Oleh:Muhammad Faisal Saihitua
Pesta demokrasi yang akan dinikmati oleh setiap anak bangsa Indonesia pada 14 Februari 2024 mendatang terasa tak ada habisnya untuk diperbincangkan. Hampir setiap tahapan menarik perhatian publik, tak terkecuali debat capres dan cawapres yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Debat yang diselenggarakan telah memasuki bagian kedua, di mana sebelumnya telah diadakan pada Selasa, 12 Desember 2023. Bagian kedua ini cukup menyita perhatian publik, terutama penampilan dari cawapres nomor urut dua, Gibran Rakabuming Raka.
Rasa penasaran publik bukanlah tanpa alasan, karena Gibran merupakan pendatang baru dalam kontestasi politik nasional. Dua pesaingnya, Abdul Muhaimin Iskandar pasangan Capres Anies Rasyid Baswedan, dan Mahfud MD (Prof Mahfud), pasangan Capres Ganjar Pranowo, keduanya merupakan tokoh politik yang berpengalaman.
Muhaimin Iskandar yang akrab disapa Cak Imin atau Gus Imin merupakan ketua jmum partai politik yang cukup diperhitungkan, yaitu Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Sedangkan Mahfud MD merupakan seorang Guru Besar yang telah lama terlibat dalam dunia politik dan pemerintahan Indonesia, dari masa pemerintahan presiden ke-4 Abdurrahman Wahid hingga saat ini pada era presiden ke-7 Joko Widodo.
Debat Cawapres kali ini sangat menarik, tidak hanya terkait penampilan dari Gibran yang ditunggu-tunggu, tetapi juga karena isu-isu yang diangkat oleh KPU sangatlah penting. Debat kedua mengusung tema Ekonomi Kerakyatan dan Ekonomi Digital, termasuk keuangan, investasi, pajak perdagangan, pengelolaan APBN-APBD, Infrastruktur, dan perkotaan. Tema ini bukanlah isu yang sepele, melainkan sangat menentukan arah pembangunan negara dan kesejahteraan warga negara.
Isu yang seharusnya dibahas secara mendalam dan dieksekusi oleh pemangku kepentingan negara, termasuk orang nomor satu negara, yaitu Presiden, sekarang dibahas oleh peserta Pemilu Cawapres. Menurut Pasal 4 ayat 2 UUD 1945, wakil presiden berkedudukan sebagai pembantu presiden dalam menjalankan pemerintahan. Meskipun tugas ini seharusnya bukanlah isu yang penting untuk diperdebatkan oleh kandidat cawapres, seorang wakil presiden tentu harus memiliki kapasitas yang mumpuni.
Walter Frederick Mondale, seorang politikus Amerika Serikat sekaligus Wakil Presiden Amerika Serikat ke-42 di bawah presiden Jimmy Carter, menyatakan bahwa wakil presiden harus memiliki akses yang lebih besar terhadap informasi dan didorong untuk melakukan pekerjaan nyata. Oleh karena itu, debat ini sangat menentukan kelayakan seorang cawapres, yang sekali lagi akan mempengaruhi preferensi dan pilihan pemilih Indonesia pada tanggal 14 Februari 2024 mendatang.
Debat cawapres kedua pada tanggal 22 Desember kemarin dianggap cukup menjawab sejumlah pertanyaan dan penantian dari masyarakat. Masing-masing cawapres menunjukkan performa terbaiknya, mengingat kali ini merupakan penampilan perdana mereka. Sebagaimana yang dikatakan oleh Malcolm Gladwell, penulis terkenal yang memperkenalkan konsep “Blink” atau intuisi cepat, dalam kesan pertama, pikiran bawah sadar kita memiliki kecenderungan untuk membuat penilaian cepat terhadap orang lain hanya dalam beberapa detik pertama pertemuan.
Gibran, sebagai pasangan cawapres nomor urut dua, mendapatkan kesempatan sebagai ‘opening performer’ pada debat ini. Gibran menyampaikan visi misinya yang berkaitan dengan tema debat kedua, termasuk kondisi ekonomi global, inflasi, gini ratio, hilirisasi pada berbagai sektor penting, dan hilirisasi digital yang perlu diperkuat dengan menempatkan para ahli di masing-masing bidang.
Kesempatan kedua diberikan kepada cawapres nomor urut tiga, Prof Mahfud, yang menyampaikan visi misi pasangannya yang fokus pada penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi yang tentunya berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini sudah menjadi perkiraan publik mengingat Prof. Mahfud akan banyak membahas isu penegakan hukum berdasarkan kapasitas jabatannya dalam pemerintahan saat ini serta latar belakangnya sebagai seorang Guru Besar pada bidang Hukum.
Kesempatan yang sama juga diberikan kepada cawapres nomor urut satu, Muhaimin Iskandar. Gus Imin, sapaan akrabnya, memanfaatkan waktu empat menit dengan pemaparan visi misinya yang lebih menekankan pada keadilan dan kemakmuran ekonomi rakyat. Satu hal yang menarik dari penampilan Gus Imin adalah diksi ‘slepet kain’ yang digunakan. Slepet yang dimaksud oleh Gus Imin merupakan simbolisasi gerakan yang dilakukan untuk memperkuat setiap aspek pembangunan bangsa, salah satunya bidang ekonomi kerakyatan. Hal ini sekaligus mempertegas identitas beliau sebagai seorang santri yang menjelma sebagai seorang politisi kawakan.
Penampilan dari ketiga cawapres dinilai cukup baik dan sangat menarik perhatian publik. Gagasan pembangunan ekonomi dalam menjawab setiap pertanyaan berhasil disampaikan dengan baik. Setiap sesi memberikan warna tersendiri. Hal ini cukup berbeda dengan penampilan debat pertama yang menampilkan para kandidat presiden. Penampilan ketiga calon cawapres terlihat lebih serius, tanpa kesan ‘political entertaining’ yang dimainkan dalam debat pertama.
Penampilan masing-masing cawapres dalam setiap sesi mampu menampilkan performa yang baik dengan penyampaian poin-poin penting dalam menjawab setiap pertanyaan, baik yang berasal dari panelis maupun dari sesama kandidat cawapres. Namun, terdapat catatan penting yang perlu diperhatikan, tidak hanya bagi pasangan capres cawapres, tetapi juga bagi seluruh peserta pemilu, khususnya partai politik.
Tema yang diangkat dalam debat kedua sangatlah penting, atau “daging semua” seperti yang dikatakan anak milenial sekarang. Isu yang diangkat tidak hanya terkait dengan isu ekonomi klasik yang berhubungan dengan peningkatan pajak, pengelolaan APBN maupun APBD, dan investasi, tetapi juga isu yang saat ini sangat penting, yaitu ekonomi digital.
Perkembangan teknologi yang pesat dengan munculnya perangkat dan instrumen teknologi seperti kecerdasan buatan (artificial intelligence), blockchain, Internet of Things (IoT), dan lainnya, semuanya berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi dalam apa yang disebut sebagai ekonomi digital. Pada debat cawapres kedua, isu ini menjadi fokus pada sesi kedua. Pertanyaan tentang kebijakan ekonomi digital diajukan oleh moderator kepada cawapres nomor urut 3, Prof. Mahfud MD.
Prof. Mahfud lebih menekankan pada penegakan hukum, dengan menyampaikan sejumlah kasus yang pernah ditanganinya. Hal ini direspons oleh Gus Imin dengan dorongan untuk meningkatkan literasi digital masyarakat. Sementara Gibran menyoroti pentingnya perlindungan data pribadi, yang merupakan hal krusial dalam kebijakan ekonomi digital.
Apa yang disampaikan oleh Gibran seharusnya dielaborasi lebih lanjut dalam debat tersebut, meskipun waktu yang tersedia sangatlah singkat. Menurut data dari Kementerian Komunikasi dan Informasi, sejak 2019 sudah ada 79 kasus pencurian data di dalam negeri.
Data merupakan kunci bagi ekosistem ekonomi digital. Viktor Mayer-Schönberger, seorang profesor di Oxford Internet Institute, menyatakan bahwa data pribadi merupakan bahan baku utama dalam ekonomi digital. Dia menegaskan bahwa data pribadi yang dikumpulkan dari pengguna internet memiliki nilai ekonomi yang sangat besar dan menjadi komponen penting dalam inovasi dan pengembangan teknologi.
Pada bulan November lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis roadmap Fintech peer to peer lending 2023 – 2028. Selain itu, OJK juga membuat panduan kode etik kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) yang bertanggung jawab dan terpercaya di Industri teknologi finansial. Poin utama dalam pengelolaan ekosistem ini adalah perlindungan data pribadi. Jika pemerintah mampu memberikan kepastian perlindungan data, maka ekosistem ini akan berkembang pesat dan memberikan dampak yang signifikan bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Selain isu Data Pribadi yang berkaitan dengan Ekonomi Digital, terdapat isu lain yang sangat penting dalam ekonomi digital saat ini, baik pada tingkat nasional maupun global, yaitu Carbon. Isu ini diangkat oleh Gibran pada sesi keempat. Gibran menanyakan tentang Carbon capture dan storage kepada Prof. Mahfud MD. Prof. Mahfud lebih menekankan pada proses pembuatan regulasi, namun hal ini tidak cukup merespons substansi terkait apa yang diungkapkan oleh Gibran.
Carbon Capture and Storage (CCS), yang dibicarakan oleh Cawapres Gibran, menurut informasi dari situs Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), merupakan teknologi yang bertujuan untuk mengurangi jumlah emisi CO2 yang dilepaskan ke atmosfer, dengan tujuan mereduksi pemanasan global. Terlepas dari fungsi teknis dari teknologi ini dan kemampuan cawapres untuk meresponsnya, saat ini ekonomi karbon menjadi ekosistem bisnis baru yang sangat prospektif.
Namun, disayangkan hal ini tidak mendapat perhatian besar dalam debat kedua cawapres yang membahas salah satu sub-tema, yaitu ekonomi digital. Ke depan, hal ini perlu mendapat perhatian serius, mengingat Indonesia merupakan paru-paru dunia, dan rencana pembangunan IKN berada pada bagian yang sangat vital bagi keberlangsungan ekosistem ekonomi ini.
Diperlukan sebuah roadmap yang jelas dan komprehensif, tidak hanya terkait regulasi, tetapi juga penting bagi siapapun yang terpilih sebagai pasangan presiden dan wakil presiden untuk memberikan perhatian lebih pada sektor ekonomi ini.
Apalah artinya kejayaan tanpa kesejahteraan, apalah artinya potensi hutan yang begitu besar jika tidak dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat. Perkembangan ekonomi dunia saat ini lebih menekankan pada porsi ekonomi digital. Ironisnya, porsi ini sangat kecil jika dilihat sebagai isu penting yang dibahas dalam debat kedua kemarin.
Debat tentu saja tidak mencerminkan secara utuh gagasan dan tindakan yang akan diambil oleh setiap pasangan jika terpilih. Namun, masyarakat terus menanti langkah terbaik terkait pembangunan ekonomi yang akan diambil oleh pemimpin negara berikutnya, terutama terkait ekonomi digital yang diharapkan mampu membawa kesejahteraan bagi Bangsa Indonesia.
Jika pada tahun 2023 perkembangan digital sudah sangat pesat, bagaimana dengan tahun 2045 yang merupakan tahun emas Indonesia. Semoga kecemerlangan itu dapat dirasakan oleh setiap anak bangsa dengan hasil pembangunan yang lebih menitikberatkan isu ekonomi digital di masa tersebut.
Penulis adalah Ketua DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI)