Tinggalkan Zona Nyaman, Lalui “Jalan Busur” Demi Maluku Berkemajuan: Jejak Langkah Murad Ismail Sebagai Pemenang Hati Rakyat

0
1960

“Toh, sadar atau tidak, Maluku bukan sekedar kepingan pulau pelengkap terbentuknya negara Indonesia. Namun, lebih dari itu, Maluku adalah sebuah bangsa, yang berjaya atau gagal, adalah menjadi tanggung jawab dari anak-anak Maluku sendiri.”

Oleh : Bara Api Tualeka 

Keputusan meninggalkan zona nyaman adalah salah satu momentum paling berat dalam kehidupan setiap orang. Karena selalu saja ada pergolakan batin yang sangat dahsyat ketika saat itu tiba. Dua sisi jiwa saling berhadap-hadapan. Kegagalan, kehilangan kuasa dan pengaruh adalah sisi putus asa yang kadang mendominasi dibandingkan sisi optimisme yang memancarkan energi positif untuk segera move on demi meraih kesuksesan lain di tempat baru. 

Untuk mengukur seberapa beratnya meninggalkan zona nyaman tersebut, mungkin bisa ditanyakan kepada pasangan muda-mudi yang sedang kasmaran, jatuh cinta, atau mereka yang pernah muda, apakah pernah meninggalkan pasangan ketika sedang cinta-cintanya? rasanya tidak pernah, karena selain peristiwa yang tidak mungkin, juga sangat berat untuk melakukannya. Apalagi cinta masa remaja penuh emosi. Jangan tinggalkan, menoleh sesaat saja rasanya tak sanggup hati menahan rindu. 

Dalam diskursus berbeda, tantangan berat untuk meninggalkan zona nyaman tersebut layaknya seorang selebriti papan atas yang sedang berada di puncak keemasan namun harus pergi meninggalkan itu semua. Segala hingar-bingar kehidupan, kepopuleran, pendukung fanatik yang setia memuja dan berikan pujian, harus ditinggalkan. Beratnya, semua yang sudah akrab dengan mereka itu belum tentu bisa digenggam kembali di kemudian hari. 

Nah, karena meninggalkan zona nyaman tersebut memiliki tantangan yang super berat, maka tidak banyak orang yang berani menelusuri “jalan busur” semacam itu. Ya, hanya petarung sejati yang menganggap bahwa kehidupan ini seperti anak panah yang baru akan berarti bila sudah keluar dari busur, melesat kencang menusuk sasaran. Harus berani melawan arus kenormalan demi menjadi lokomotif perubahan bagi masyarakat luas. 

Murad Ismail adalah salah satu dari sedikit orang yang memiliki nyali super besar itu. Pernah berada di puncak kejayaan dalam karir, serta dikelilingi oleh ribuan anak buah yang superloyal sekaligus didukung oleh anggaran operasional yang melimpah. Namun, Murad tidak silau dengan semua kenyamanan itu. Dia berhasil menaklukan dirinya, dan segera keluar dari zona nyaman, wilayah yang sudah dirintis lebih dari 30 tahun. Demi sebuah misi suci lain. 

Ya, Murad adalah salah satu putra terbaik Maluku yang sukses menembus pendidikan tinggi keperwiraan di institusi kepolisian tanah air pada dekade 1985. Sebuah prestasi yang entah mengapa mulai jarang dicapai oleh generasi muda Maluku belakangan ini. Secara perlahan, dengan penuh kedisiplinan tinggi dan tekad kuat, ayah dari lima anak itu mulai menapaki karir yang lebih tinggi dari waktu ke waktu. 

Puncaknya, Murad dipercayakan oleh negara memimpin salah satu pasukan elit Kepolisian Indonesia dengan menjadi Komandan Korps Brimob selama tiga tahun, 2015-2018, yang kemudian dilanjutkan dengan menjabat posisi strategis sebagai Analis Kebijakan Utama Bidang Brigade Mobil Korbrimob Polri dengan dua bintang emas berada di pundaknya. Pencapaian itu tidak lepas dari segala prestasi yang diraih bersama institusi negara yang identik dengan warna coklat itu.

Baca Juga  In Memoriam: Om Beng Leiwakabessy Sang Maestro Hawaiian Maluku

Murad sebenarnya berpeluang untuk meraih posisi-posisi strategis lain dalam karir kepolisiannya. Dia bahkan juga berkesempatan mendapatkan koleksi bintang lebih banyak di pundaknya. Namun, demi sebuah pengabdian lebih besar dan luas, suami dari Widya Pratiwi memutuskan untuk meninggalkan semua itu, yang mungkin saja oleh sebagian besar orang adalah posisi rebutan yang kemudian akan dipertahankan mati-matian. Murad dengan segala konsekuensinya memutuskan untuk pergi tinggalkan zona nyamannya. 

Dia memutuskan untuk pensiun sebelum waktunya. Karena, ada cita-cita lain yang tidak kalah mulia untuk membangun bangsa dan negara seperti yang sudah dia lakukan selama berkarir bersama institusi kepolisian. Murad meninggalkan semua fasilitas, pangkat dan jabatan itu demi pengabdian adiluhung di tanah kelahiran, Maluku. Pengalaman dan petualangannya keliling Nusantara dianggap sudah cukup. Saatnya, pulang kampung, dan membangun Indonesia dari Maluku. 

Murad mencalonkan diri sebagai Gubernur Maluku. keputusannya tersebut cukup berani dan syarat resiko. Karena selain berstatus sebagai pendatang baru dalam pentas politik lokal, pria yang kemudian didapuk sebagai Ketua DPD PDIP Maluku itu harus berhadapan dengan sejumlah elit politik lokal yang rata- rata adalah pemain lama. Salah satunya adalah calon incumbent yang terkenal kuat karena sudah lama menancapkan akar politiknya saat masih berkuasa dulu. 

Bertarung sebagai sosok yang bukan diunggulkan, Murad tetap percaya diri. Segenap pengalaman yang dia dapatkan sepanjang berkarir di kepolisian langsung dijadikan sebagai jurus kunci untuk masuk, membaur dan kemudian memenangkan hati rakyat Maluku. Dia sangat mudah melakukan itu semua. Maklum, selama berkarir di Kepolisian, Murad sudah berpengalaman berinteraksi dengan banyak orang, etnis dan budaya yang berbeda, sehingga dia tidak kikuk saat berbaur dengan masyarakat Maluku. 

Saat pesta demokrasi sedang berlangsung, Murad pun memilih gaya komunikasi lebih milenial dan kekinian, dibandingkan kandidat lain yang masih menggunakan cara-cara lama yang terlalu formalistis dan terlihat kaku. Kebetulan, apa yang digandrungi oleh masyarakat Maluku, juga disukai oleh Murad, mereka sama-sama, menyukai musik. Bila kandidat lain mengundang artis ibukota meriahkan panggung kampanye mereka, Murad tidak sebatas mengundang, melainkan juga menjadi artisnya. Suaranya yang merdu dan sangat menghibur. 

Hasilnya pun bisa ditebak, meski berstatus pendatang baru dalam pentas politik Maluku, Murad bisa diterima dan sukses merebut hati rakyat. Kemauan besarnya untuk mengabdi kepada tanah kelahiran, dilengkapi dengan kemampuan manajemen kepemimpinan yang dimiliki, sukses mengantarkan Murad sebagai pemenang. Sebuah pelajaran menarik, bahwa ada kesuksesan besar di luar sana bila kita seandainya mau berani keluar dari zona nyaman. Toh, walaupun gagal, kita tetap akan menjadi pemenang kehidupan dan lebih bijak memandangi hidup.


Hebatnya, setelah keluar sebagai pemenang, Murad tidak lantas berubah. Dia tetap “menginjakan kakinya di bumi” dengan gaya komunikasinya yang apa adanya, terus terang laiknya karakter orang Maluku sejati. Bukti bahwa, apa yang dia tunjukan selama berkontestasi dalam panggung politik Maluku sebelumnya tersebut, bukan sekedar casing semata, melainkan karakter dia yang sesungguhnya. Tanpa pura-pura, bukan pencitraan. 

Semua terasa lengkap, karena ayah dari Mega Natasya, Reza Ananta, Rahmad Fadir, Nabila Athaya dan Murad Ismail Jr itu juga memiliki hati yang sangat luas dengn mau merangkul, memberikan pelukan kepada siapapun, bahkan oleh mereka yang pernah menjadi lawan politiknya. Sehingga, tidak asing, bila tiba-tiba Murad hadir dalam acara-acara pribadi para oposan atau mereka yang hanya mencoba-coba mengambil posisi oposisi demi terlihat eksis. 

Bahkan, seorang pengumpat jalanan yang menyerang kehormatan keluarga Murad pun, justru diundang makan malam. Padahal, sebagai seorang kepala daerah, Murad bisa saja menempuh jalur hukum untuk memberikan efek jerah kepada mereka yang sudah mengganggu kehormatan dan martabatnya tersebut. Tapi, hati yang luas membuat Murad memutuskan “memeluk” mereka daripada memasang sikut tanda melawan. Ya, seperti pepatah Nasrani, bila engkau ditampar pipi kiri, berikan lagi pipi kanan. 

Kesan humble, itu juga yang kami saksikan dan alami sendiri saat Putra Maluku (PUMA) menjalani tour Maluku pada akhir 2020 lalu. Putra Maluku adalah salah satu komunitas sepak bola yang dihuni oleh para pesepak bola tanah air asal Maluku yang saat ini berdomisili di Surabaya. Di antaranya Kapten Timnas peraih Medali Emas SEA Games 1991, Ferril Raymond Hattu, ada juga sederet legenda Persebaya, Yongki Kastanya, Aris Sainyakit, Yusuf Mony, Chairil Anwar Ohorella, Reinold Pieters, Nus Yadera serta Edo Mangilomi. 

Itu adalah tour kedua Putra Maluku di tanah kelahiran, setelah sebelumnya dilakukan pada 2018 silam. Dalam tour kali itu, Putra Maluku berkesempatan bermain melawan Masohi Old Start, Liang Old Star dan Tulehu Putra serta PS Ambon Old Star, yang semua pertandingan itu berakhir dengan kemenangan bagi Putra Maluku. Di hari terakhir, Murad mengajak semua punggawa Putra Maluku sebanyak 22 pemain untuk bersilaturahmi di kediamannya. 

Ketika berada di kediaman pribadinya itu, Murad benar-benar menjadi tuan rumah sangat baik dengan menjamu semua tamunya bak raja, atau pahlawan yang baru saja memenangkan pertarungan besar di luar sana. Dengan hidangan makan malam khas Maluku, semua tamu yang hadir diberikan kesempatan luas, sebebas-bebasnya. Bahkan, berkomunikasi se-intim mungkin tanpa sekat atau ruang pembatas. Sekali lagi, Murad melebur. Kata masyarakat Hindu, “Tat Twam Asi” Aku adalah engkau, engkau adalah aku. 

Sebuah pengalaman yang tidak pernah kami pikirkan sebelumnya. Betapa tidak, itu adalah pertemuan perdana kami dengan orang nomor satu di Maluku itu. Apalagi, kepiawaian Murad mendendangkan lagu-lagu country, jazz serta pop asal Maluku membuat kami terkesima. 

Semua semakin lengkap, karena kemampuan Murad mencairkan suasana dengan menyelipkan kalimat-kalimat banyolan ala stand-up comedy saat memberikan sambutan. Para legenda sepak bola asal Maluku itu dibuat terpingkal-pingkal oleh Murad. Suasana yang awalnya kaku, berubah menjadi gayeng, seolah-olah kita sudah berteman lama. Pertemuan selama empat jam pun tak terasa. 

Murad telah memposisikan dirinya sebagai “meja makan’ bagi semua Putra Maluku di mana saja berada. Itu karena dia bersedia menampung semua keluh kesah setiap orang yang berdarah Maluku. Ya, dalam memimpin Maluku, Murad berusaha menghindar dari cara-cara formalitas. Sebaliknya, tekad dan kecintaan penggembalaan yang ditempuh, bahwa di depan memberikan contoh, di tengah memberikan semangat, serta di belakang memberikan dorongan. 

Sebab, demi Maluku Berkemajuan, semua pihak wajib memberikan kontribusi positif. Mereka yang saat ini berada di garda terdepan, baik para birokrat, dan elite politik, sudah waktunya bersinergi memberikan contoh. Sementara mereka yang berada di tengah pusaran pembangunan, yuk sama- sama memberikan support, dan motivasi, agar ketertinggalan Maluku dari daerah lain di republik ini segera terpecahkan. 

Lantas, mereka yang berada di belakang layar, berposisilah sebagai pendorong, agar gerak jalan cita-cita bersama menuju kejayaan Maluku bisa melaju lebih kencang. Toh, sadar atau tidak, Maluku bukan sekedar kepingan pulau pelengkap terbentuknya negara Indonesia. Namun, lebih dari itu, Maluku adalah sebuah bangsa, yang berjaya atau gagal, adalah menjadi tanggung jawab dari anak-anak Maluku sendiri. 

Murad sudah menunjukan kepada kita semua bahwa, dia sudah tuntas dengan dirinya sendiri. Selanjutnya, tugas dan tanggung jawab adalah mensejajarkan Maluku dengan daerah-daerah lain di Nusantara. Karena berstatus tertinggal di tengah-tengah ke gelimpangan sumber daya alam, mulai dari kekayaan laut yang begitu luas serta hasil alam yang tak bertepi adalah sebuah kebodohan yang telanjang, dan itu harus diperbaiki. 

So, semangat baru yang sedang diusung oleh Murad itu, seperti pepatah Jawa, Hamemayu Hayuning Bawana; Mempercantik Keindahan dunia, bukan merusak keindahan dunia. Dan, entah kebetulan atau tidak, misi suci yang sedang dijalankan itu ternyata selaras dengan nama yang disematkan oleh orang tuanya. Memang, dalam bahasa Arab, Murad artinya adalah Kemauan atau Tekad Yang Kuat, sementara Ismail, adalah cerminan Nabi Ismail yang rela mempersembahkan dirinya untuk disembelih demi kesempurnaan Iman dari sang ayah, Ibrahim. 

Semoga kedepan, Murad tidak lelah dan patah semangat menjadi lokomotif demi menjadikan Maluku Berkemajuan. Walaupun kemudian sedang berada di titik untuk menyerah, ingatlah, alasan apa yang membuatmu memulai semua ini. Karena dengan mengingat-ingat kembali alasan dan niat awal tersebut, maka jiwa kita akan kembali bersemangat dalam menyusuri jalan busur demi Maluku Berkemajuan. 

Surabaya, 17 Agustus 2021 

Baca Juga  Sensasi Liga Sepak Bola Tulehu Rasa Piala Dunia

Salah Satu Putra Maluku di Surabaya yang pernah merintis karir sebagai jurnalis olahraga di salah satu harian Nasional Jawa Pos. Saat Ini menjadi bagian dari tim manager official Persebaya Surabaya, salah satu tim sepak bola terbesar tanah air. Catatan ini untuk menandai dua tahun kepemimpinan Gubernur Murad Ismail