TABAOS.ID,- Kasus dugaan korupsi pengadaan Cadangan Beras Pemerintah ( CBP) Kota Tual tahun 2016 – 2017 yang diduga melibatkan Walikota Tual Adam Rahayaan, dipastikan merugikan negara mencapai Rp 1 miliar.
Hal ini dapat diketahui setelah dilakukan perhitungan kerugian oleh Kantor Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Maluku.
Kasus Tipikor ini rupanya sudah dikantongi penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Maluku, sayangnya kasus ini belum menunjukan kemajuan yang berarti
Salah satu aktivis, Thoni Rahabav kepada media ini di Kota Ambon, jumat (31/12) menyampaikan persoalan hukum yang melibatkan Adam Rahayaan membutuhkan perhatian hukum. Pasalnya setelah dilaporkan ke aparat penegak hukum kasus ini terasa lambat dalam penangananya.
“Ini soal kepercayaan masyarakat terhadap kinerja aparat penegakan hukum, karena kasus dugaan korupsi ini sudah dilaporkan sejak lama, kok serasa terkatung katung,” terangnya.
Menurut Thoni, adanya jatah beras untuk tiap kabupaten kota yang akan digunakan jika terjadi peristiwa luar biasa seperti bencana alam, namun dalam kenyataannya beras ini digunakan saat Kota Tual dalam keadaan aman aman saja.
“Indikasi pelanggaran hukum dalam kasus ini adalah menggunakan jatah beras pemerintah untuk kepentingan yang tidak seharusnya, artinya bahwa penggunaan beras saat itu, Kota Tual dalam kondisi baik – baik saja, tidak ada peristiwa genting seperti bencana alam lain yang berdampak pada terjadinya rawan pangan,“ terang Rahabav.
Dia juga menjelaskan, jika diestimasi dengan harga eceran beras saat itu sejumlah Rp 8.000/kg, maka kerugian negara yang ditimbulkan sebesar kurang lebih Rp 1,5 M atau tepatnya Rp 1.599.360.000.
Untuk itu, Rahabav meminta agar kasus ini mestilah diselesaikan sebagai bentuk dari kepastian hukum.
Apa lagi dalam kasus dana asuransi 35 mantan Anggota DPRD Kabupaten Maluku Tenggara periode 2022 – 2003, Adam Rahayaan saat itu menjabat sebagai kepala urusan rumah tangga DPRD Kabupaten Maluku Tenggara dan pernah diajukan sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Ambon.
“Yang bersangkutan pernah dijadikan terdakwa, yang kalau dinyatakan bebas karena mengembalikan kerugian negara, tetapi penegak hukum mestilah menjadi catatan dan pertimbangan aparat penegak hukum dalam menangani kasus beras Kota Tual, sehingga dalam penerapan hukum, mestilah diterapkan hukum mati sesuai pasal 2 UU Nomor 31 tahun 1999 serta perubahannya dan UU bencana, Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,” katanya.
Dalam kasus ini, Thoni meminta semua pihak yang terlibat dalam kebijakan yang bertentangan dengan aturan, mestilah respons terhadap langkah hukum, tidak memberikan dalil yang mengarah pada rekayasa karena kondisi riilnya saat beras beras itu digunakan Kota Tual dalam keadaan baik baik saja.
Untuk diketahui, kasus ini sebelumnya dilaporkan kepada Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri di Jakarta pada tahun 2018 silam. Kasus ini dilaporkan oleh eks Wakil Wali kota Tual Hamid Rahayaan dan seorang warga Tual Dedy Lesmana. Terlapornya merupakan Walikota Tual Adam Rahayaan.
Bahkan dilansir dari sejumlah media di Kota Ambon, dalam proses penyidikan, perkara itu dilimpahkan untuk ditangani lebih lanjut oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku pada Bulan Maret 2019.
Laporannya menyebutkan, Adam Rahayaan diduga mengada ada terkait data – data bencana di Kota Tual. Adam menyalahgunakan kewenangannya selaku Wali kota Tual.
Adam sengaja membuat berita palsu guna mendapatkan CBP. Ia membuat surat perintah tugas Nomor 841.5/612 guna melakukan koordinasi dengan Bulog Divre Wilayah II Tual dan Provinsi Maluku. Tetapi surat tugas tersebut bertentangan dengan kewenangan yang dimiliki oleh Dinas Sosial.
Adam Rahayaan sendiri telah diperiksa penyidik kepolisian. Namun dirinya membantah telah menyalahgunakan kewenangannya. Dia mengklaim kebijakannya untuk mendistribusikan CPB Tual sesuai aturan.
(T-03)