Oleh : Zainal Efendi S, Ag, M. Pd
Literasi dikenal dengan budaya yang mencintai keterampilan membaca dan menulis, sebagai bagian dari gerbang ilmu pengetahuan. Perkembangan ilmu pengetahuan di suatu negeri, ditandai dengan tingginya tingkat pendidikan di wilayah tersebut, sebagai bagian dari mencintai negeri, kita dapat juga dengan serius mengkampanyekan Ayo Cintai Literasi terutama dari guru kepada siswa.
Kegiatan literasi merupakan bagian penting yang harus dikuasi oleh siswa, dari guru. Dengan kegiatan membaca dan menulis, siswa dapat membaca berbagai ilmu pengetahuan dari mata pelajaran yang ada, maupun melihat informasi lokal dan internasional terkini di internet. Saat ini, seiring perkembangan teknologi tidak hanya buku yang dapat dibaca.
Namun surat kabar elektronik, jurnal, informasi di media sosial bisa dibaca sebagai bagian dari literasi digital. Hanya saja kita perlu, memberi pengetahuan kepada siswa tentang literasi yang patut dan tidak patut diterima. Dari hal tersebut tugas dan fungsi seorang guru memberitahu kepada siswa, menunjukkan contoh-contoh literasi yang positif dan negatif.
Literasi tidak hanya bermanfaat di kelas, sebagai bahan diskusi dan bahan ajar. Namun sebagai sarana melek terhadap perkembangan negeri, tempat siswa tinggal dan punya cita-cita memajukan perkembangan pendidikan di Indonesia. Meskipun tidak semua siswa yang punya cita-cita untuk menjadi guru, setidaknya mencintai literasi akan membimbing dengan baik arah perjalanan cita-cita siswa, membaca bidang yang mereka minati.
Kita bisa membahas kegiatan literasi ditinjau dari segi perkembangan new media. Istilah media baru (new media) telah digunakan sejak tahun 1960-an dan telah mencakup seperangkat teknologi komunikasi terapan yang semakin berkembang dan beragam (Mcquail, 2011). Komunikasi massa tradisional pada intinya bersifat satu arah, sementara bentuk baru komunikasi secara pokok adalah interaktif (Mcquail, 2011).
Perbedaan mendasar tersebut yang mengantarkan kepada proses berpikir bahwa media baru punya kekuatan interaktif yang bisa memberikan respon kepada orang yang memberikan opini tentang suatu hal. Pada media baru, siapa pun yang terhubung ke jaringan internet dapat membuat konten yang mereka inginkan.
Selain itu juga bisa menyebarluaskan informasi secara cepat, punya efisiensi waktu. John Vivan dalam (Nasrullah, 2014) mengungkapkan keberadaan media baru seperti internet bisa melampaui pada penyebaran pesan media tradisoional; sifat internet yang bisa berinteraksi mengaburkan batas geografis, kapasitas interaksi, dan yang terpenting bisa dilakukan secara real times. Media baru memiliki kekuatan interaksi yang bermula dari pembuat pesan, distribusi pesan dan berinteraksi terhadap tanggapan yang diberikan kepada pesan menggunakan jaringan internet.
Nicholas Gane dan David Boor memaparkan karakteristik media baru dengan teamnetwork, interacyivity, information, interface, archieve, dan simulation. Era digital semakin menunjukkan eksistensi kemajuan media baru, digunakan oleh berbagai negara di dunia berpacu membuat platform interaksi dalam bermacam-macam konsentrasi berbasis digital, seperti relasi, karir, donasi, pembayaran virtual, penampil foto, hiburan dan lain-lain. Pada umumnya milenial dan generasi z kenal dengan media sosial facebook, Linkedin, instagram, whatsapp, telegram, masengger, twitter dan banyak aplikasi media sosial modern lain (Nasrullah, 2014).
Sementara itu dari sumber lain, meskipun praktik teori media baru sejarah panjang selama studi komunikasi itu sendiri, peralihan ke teori media baru hanya diformalkan sendiri sejak 1990-an. Difusi dipercepat dari Media digital dari sektor telekomunikasi dan teknologi informasi pada 1990-an telah memimpin studi media dan komunikasi harus didefinisikan oleh objek investigasi baru.
Bahwa studi media baru telah mendapat tempat sebagai cabang teori komunikasi juga bertumpu pada klaim lingkungan, media tradisional memiliki tantangan bukan hanya oleh inovasi teknologi, tetapi pada tingkat ekologis, yang terdiri dari perubahan substansial, kualitatif daripada perkembangan inkremental ke lingkungan media salah satu klaim pertama tentang substansial perubahan karena media dibuat oleh Marshall McLuhan, penemu istilah media, dalam Elektronik Revolusi: Efek Elektronik dari Media Baru, sebuah alamat kepada anggota Asosiasi Amerika untuk Pendidikan Tinggi di Chicago (dan kemudian) dicetak ulang dalam bukunya, Revolusi Elektronik (S. W. F. K. A. Littlejohn, 2009).
McLuhan berpendapat bahwa efek dari elektronik Revolusi pada 1950-an Amerika begitu hebat membuat para pendidik terlantar yang tinggal di dunia itu tidak ada hubungannya dengan mereka yang tumbuh. Bagi McLuhan, revolusi ini dihasilkan ruang kelas tanpa dinding sebagai telekomunikasi dan televisi membawa informasi secara simultan struktur ke masyarakat elektronik.
Dengan hadirnya kegiatan digital yang semakin pesat, siswa bisa ikut terjun langsung menggunakan media baru ini untuk kegiatan literasi. Dapat membaca berita, dan kemudian bisa menuliskan berita di internet dengan baik sesuai dengan yang diajarkan oleh guru sejak dini. Dengan pengetahuan kita tentang perkembangan literasi, yang semula berawal dari kegiatan offline sekarang sudah tranformasi kepada online atau dikenal sebagai literasi digital.
Kedepan kegiatan literasi tidak sekedar berfungsi di kelas, tapi juga pada kehidupan sehari-hari. Dalam mencintai negeri ini Kabupaten Pesisir Selatan, yaitu Indonesia secara umum Ayo cintai literasi cintai negeri untuk masa depan bangsa. Perlu kerja keras dan kesiapan seluruh guru mendukung gerakan cintai literasi, cintai negeri.
Penulis adalah Pendidik dan Pegiat Literasi