TABAOS.ID,- Rencana Mengangkat bendera “Perang” dengan Mentri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti oleh Gubernur Maluku, Murad Ismail sepertinya harus ditunda dulu untuk sementara waktu.
Pernyataan protes kepada Mentri Susi dengan bentuk perang ini ditepis melalui klarifikasi Gubernur Murad dengan hanya menyatakan sekedar main-main.
Namun, Pemerintah Maluku, dalam hal ini Gubernur Maluku telah menyiapkan 5 pernyataan kepada pemerintah pusat.
Kelima point penyataan ini dibacakan gubernur Maluku dihadapan para utusan mentri Susi. Salah satu point permasalahan adalah Menteri Kelauatan dan Perikanan Susi Pudjiastuti belum memberikan paraf pada draf Peraturan Presiden (Perpres) Lumbung Ikan Nasional (LIN).
Draf LIN itu diketahui telah di paraf Menkumham, Menko Kemaritiman dan Sekretaris Kabinet (Setkab) sebagai bentuk persetujuan. Draf ini baru akan ditandatangani Presiden bila Menteri Susi memberikan parafnya. Padahal, dirinya telah berjanji berkali-kali. Namun hingga kini draf Perpres LIN tersebut tak kunjung di tandatangani
Selain tanda tangan persetujuan Draf Perpres LIN, terdapat 4 poin lainnya yang menjadi tuntutan Pemerintah Daerah Provinsi Maluku. Totalnya terdapat 5 poin penting yang kini telah diambil dan dibawa utusan Menteri Susi ke Jakarta, Kamis (5/9/2019).
Dan berikut adalah lima pernyataan Gubernur Maluku, Murad Ismail kepada Pemerintah Pusat, :
Pertama, Meminta Pemerintah Pusat segera merealisasikan janji-janjinya kepada masyarakat Maluku terkait Maluku sebagai LIN, baik dalam bentuk regulasi maupun program kebijakan.
Kedua, Mendesak DPR-RI dan Pemerintah Pusat segera mengesahkan RUU Provinsi Kepulauan menjadi Undang-Undang;
Ketiga, Meminta Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti segera memberi paraf pada draf Perpres LIN, karena hanya sisa dirinya baru draf tersebut bisa ditandatangani Presiden RI. Sebelumnya, Kemenkumham, Menko Kemaritiman, dan Setkab sudah memberikan paraf persetujuan.
Keempat, Mendesak Mendagri untuk segera menyetujui Perda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang sudah diajukan Pemerintah Maluku, termasuk dari daerah lainnya.
Kelima, Mendesak Pemerintah Pusat agar mengeluarkan Peraturan Pemerintah dengan mencantumkan objek kelautan dalam retribusi daerah.
Selain 5 poin penting ini, Pemerintah Maluku juga menyampaikan sikap terkait polemik di sektor kelautan. Sebanyak 10 pernyataan sikap disampaikan yaitu sejak Provinsi Maluku dicanangkan sebagai LIN oleh Presiden Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhono saat menghadiri Sail Banda di Ambon tahun 2010, namun sampai saat ini LIN belum juga terealisasi baik dalam bentuk regulasi maupun program kebijakan.
Kedua, Presiden Indonesia Joko Widodo menjanjikan Maluku dijadikan sebagai LIN, bahkan disampaikan secara terbuka sebanyak dua kali di depan publik Maluku. Yakni saat Presiden menghadiri pembukaan Tanwir Muhammadiyah di Ambon tanggal 23 Februari 2017, dan saat menghadiri Hari Pers Nasional (HPN) tanggal 9 Februari 2017 di Ambon.
Presiden saat itu menyatakan bahwa pemerintah tengah menyiapkan payung hukum tentang Maluku sebagai LIN, apakah dalam bentuk Keputusan Menteri atau Perpres. Sampai saat ini, payung hukum yang dijanjikan tidak pernah terpenuhi.
Ketiga, Menteri Kelautan dan Perikanan RI Susi Pudjiastuti saat di depan Paripurna Istimewa DPRD Provinsi Maluku pada 11 Desember 2014, berjanji akan membantu Maluku memperoleh Rp1 triliun setiap tahun sebagai implementasi dari program LIN. Sampai saat ini, janji itu tidak pernah dipenuhi. Janji itu disampaikan Menteri Susi saat diundang ke DPRD Provinsi Maluku oleh mantan Gubernur Maluku Said Assagaff dalam agenda penyerahan RAPBD 2015, seusai dirinya meresmikan Pengadilan Perikanan Ambon.
Keempat, Perpres tentang LIN sudah selesai diharmonisasi di tingkat Kementerian Hukum dan HAM, dan sudah mendapat paraf dari Setkab dan Menko Kemaritiman. Hanya tinggal paraf Menteri Kelautan dan Perikanan, dan LIN menjadi sebuah produk hukum dalam bentuk Perpres. Ada apa dengan Menteri Kelautan dan Perikanan yang masih menahan draf Perpres ini? Padahal LIN sudah masuk dalam Renstra KKP tahun 2015-2019.
Kelima, Begitu strategisnya potensi perikanan di Maluku membuat Kementerian Kelautan dan Perikanan sangat berkepentingan membangun Unit Pelaksana Tugas (UPT)-nya di Provinsi Maluku. Tercatat ada delapan UPT KKP di Maluku, bila dibandingkan dengan provinsi lain biasanya hanya empat sampai enam UPT KKP saja.
Keenam, Meskipun sangat terbatas perhatian Pemerintah Pusat di bidang perikanan dan kelautan kepada daerah Maluku, namun Maluku masih memberikan apa yang menjadi kebutuhan Pemerintah Pusat di daerah. Dari delapan UPT KKP di Maluku, tujuh UPT-nya berkantor di atas lahan yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi Maluku. Ketujuh UPT milik Kementerian yang dibangun di atas lahan Pemerintah Provinsi Maluku itu adalah : Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Ambon, PPN Tual, Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL), Sekolah Usaha Perikanan Menengah/Politeknik Perikanan, Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (PMKHP), Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), dan Loka Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (LPSDPL).
Ketujuh, Hanya ada satu UPT yakni Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BPPP) Ambon yang menggunakan lahan bekas Balai Ketrampilan Penangkapan Ikan (BKPI). Kebaikan Maluku serta potensi perikanan Maluku yang diambil selama ini, tidak sebanding dengan pendapatan balik yang diperoleh Maluku dari sektor ini. Jika pengelolaan potensi perikanan Maluku, tetap dibatasi hanya 12 mil laut, maka kantor-kantor UPT yang ada di Maluku juga harus dibangun di atas 12 mil laut, jangan di atas daratan Maluku.
Kedelapan, Selama ini perlakuan terhadap sektor perikanan sangat merugikan Maluku, seperti Dana Bagi Hasil (DBH), kewenangan perizinan, dan regulasi yang mengatur tentang retribusi daerah. Jumlah kapal ikan yang memperoleh izin operasi dari Pemerintah Maluku hanya 288 kapal, karena adanya batasan dibawa 30 GT. Sementara jumlah izin kapal yang dikeluarkan Menteri dan beroperasi di Maluku sebanyak 1.640 kapal. Anehnya, kapal-kapal ini tidak mempekerjakan orang Maluku, home based-nya pun menggunakan pelabuhan yang semestinya dilabuhi oleh kapal-kapal izin provinsi.
Sembilan, Sebanyak ratusan miliar hingga triliunan rupiah diambil dari sector Perikanan di Maluku, namun yang balik ke Maluku dalam bentuk DBH sektor perikanan tidak lebih dari Rp11 miliar, dengan rincian setiap Kabupaten/Kota di Maluku hanya peroleh Rp. 983 juta. Nilai ini tidak sebanding dengan nilai yang diambil dari Maluku, dan tidak menjawab rasa keadilan bagi daerah.
Sepuluh, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti kembali berjanji untuk memperhatikan Maluku melalui dana alokasi khusus (DAK) 2018 di Bandara Pattimura Ambon, saat dirinya transit sebelum melanjutkan kunjungan kerjanya ke Pulau Banda pada 23 Oktober 2017. Sementara DAK Maluku hanya berkisar Rp23 miliar, tidak sebanding dengan nilai yang dibawa keluar dari Maluku melalui potensi perikanan.
Sementara itu Sekjen KKP Nilanto Perbowo mengatakan, pihaknya di utus Menteri KKP untuk bertemu dengan Gubernur Maluku. Pertemuan berlangsung lebih dari 3 jam. Pihaknya bertemu dan berdialog dengan Gubernur terkait harapan beliau untuk memajukan Maluku kedepan.
“Kami menyampaikan terima kasih kepada Gubernur tentang apa yang sudah disampaikan kepada kami. Tentu kami akan sampaikan apa apa yang sudah kami terima dan dibawa ke Jakarta. Semua hal disampaikan akan kita tindaklanjuti dengan secepat mungkin dan sebaik mungkin,” tandasnya. (T05)