“Dengan menelaah realitas ini, rasa-rasanya publik Maluku justru harus berterimakasih kepada Gubernur Maluku atas torehan-nya yang jarang dimiliki dan ada pada kepemimpinan-kepemimpinan sebelumnya.”
Oleh: Ismail Souwakil
Saat dilantik pada 2019 silam, dua tahun lalu, sebagai Gubernur Maluku, Murad Ismail memulai transisi kepemimpinan dalam situasi terjadi defisit anggaran yang begitu signifikan. Kondisi yang memang tak mudah.
Atas problematika ini, banyak pengamat kala itu yang melihat akan terjadi kepincangan dalam pengelolaan pemerintahan, setidaknya dalam satu hingga dua tahun pertama. Penilaian yang wajar.
Hal ini didasari oleh kondisional defisit anggaran yang tidak memungkinkan pembangunan dan tata kelola pemerintahan dalam prospek yang baik, atau sesuai visi pembaharuan yang telah dicanangkan sebelumnya.
Akan tetapi dalam karakter dan jangkauan networking yang luas, dengan kapasitas sebagai bekas Kakor Brimob Polri, Murad Ismail selaku Gubernur menunjukan kualitas-nya.
Anak Maluku yang mengemban amanah sebagai orang nomor satu di Maluku itu berselancar dalam menjawab kondisi dan kebutuhan Maluku yang begitu stagnan.
Hal ini terlihat nyata, dari rekonstruksi pola pemerintahan dan jejaring yang terbangun selama bertugas di kepolisian, dimaksimalkan dalam upaya menjawab tanggung jawabnya. Menjadi semacam akselerasi yang potensial dalam meningkatkan bargaining Maluku di pusat
Dari sektor ekonomi misalnya, walau dihadang pandemi Covid-19, Maluku mengalami peningkatan atau setidaknya ada dalam kondisi yang lebih baik dari sejumlah daerah. Hal ini sesuai hasil release yang disampaikan sejumlah media.
Padahal kalau kita flashback dalam tata kelola pemerintahan, biasanya kestabilan pemerintahan efektif akan diukur ketika masuk tahun ketiga. Akan tetapi cita kemajuan sesuai visi-misi yang dicanangkan, membuat Gubernur Maluku Murad Ismail kerja ekstra untuk menjawab rintangan dan tantangan.
Hal ini dilihat dari upaya Gubernur dalam meningkatkan bargaining Maluku dengan Pemerintah Pusat. Upaya yang sebagaimana diketahui menghasilkan beberapa terobosan.
Salah satunya dapat dilihat dari didapatkannya bantuan kapal Feri untuk Maluku dari Kementrian Perhubungan RI, sebagai salah satu armada, menambah sarana penghubung pulau-pulau di Maluku lewat transportasi laut
Hal ini tentu belum seberapa, atau bisa dikatakan belum optimal, andai dalam dua tahun terakhir ini tak ada prahara Covid-19 menghantui NKRI. Realitas yang tentu saja berdampak pada kinerja pemerintah pusat sampai ke daerah.
Sejumlah anggaran pembangunan yang sebelumnya telah dialokasikan untuk Maluku, ikut terkoreksi, sehingga diarahkan pada upaya pencegahan Covid-19. Akan tetapi lagi-lagi dalam kondisi ini tak membuat Gubernur Murad Ismail tinggal diam.
Pengalihan anggaran yang menjadi permasalahan berimbas pada pembangunan, namun mengingat Maluku adalah daerah yang perlu terus berkembang, sehingga aspek pertumbuhan lewat pembangunan harus tetap berjalan.
Dengan gaya yang terbuka khas orang timur, Gubernur Murad menjawab tantangan ini dengan mengupayakan dana segar lebih dari 700 Miliar dari SMI. Sekalipun dana itu kemudian sempat menjadi problem di kalangan aktivis dan masyarakat, atau memunculkan berbagai perdebatan.
Namun setelah dikaji dan melihat realitas, ternyata itu hanyalah instrumen dari lawan politik untuk menjatuhkan citra Gubernur Maluku, lewat isu yang dibuang untuk kemudian diperdebatkan.
Ini dapat dilihat dan diperjelas dengan tidak adanya alasan yang rasional dan logis dalam menjelaskan alasan terkait persoalan dana SMI tersebut. Justru yang ada hanya upaya wacana liar yang terbangun yang tidak bisa disampaikan alasan-nya dengan jelas, objektif dan transparan.
Dengan menelaah realitas ini, rasa-rasanya publik Maluku justru harus berterimakasih kepada Gubernur Maluku atas torehan-nya yang jarang dimiliki dan ada pada kepemimpinan-kepemimpinan sebelum nya.
Hal ini lebih diperjelas dengan angka kemiskinan masyarakat Maluku yang semakin menurun dan tingkat kesejahteraan begitu mulai terlihat. Meskipun ada wacana liar yang terbangun dengan mempolitisir beberapa proyek pembangunan.
Misalnya persoalan trotoar jalan di Kota Ambon, padahal kalau kita kaji lebih jauh konsep pembangunan bahan dasar trotoar yang dimaksudkan adalah konsep yang telah dipakai di sejumlah kota, yang kemudian diaplikasikan ke Maluku guna pembaharuan.
Satu upaya menuju Maluku Manis, relevan dengan tagline Ambon Manise, selaku ibukota dan pintu gerbang Provinsi Maluku. Rupanya masih banyak yang perlu diajak untuk melihat dan berfikir positif.
Atas berbagai proses yang telah berjalan dan yang tengah diupayakan itu, Gubernur Murad Ismail layak untuk diapresiasi. Tentu atau mungkin ada yang masih kurang, tapi sebagai insan optimis, mari kita fokus pada hal-hal positif dan produktif.
Ambon, 15 Juni 2021
Penulis adalah intelektual muda Maluku, aktif di Ikatan Cendekiawan Muda (ICMA) Maluku, tulisan ini turut menandai dua tahun kepemimpinan Gubernur Murad Ismail