Soft Launching IndoEast Network, Digital Platform yang Terinspirasi ‘PELA-GANDONG’ dari Maluku

0
10285

TABAOS.ID,- Satu platform digital gerakan sosial yang fokus untuk memajukan masyarakat di kawasan timur Indonesia IndoEast Network di-launching di Perpustakaan Nasional, Jakarta (5/12), bertepatan dengan diskusi publik: “Saatnya Membangun Indonesia dari Timur”.

Kegiatan yang dihadiri berbagai kalangan dari Papua Raya, Maluku Raya dan Nusa Tenggara Raya itu menampilkan sejumlah narasumber, diantaranya Wakil Ketua DPD RI Sultan B. Najamudin, Anggota DPR RI, Saadiyah Uluputty, Wadir Pelindo II Hambra Samal, Staf Khusus Presiden Billy Mambrasar, Ketua Umum PARFI’56 Marcella Zalianty, Pakar Komunikasi Leila Mona Ganiem, Hardini Puspasari dari Kadin Indonesia hingga Prilly Latuconsina, Wafda Lubis dan Bara Patiraja dari kalangan pekerja seni.

Dalam sambutan membuka kegiatan, Wakil Ketua DPD RI Sultan B. Najamudin mengatakan, melihat semangat yang luar biasa dari para peserta diskusi, saya sangat optimis, usaha keras kita hari ini kalau terus dilakukan secara konsisten akan menghasilkan hasil yang nyata bagi lahirnya kebijakan-kebijakan yang baik untuk kawasan timur Indonesia.

“Peran anak-anak muda timur Indonesia pada era industri 4.0 terlihat pada acara ini, melalui kegiatan “soft launching social movement with digital platform IndoEast Network” saya yakin bahwa gerakan ini adalah bagian dari kepedulian sahabat-sahabat semua untuk kemajuan Indonesia”, jelas senator asal Bengkulu ini.

Di tempat yang sama, Founder IndoEast Network, Ikhsan Tualeka, menjelaskan bahwa mendiskusikan dan mengarusutamakan kawasan timur Indonesia menjadi persoalan penting yang mesti terus dilakukan, antara lain demi memastikan kelangsungan intergrasi nasional, dan yang lebih penting lagi agar kemerdekaan yang subtantif dapat dirasakan oleh semua anak bangsa, tanpa terkecuali.

“Harus diakui hampir semua indeks ketertinggalan dan ketimpangan secara nasional ada di kawasan timur indonesia. Misalnya Indeks Pembangunan Manusia, dari data BPS 2018, Provinsi Maluku menempati urutan ke 27, diikuti dengan Maluku Utara di urutan 28, NTB diurutan 30, NTT diurutan ke 33, Papua Barat dan Papua diurutan 34 sebagai propinsi dengan IPM terendah secara nasional,” jelas Tualeka.

Baca Juga  Syarat Bertemu Walikota dan Wawali Kota Ambon, ASN dan Tamu Harus Menunjukan Bukti Rapid Tes

Begitu pula dengan Indeks Kemiskinan, menurut Ikhsan, dari data BPS melaporkan angka kemiskinan di Indonesia saat ini mencapai 9,41% dari jumlah penduduk per Maret 2019 atau mencapai 25,14 juta jiwa, dan empat provinsi yang memiliki angka kemiskinan terbesar itu berada di kawasan timur Indonesia, yakni Papua (27,53%), Papua Barat (22,17%), Nusa Tenggara Timur (21,09%), Maluku (17,69%).

Kata Ikhsan, sama halnya dengan Indeks Provinsi dengan Angka Rata-Rata Lama Sekolah Terendah. Lagi-lagi dari kawasan timur Indonesia turut menempati posisi paling buruk. Papua Barat diposisi 27, NTT diposisi 31, NTB diposisi 33, dan Propinsi Papua diposisi 34. Begitu pula dengan Indeks lainnya, seperti Index pengangguran dan indeks tata kelola pemerintahan, semua kawasan timur Indonesia ada di urutan buncit.

“Menjawab realitas yang ada, tentu diperlukan berbagi pendekatan, termasuk afirmatif action oleh negara. Begitu pula dengan masyarakat sipil, semua harus mengambil bagian jika tak ingin political discontent makin meluas, yang dapat berujung pada disintegrasi bangsa”, terangnya.

Kehangatan sosial antar warga negara maupun organisasi masyarakat sipil, khususnya dari daerah-daerah yang relatif lebih maju, dengan yang masih tertinggal pun perlu semakin diperkuat, antara lain dengan mengupayakan intensitàs persentuhan dan interaksi yang lebih bermakna, melalui kolaborasi dan sinergi antar entitas yang memang majemuk.

Sementara itu, Ambassador IndoEast Netawork, Prilly Latuconsina mengatakan senang bergabung dengan IndoEast Network karena plaform ini hadir sebagi katalisator dalam bentuk digital yang dapat mempermudah sinergi dan kolaborasi antara people to people, organisation to organisation bahkan local goverment to local goverment, dan sebaliknya antar ketiga arena itu, khususnya di kawasan timur Indonesia yang memang selama ini belum terjalin dengan baik, diantaranya karena masih minimnya infrastuktrur.

Baca Juga  Dari Papua Jenazah Praka Alif Nur Angkotasan Tiba di Negeri Pelauw, Maluku

“Di IndoEast Network akan ada profiling individu maupun organisasi yang telah berhasil, maupun yang tengah merintis aksi perubahan sosialnya. Selain agar diketahui secara luas, duplikasi program di lokasi yang berbeda dapat mudah dilakukan,” terang artis berdarah Maluku ini.

Dari pantauan media yang hadir, yang menarik dari platform ini adalah adanya program ‘pela-gandong’ kontemporer, yang disingkat PeGaKe. Program ini meminjam kearifan lokal masyarakat Maluku dalam membangun persaudaraan dan memperkuat kohesi sosial.

Di PeGaKe, setiap individu, organisasi maupun local goverment bisa menemukan dan memilih pihak yang akan dijadikan saudara atau ‘Pela-Gandong Kekiniannya. Di PeGaKe akan ada program Second Village atau Kampung Kedua.

Salah satu secon village member atau PeGaKe Marcella Zalianty mengatakan, turut bergabung dengan karena di IndoEast Network, setiap orang, khususnya yang telah memiliki kemampuan finansial dan networking yang kuat, dapan memilih kampung keduanya di kawasan timur Indonesia.

“Dengan menjadi PeGaKe, kita akan membantu meningkatkan kapasitas masyarakat di kampung kedua kita, menggerakkan mereka untuk maju, seperti mengadakan rumah baca, mendorong second villagenya sebagai desa wisata, hingga membantu akses beasiswa bagi anak-anak di-second Village-nya itu,” jelas Marcella.

Sedangkan staf khusus presiden, Billy Mambrasar mengapresiasi langkah dan insiatif program, sinergi dan kolaborasi yang ada. Ia berharap IndoEast dapat menjadi alternatif untuk mengurai ketimpangan, menghangatkan dan memperkuat persatuan nasional, sehingga Indonesia sebagai sebuah bangsa yang besar, dapat terus maju dan berjaya.(T08)