Esensi dan Urgensi Pemekaran Daerah Otonomi Baru di Maluku

0
1137

Oleh: M. Saleh Wattiheluw

Tulisan Fajrin Rumalutur dengan tajuk “Pemekaran Daerah Otonomi Baru di Maluku Antara Harapan dan Kenyataan” mencerahkan dan menantang para pemerhati dan pejuang Calon Daerah Otonomi Baru (CDOB) di Maluku.

Terutama bagi yang terhimpun dalam 13 konsorsium CDOB. Konsorsium yang selama ini telah melakukan berbagai upaya dalam memekarkan sejumlah daerah di Maluku.

Memang harus jujur dan diakui bahwa pemekaran atau CDOB di Maluku dihadapkan pada situasi antara harapan dan kenyataan. Sangat sulit kalau tidak ada good will dari pemerintah daerah, apalagi selama ini proses pemekaran di Maluku oleh konsorsium berjalan sendiri.

Meskipun demikian lewat Forum Koordinasi Daerah Pemekaran Daerah (FORKODA) sudah berusaha dan berkoordinasi dengan pemerintah daerah, namun belum direspon dan kesan kurang serius, termasuk juga oleh masing-masing konsorsium.

Agak berbeda bila mau dibandingkan dengan pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota di daerah lain. Dimana proses pemekaran didukung sepenuhnya oleh pemerintah daerah setempat.

Padahal, sebetulnya proses pemekaran di Maluku ini bukan hal baru, karena di tahun 2000 di masa Gubernur Saleh Latuconsina sudah ada survey dan kajian pemekaran daerah baru. Itu artinya data yang ada tinggal dilanjutkan saja.

Maluku butuh pemekaran, ini misi baik, misi kerakyatan sepanjang memenuhi persyaratan UU, apalagi UUD 1945 memberikan ruang mengapa tidak.

Upaya memperpendek rentang kendali dan mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat serta pembangunan adalah tujuan pemekaran.

Distribusi faktor-faktor produksi dan perimbangan adalah konsekuensi dari suatu perubahan dan kemajuan, harus dapat diterima demi kepentingan banyak orang.

Sekarang tinggal kemauan baik dari pemerintah kabupaten induk yang hingga kini belum jelas, terkesan hanya janji padahal yang diperlukan adalah dukungan pemerintah daerah.

Baca Juga  Gus Menteri, Ingatkan BUMDES Tak Boleh Rugikan Usaha Warga

Hal ini sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam UU, agar ikut serta mendorong untuk terpenuhinya persyaratan CDOB sambil menunggu pencabutan moratorium oleh pemerintah pusat.

Sebagai contoh CDOB Seram Utara, dan CDOB Jazirah Leihitu-Salahutu masih kurang syarat administratif wilayah (jumlah kecamatan) yang hingga kini Pemda Malteng hanya pemberian harapan palsu (PHP).

Demikian juga CDOB Kota Kepulauan Lease, belum ada dukungan persetujuan Bupati dan DPRD setempat, padahal sudah berproses secara resmi.

Lantas dimana problemnya? hingga kini Pemda Kabupaten Maluku Tengah tidak juga memberikan penjelasan atau klarifikasi. Wallahualam Bisawab.

Tulisan saudara Fajrin mengkonfirmasi kembali FORKODA Maluku serta konsorsium-konsorsium agar kembali menyingsingkan lengan baju, sambil antisipasi manakala adanya pencabutan moratorium oleh Pempus.

Demikian juga berharap akan ada dukungan penuh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Karena itu mari kita berpikir lebih progresif untuk memudahkan langka dan mencari solusi terbaik dalam proses CDOB agar dari harapan menjadi kenyataan.

Penulis adalah pemerhati kebijakan publik dan aktif di Komunitas Penulis Maluku