Hentikan Rasisme dan Kekerasan

0
1713

Oleh: Ikhsan Tualeka

Satu video pendek yang beredar di kalangan orang Maluku memperlihatkan seorang asal Maluku dikeroyok dan dipukul hingga babak-belur. Aktor utama dalam video itu adalah seorang berbaju biru.

Pada video lain, nampak pria berbaju biru itu memeriksa dompet dan identitas orang itu, dan ketika tau kalau yang bersangkutan orang Ambon (Maluku) dia kemudian kembali melakukan penganiayaan.

“Lo orang Ambon cari nafkah di wilayah saya, cari sesuap nasi, jangan begitu goblok”, sebut baju biru itu sambil menganiaya korban.

Pria berbaju biru itu bersama rekannya juga menyeret korban yang belakangan diketahui bernama Bobby Joseph Paliama, dari arah luar gedung ke dalam gedung. Persis seperti memperlakukan seekor binatang.

Bahkan kadang bintang juga diperlakukan jauh lebih mulia. Sungguh menyayat hati siapapun yang menonton, apalagi yang punya hubungan atau kaitan keluarga dan kerabat dengan korban.

Belum ada kejelasan pasti latar kejadian, tapi dari senjumlah video yang beredar itu, dapat disimpulkan kalau Bobby adalah depkolektor yang sedang berurusan dengan debitur. Untuk mengelak, mereka kemudian memprovokasi warga sehingga turut mengeroyok Bobby.

Tentu akan ada klarifikasi lebih lanjut terkait duduk persoalan yang sebenarnya. Tapi melihat bagaimana Bobby diperlakukan, apalagi mendengar sebutan dan pernyataan bernada rasisme dari pengeroyok, terutama yang berbaju biru itu, sangat tidak manusiawi.

Bisa dibayangkan perasaan keluarga atau mungkin anak-istri dari Bobby, melihat ayah-suaminya yang sedang mencari nafkah, atau mungkin sekadar mempertahankan hidup di tengah ekonomi yang sulit, hampir meregang nyawa.

Kejadian yang menimpa Bobby ini mengingatkan kita pada pembunuhan seorang pemuda Maluku oleh sekelompok orang di Perumahan Raffles Depok pada Februari lalu juga karena menagih hutang.

Baca Juga  Sinovac Disuntikan Ke Tenaga Medis Puskesmas Kilang

Atau terhadap John Titaley tahun 2021 di Tangerang oleh anggota ormas saat mencari pemuda Ambon lainnya, namun tidak ketemu. Mereka mengeroyok John hanya karena dia hitam, keriting atau berciri orang Ambon.

Tentu ini menambah daftar panjang korban anak-anak muda Maluku di perantauan, yang harus menyambung hidup meninggalkan kampung atau daerahnya yang memang masih miskin dan tertinggal, meskipun kaya sumber daya alam.

Kembali ke pengeroyokan terhadap Bobby. Kasus ini mesti ditangani secara serius oleh pihak kepolisian, para pelaku harus segera ditahan. Terutama yang berbaju biru di dalam video yang beredar itu.

Si baju biru yang diduga bernama Ali Nurdin itu tak ubahnya Mario Dandy yang mengeroyok David Ozora Latumahina (juga orang Maluku) hingga terkapar dan sampai hari ini masih dirawat di rumah sakit.

Penangkapan terhadap si baju biru tidak saja agar yang bersangkutan mempertanggungjawabkan perbuatannya. Tapi juga mencegah hubungan kausalitas, atau ada dari pihak Boby yang mencari dan mengambil tindakan sendiri.

Kita menunggu dan mengikuti setiap langkah dan upaya dari aparat kepolisian dalam menyelesaikan insiden ini. Bahwa Bobby dan orang Ambon (Maluku) lainnya, tak pantas diperlakukan tidak manusiawi, dan siapapun pelakunya harus bertanggung jawab.

Jangan ada lagi rasisme, diskriminasi dan kekerasan terhadap orang Indonesia timur. Depkolektor menjadi pilihan banyak anak-anak muda dari kawasan timur karena hanya itu yang mungkin bisa mereka kerjakan di tengah himpitan ekonomi dan ketiadaan lapangan pekerjaan.

Selama SDM orang timur (Maluku) tidak diperhatikan, selama angka pengangguran terus tinggi secara nasional, selama itu pula orang timur akan tetap ada pada pilihan jalur hidup yang keras di ibukota Jakarta.

Baca Juga  Permohonan Maaf Kembali Disampaikan Kasrul Kepada Para Pendemo

Dan itu artinya, mata rantai kekerasan dan diskriminasi terhadap orang Maluku akan terus ada atau terjadi. Menjadi siklus yang terus berulang.

Saatnya sumber daya manusia (baca: pendidikan) dan lapangan pekerjaan untuk orang Maluku, juga orang timur lainnya, lebih diperhatikan, sehingga tak ada lagi yang jadi korban karena stigma, akibat menjadi urban dengan pilihan pekerjaan yang keras dan menyerempet bahaya.

Penulis adalah Direktur Maluku Crisis Center (MCC), juga aktif di Komunitas Penulis Maluku (Kopi Maluku)