Gubernur yang Tegas Bersikap, Siap ‘Perang’ untuk Perjuangkan Kepentingan Maluku

0
1665

“Ketegasan adalah sesuatu keputusan yang harus diambil secara cepat dan jelas dalam situasi yang tidak mengambang dan berlarut-larut. Sebab, tugas yang paling berarti bagi seorang pemimpin adalah mengambil keputusan yang baik, tepat dan progresif.”

Oleh: Maimuna Renhoran, SH., MH 

Kewibawaan pemimpin bukan karena jabatannya, tetapi seberapa banyak keputusannya tepat dan sukses menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Makin banyak keputusan besar yang sukses, makin tinggi derajat kepemimpinannya. 

Itu pula yang barangkali nampak atau terlihat dalam sosok Gubernur Maluku, Irjen Pol (Purn) Drs. Murad Ismail. Ketegasan dan sejumlah keputusan cepat yang dibuat membawanya pada pencapaian pemerintahan yang dipimpin, dan kewibawaan tentu menjadi konsekuensi logis.

Satu kejutan dalam komunikasi verbal, terutama dalam komunikasi vertikal, daerah dengan pemerintah pusat, menjadi ingatan kolektif publik. Sebab mungkin adalah hal yang baru, seorang kepala daerah mengajak ‘perang’ pembantu presiden.

Tepat enam bulan setelah dilantik sebagai Gubernur Maluku, Murad Ismail memberikan pernyataan yang menggemparkan publik Maluku. Dalam acara pengambilan sumpah dan pelantikan penjabat Sekretaris Daerah Maluku di Kantor Gubernur, Senin, 2 September 2019.

Dengan nada tegas, Gubernur Murad seakan memberikan pesan dan ultimatum, kalau situasi tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Maluku jangan terus diperlakukan tidak adil, harus ada perubahan dalam pengelolaan potensi laut Maluku.

“Ini supaya kalian tahu. Kita Perang. Ibu Susui Bawa ikan dari laut Arafura diekspor tapi kita tidak dapat apa-apa berbeda dengan saat sebelum moratorium, dimana uji mutunya ada di daerah. Setiap bulan ada 400 kontainer ikan yang digerus dari laut arafura kemudian diekspor yang juga dari luar Maluku,” tegas Gubernur Murad kala itu.

Pernyataan perang oleh Sang Gubernur kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di atas tentu tidak bisa dimaknai secara harfiah semata. Namun pernyataan ini merupakan bentuk ketegasan sikap protes terhadap kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang dinilai merugikan Provinsi Maluku sejauh ini.

“Kami (Maluku) rugi dengan pemberlakukan aturan yang diterapkan Menteri Susi, padahal ada praktek lain di Laut Arafura. Praktek tersebut tidak memberikan kontribusi bagi pendapatan asli daerah (PAD) Maluku, termasuk pengujian mutu ikan tidak lagi diterbitkan di Ambon, tetapi saat ini diputuskan di Sorong, Papua Barat,” ungkap Gubernur.

Sejumlah fakta ketidakadilan disampaikan dengan terbuka. “Dari 1.600 unit kapal penangkap ikan yang diizinkan Menteri Susi beroperasi di Laut Arafura, ternyata tidak satu pun Anak Buah Kapal (ABK) berasal dari Maluku,” beber orang nomor satu Maluku itu.

Pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh Gubernur Murad sejatinya merupakan fakta yang terjadi dan tak terbantahkan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Maluku. Terutama dampak langsung yang dirasakan Nelayan akibat kebijakan moratorium oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

Sebagai Gubernur yang dipilih oleh masyarakat maka, suda menjadi kewajibannya untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat. Ketegasan dalam memberikan pernyataan perang tersebut merupakan sikap seorang pemimpin yang tegas dan tangguh.

Pernyataan ‘perang’ dari Gubernur Murad rupanya direspon cepat oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Ibu menteri kemudian mengutus jajaran eselon I Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk bertemu Gubernur Maluku, Murad Ismail pada Kamis, 5 September 2019. 

Dalam pertemuan yang berlangsung di Ruang Kerja Gubernur Maluku itu, Gubernur Murad menyampaikan tiga poin penting kepada utusan Menteri Susi untuk ditindaklanjuti Pemerintah Pusat. Pertama, segera direalisasikan janji Pemerintah Pusat menjadikan Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional (LIN) dalam bentuk regulasi dan program kebijakan.

Baca Juga  Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto Kunker ke Ambon

Kedua, mendesak DPR RI dan Pemerintah Pusat segera mengesahkan RUU Provinsi Kepulauan menjadi Undang-Undang. Ketiga, meminta Menteri Kelautan dan Perikanan segera memberi persetujuan pada draf Peraturan Presiden (Perpres) tentang LIN, sebelum diajukan ke Presiden Joko Widodo.

Karena kecintaan dan keseriusan Gubernur Murad terhadap Rakyat dan Negeri ini, maka upaya untuk memperjuangkan Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional (LIN) tidak hanya sampai pada masa tugas Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Tetapi juga pada masa tugas Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.

Tepat 7 April 2020, Gubernur Murad Ismail, menyurati Menteri Edhy Prabowo tentang dukungan Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional (LIN). Surat tersebut kemudian direspon positif oleh Menteri Edhy Prabowo yang langsung melakukan kunjungan kerja ke Maluku, Minggu, 30 Agustus 2020. 

Dalam kesempatan kunjungan itu, Menteri Edhy seolah mau menjawab kekecewaan yang pernah dilontarkan Gubernur Murad pada Menteri Susi. Mempertegas bahwa pernyataan ‘perang’ ternyata memiliki dampak komunikasi yang kuat terhadap pemerintah pusat.

“Kami hadir bukan untuk merepotkan, tetapi mau membuktikan komitmen pemerintah pusat di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Kami ingin menuntaskan utang-utang pemerintah pusat dengan provinsi Maluku,” kata Menteri Edhy Prabowo seperti dikutip dari Antara, Senin, 31 Agustus 2020.

Utang yang dimaksudkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo adalah penerapan Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional (LIN) yang telah dijanjikan sejak 2010 di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Satu komitmen pemerintah pusat yang bila tak diaktualisasikan justru akan menjadi beban sejarah. “Kami tidak ingin lumbung ikan nasional hanya sekedar simbol. Tapi kami ingin langsung mengimplementasikan sebagai suatu kenyataan,” kata Menteri Edhy.

Perjuangan panjang Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional (LIN) selama 10 tahun, akhirnya mendapatkan persetujuan Pemerintah Pusat, semua menjadi buah perjuangan dari Gubernur Maluku dan stakeholders lainnya. Adalah dampak positif Suara lantang dan tegas menyatakan “perang” sebagai bentuk protes terhadap kebijakan Pemerintah Pusat.

Maluku butuh sosok pemimpin cerdas, tegas dan berintegritas dan itu dimiliki Gubernur Murad Ismail. Baru dua tahun beliau memimpin namun perlahan namun pasti, mulai terlihat perubahan, terutama dalam eksekusi kebijakan Pemerintah Pusat untuk Maluku. 

Meski dalam dua tahun Kepemimpinan Gubernur Maluku Murad, banyak ujian dan tantangan yang harus dihadapi. Pada tahun pertama, bencana alam lewat gempa tremor yang yang terjadi terus menerus, mengusik ketenangan warga. Kemudian berikutnya pandemi Covid-19 yang masih ada sampai saat ini.

Namun pemerintah terus berjalan. Semua tugas dan tanggung jawab Gubernur Murad dalam pelaksanaan pemerintahan dapat berjalan berdampingan dengan ujian alam dan pandemi yang kita semua harap segera mereda. Tentu saja ada kekurangan yang harus dibenahi, tapi ibarat kata pepatah, ‘no body perfect’ tak ada pribadi yang sempurna.

Terlepas dari berbagai pandangan negatif yang sengaja dihembuskan oleh ‘lawan politik’ seakan-akan sudah mau pilkada, kita harus jujur menilai dengan realistis terhadap kinerja beliau selama dua tahun ini. Saya dengan tegas berpendapat Gubernur Maluku, Irjen Pol (Purn) Drs. Murad Ismail, masih layak memimpin Maluku kedepan.

Penulis adalah pengajar di Politeknik Perikanan Negeri Tual, aktif di Ikatan Intelektual Muda (ICMA) Maluku. Tulisan ini untuk menandai 2 tahun kepemimpinan Gubernur Murad Ismail