Menuju 14 Februari 2024: Maluku Butuh Legislator Provinsi yang Mumpuni

0
2123

Oleh: M. Saleh Wattiheluw

Ketika kita bicara tentang pembangunan di masa yang akan datang, maka salah satu ukuran atau parameter adalah sejauh mana keberhasilan pada hari ini.

Keberhasilan hari ini dan akan datang tentunya adalah tanggung jawab penyelenggara pemerintah daerah prov/kab/kota, lebih khusus lagi kepala daerah bupati/walikota/gubernur yang mendapat mandat langsung dari rakyat untuk mengurus dan memajukan daerah serta mensejahterakan rakyatnya.

Selain itu salah satu unsur penting penyelenggaraan pemerintah daerah adalah DPRD yang tidak lama lagi rakyat akan menentukan anggota legislatifnya (aleg) dalam pesta demokrasi lima tahunan sebagai suatu proses politik yang akan berlangsung 14 Februari nanti secara serentak pileg dan pilpres.

Khusus untuk pileg, demokrasi memang memberikan ruang kepada setiap warga negara untuk memilih dan dipilih dan faktanya jika kita asumsi 18 parpol peserta pemilu mengajukan 45 orang caleg maka ada 810 orang caleg menggunakan hak politik maju sebagai caleg DPRD Provinsi Maluku untuk memperebutkan 45 tempat duduk/kursi yang sangat bergengsi dan tersedia di gedung parlemen Karpan.

Pada sisi lain sistem demokrasi di Indonesia sangat membuka ruang serta mendorong terjadinya persaingan tidak sehat antar partai, antar caleg, bahkan kerap kali penyelenggara ikut campur tangan untuk memenangkan caleg tertentu hanya karena caleg memiliki kemampuan finansial, inilah fakta-fakta yang sering kita alami.

Pemilu tinggal sekitar 10 hari, jika di sisa waktu ini kita mau bersuara dan bertindak untuk kepentingan daerah Maluku, maka suara anak negeri Maluku dengan hak pilih berjumlah sekitar 1,3 juta dapat mengalir dan dimanfaatkan secara baik sesuai dengan hati nurani tanpa ada tekanan dari siapapun dan dalam bentuk apapun sehingga para pemilih dapat menggunakan hak politik untuk memilih caleg-caleg yang dinilai memiliki kemampuan mumpuni setidaknya itulah harapan katong masyarakat Maluku.

Baca Juga  Media Massa, Rasisme Struktural, dan Legitimasi Kekerasan di Papua

Mengapa Maluku butuh aleg-aleg yang mumpun, setidaknya ada dua dasar pemikiran penting.

Pertama, berangkat dari pengalaman serta fakta objektif yang dapat dibaca dan dilihat secara kasat mata, bahwa hampir kità sukar untuk membedakan mana aleg mana eksekutif, karena aleg mestinya melaksanakan tiga fungsi pokok yang diberikan oleh negara dan melekat pada setiap aleg, tentunya tiga fungsi dimaksud adalah fungsi anggaran, fungsi pengawasan dan fungsi legislasi serta fungsi sosial kemasyarakatan lainya.

Dalam perspektif penyelenggaraan dan tanggung jawab dari ketiga fungsi tersebut penulis harus berkata bahwa “peran aleg di lembaga DPRD yang terhormat selama 5 tahun belum dilaksanakan secara maksimal” dan tanpa bermaksud mencari pembenaran siapa salah dan siap benar.

Akan tetapi setidaknya kita dapat tandai dengan masih banyak aleg dan secara kelembagaan belum serius melaksanakan tugas dan fungsinya apa faktor penyebab? tentunya bisa dicermati dan dicerna sendiri apa yang terjadi selama ini.

Terkadang terlihat tidak bisa dibedakan mana aleg mana eksekutif karena memang kerapkali aleg juga bertindak terkesan seperti jubir eksekutif, padahal tidak mesti demikian jika aleg paham tentang tupoksi dan tugas tanggung jawab akibatnya lembaga terhormat hilang wibawa.

Sebetulnya yang kita harapkan adalah mekanisme cek and balance antara legislatif dan eksekutif harus dilaksanakan secara maksimal tanpa pamrih sehingga saling mengoreksi, mengkritisi sepanjang masih dalam batas-batas tugas dan tanggung jawab sesama mitra kerja adalah hal biasa.

Pada 14 Februari 2024, rakyat Maluku telah masuk sebagai DPT akan memilih empat puluh lima (45) orang aleg mereka dari kurang lebih 810 caleg yang terpanggil dan mereka yang terpilih adalah cerminan representasi dari rakyat Maluku, artinya mendapat mandat langsung dari rakyat untuk mengawal, mengontrol eksekutif akan datang.

Baca Juga  26 Februari, Gubernur Lantik 2 Bupati/Wabup Terpilih di Maluku

Karena itu ketika nantinya fungsi serta peran tidak dilaksanakan secara maksimal maka jangan heran kalau kemudian akan banyak terjadi problem sebagai akibat dari lemahnya fungsi dan peran lembaga DPRD.

Kedua, jika masyarakat mau agar Maluku keluar dari himpitan problem sosial untuk menuju pada suatu kemajuan, maka mari kita awali dan saatnya menentukan sikap politik di 14 Februari 2024 dengan menggunakan hak konstitusional untuk memberikan suara kepada caleg-caleg yang ditawarkan setiap parpol yang dianggap memiliki kapasitas, integritas dan berkualitas, jika ikhtiar ini bisa dilaksanakan maka dapat dipastikan akan lahir 45 aleg yang terbaik untuk daerah Maluku.

Dalam perspektif politik keberpihakan aleg itu dibenarkan dan dibolehkan sepanjang itu untuk kemajuan pembangunan daerah dan untuk masyarakat, akan tetapi ketika keberpihakan itu tidak objektif dan tidak rasional serta cenderung alias melindungi suatu kebijakan eksekutif, maka yang terjadi adalah daerah dan masyarakat menerima akibatnya.

Seorang aleg dapat bertindak kapan saja apakah dalam bentuk menyuarakan suara kebenaran dan jika demikian maka tidak mungkin akan dikenakan sangsi administrasi direcol alias di PAW, kecuali aleg yang bersangkutan bertindak korupsi dan bertindak amoral.

Semoga pemilu 2024 melahirkan 45 aleg DPRD provinsi sesuai dengan harapan masyarakat Maluku minimal kita mampu menekan dan mengurangi kesalahan masa lalu, demikian juga harapan untuk aleg DPRD Kab/Kota.

Pertanyaan kemudian siapa saja mereka yang berhak untuk menduduki kursi-kursi tersebut tentunya berdasarkan perolehan suara akumulasi partai terbanyak dan perolehan suara terbanyak caleg di antara mereka Wallahualam.

Penulis adalah pemerhati pembangunan dan kebijakan publik