
Aksi nekat renang antar pulau ini baru bisa jalan pada pukul 09.45 wit. Dengan kondisi laut yang tenang, aksi Sangadji pun bisa dilakukan. Yusuf memilih lokasi pantai Dusun Batu Dua, Desa Waai sebagai tempat ia berenang.
Dusun batu dua ini dipilih karena merupakan, lokasi pembangunan Ambon New Port untuk sektor perikanan. Dengan membawa peralatan menyelam sederhana pemuda ini akhirnya melakukan aksi renang pulau pombo adalah sejauh 2 kilometer lebih atau satu koma delapan mil.
Dengan berenang seorang diri, Yusuf tetap memegang sehelai bendera Merah Putih sebagai bentuk protesnya kepada pemerintah.
Beberapa kali, Founder Karang Nusantara dan sekolah Bahari ini sempat kelelahan di atas permukaan laut. Namun ia sendiri memilih mengapung. Yusuf juga beberapa kali mengibarkan bendera merah putih, bersamaan dengan pernyataan protes.
Alhasil setelah mengapung selama diatas permukaan laut, Sangadji akhirnya bisa tiba di pesisir pantai pulau Pombo. Atas aksi tersebut, Jusuf Sangadji langsung membacakan pernyataan sikapnya, soal protes kepada pemerintah.
Dalam pernyataan sikapnya, Sangadji yang mewakili Aliansi Masyarakat Pesisir Maluku, dengan tegas menolak proyek Maluku Lumbung Ikan Nasional dan pembangunan Ambon New Port dengan sejumlah alasan.
“Merusak sumber daya laut dan sumber pangan orang Maluku, Mematikan ekosistem konservasi di Pulau Pombo, hanya menguntungkan politikus, investor atau nelayan besar, Mematikan nelayan kecil Maluku dengan alat tangkap terbatas, dan terakhir Menciptakan buruh murah dan praktik perbudakan,”tegas Sangadji saat membacakan tuntutannya di pesisir pantai pulau Pombo.
Selain tuntutan, Sangadji dan perwakilan Aliansi Masyarakat Pesisir Maluku juga dengan tegas Menolak proyek Lumbung Ikan Nasional dibangun di Maluku serta menghentikan rencana pembangunan Ambon New Port sebagai salah satu pusat kegiatan ekonomi LIN di Waai, Pulau Ambon.
Mereka juga mendesak Pemerintah daerah dan Pemerintah pusat untuk secara terbuka melibatkan masyarakat Maluku dalam proyek ekonomi perikanan.
Terhadap aksinya, warga Dusun Batu Dua mendukung secara penuh penolakan yang dilakukan Sangadji, meski mereka tidak punya kemampuan untuk menyuarakan protes kepada pemerintah.
“Kami mendukung aksi yang dilakukan. Kami tidak setuju mereka menggusur kami dari sini. Kalau dipindahkan juga harus di Pulau Ambon,” minta seorang warga yang tidak mau namanya dipublikasi.
Untuk diketahui pada 27 Juli 2021 lalu, menurut Sangadji pemerintah Provinsi Maluku melakukan rapat virtual dengan pemerintah pusat. Rapat yang dihadiri Gubernur Maluku Murad Ismail dan juga Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini salah satu agendanya membahas masa depan proyek Maluku Lumbung Ikan Nasional (M-LIN), sebuah proyek pembangunan ekonomi perikanan yang terkatung-katung sejak lama.
Dalam rapat ini, kata Sangadji, Presiden Jokowi telah menyetujui Maluku-Lumbung Ikan Nasional dimasukan dalam Proyek Strategis Nasional (PSN).
Presiden juga bersedia datang ke Ambon pada November 2011 nanti untuk peletakan batu pertama pembangunan pelabuhan Ambon New Port, yang merupakan bagian dari proyek M-LIN.
Pemprov Maluku, lanjutnya menyatakan mereka telah menyediakan tanah seluas 900 hektar bagi pembangunan pelabuhan dan pusat kegiatan ekonomi M-LIN. Lokasinya berada di antara Desa Waai, Pulau Ambon.
“Lokasi Dusun Batu Dua, Desa Waai yang akan nantinya digusur ini sekitar 900 hektar untuk pembangunan ambon new port, mereka akan pindah tapi belum tahu ke mana,” ujar Sangadji.
Jika dilihat dari perjalanannya, dari sejak awal proyek lumbung ikan nasional diusung pada era Susilo Bambang Yudhoyono hingga disahkan proyek sebagai PSN di era Jokowi, pengetahuan mengenai M-LIN ini hanya berputar-putar di lingkaran elit Maluku, seperti politisi, birokrat, peneliti, serta aktivis pemberdayaan. Ia tidak sepenuhnya berkembang luas di luar lingkaran ini.
Baginya, Para elit politik dan bisnis gagal menurunkan proyek M-LIN dari suatu wacana pembangunan ekonomi yang elitis, menjadi pembangunan ekonomi berbasis masyarakat nelayan.
Keterbatasan wacana M-LIN tercermin dalam narasi yang mengemuka di sekitar proyek ini, di mana yang dominan adalah narasi pembangunan ekonomi berorientasi pasar seperti peningkatan ekspor, penggenjotan produksi perikanan, pembangunan hubungan ekonomi, pertumbuhan dan peningkatan kas daerah.
“Tidak ada narasi ekonomi berbasis masyarakat yang disinggung, seperti peningkatan kesejahteraan nelayan dan pengelolaan lingkungan. Tidak ada yang menyodorkan proposal kebijakan memakai pendekatan terbalik dari bawah, yang mencerminkan pandangan nelayan di Maluku menghadapi proyek ini, bagaimana kesejahteraan yang diinginkan nelayan, serta ancaman sosial apa yang berpotensi menghancurkan masyarakat nelayan, ”tandasnya.
(TCJ)