Pesan Murad Ismail untuk Pemuda: Jangan Jual Idealisme dan Bertindak Hanya Sebagai Pemandu

0
2051

“Maluku butuh anak-anak muda yang tidak hanya bisa habiskan waktu di rumah kopi, bersungut dan pengkritik yang gemar memaki kegelapan, tapi juga yang mampu tampil membuat atau memberikan solusi.”

Oleh: M. Jen Loilatu

Pandemi Covid-19 memaksa sejumlah kita untuk menata ulang kehidupan personal dan keluarga. Begitu pula saya, yang akhirnya memboyong keluarga untuk pulang kampung dan tinggal di Buru Selatan.

Pilihan yang tidak mudah, sebab sejak kuliah dan menjadi aktivis sudah tinggal di Jakarta dengan segala hiruk-pikuk dan dinamikannya. Tapi hidup harus terus berjalan, tetap optimis menapaki hari-hari.

Tinggal di kampung, waktu lebih banyak saya habiskan untuk mengurus kebun cengkeh warisan orang tua. Sebagai seorang aktivis, ada dalam posisi saat ini, juga menjadi momentum untuk berkontemplasi melihat kembali sejauh ini jejak langkah dalam berkontribusi pada kehidupan sosial.

Sampai kemudian pesan singkat datang dari seorang sahabat lama, editor Buku: Dua Tahun Kepemimpinan Gubernur Murad di Mata Anak Muda. Ia mengajak saya untuk ikut menulis satu chapter dalam buku tersebut.

Sebenarnya agak bingung juga mencari bahkan atau pokok tulisan. Karena dari daftar judul tulisan yang sudah masuk (saya kontributor paling bontot) hampir semua isu dan pencapaian Gubernur Murad selama dua tahun berjalan ini sudah dilahap habis oleh teman-teman penulis lainnya. 

Lewat Google saya mencoba mencari artikel menarik terkait aktivitas Gubernur Murad. Saya akhirnya menemukan berita terkait Sang Gubernur saat bertindak sebagai Inspektur Upacara dalam memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Provinsi Maluku ke-76, di Lapangan Merdeka, Kamis, 19 Agustus 2021.

Diberitakan, HUT ke-76 Maluku bertema: Bergerak Atasi Pandemi COVID-19, Maluku Tangguh Indonesia Tumbuh. Dalam kesempatan itu Gubernur mengenakan baju kebesaran Upu Latu saat memimpin upacara tersebut.

Saya tertarik dengan berita HUT ke-76 Maluku karena ada kutipan sambutan Gubernur terkait isu kepemudaan. Gubernur Murad menyatakan, seluruh pemuda di tanah “Raja-Raja” jangan sampai kehilangan idealisme, karena hal tersebut merupakan harta terakhir yang dimiliki.

“Jika idealisme bisa dibeli, karena urusan dunia maka anda tidak punya harga diri lagi selama-lamanya. Anak muda jangan berpikir terlalu realistis, atau itu-itu saja. Saya harap anak muda kita harus berpikir optimis, “ tegas Gubernur yang saya kutip dari sejumlah media.

Menurutnya, harus ada batasan atau filter dalam memberikan pujian ataupun cacian. Bila ada pencapaian positif, berikan apresiasi, dan bila ada kekurangan juga mesti diberikan kritik, tapi harus proporsional, jangan berlebihan.

“Jika ada teman yang sejalan dengan kita, mendukung visi kita jangan berikan pujian terlalu tinggi. Sebaliknya jangan berikan cacian terlalu rendah. Itu namanya buat filter oksigen, menjadi bahan bakar buat kita agar tetap bergerak maju ke depan untuk kemaslahatan banyak orang. Intinya kita harus totalitas,“ terang Gubernur.

Tidak hanya itu, Gubernur menekankan, seluruh pemuda jangan bertindak sebagai pemandu saja, melainkan turun lapangan dengan berbagai inovasi dan strategi. Pemuda harus terus bergerak dan menggerakkan masyarakat, agar lebih maju.

Pesan Moral oleh Gubernur Murad terhadap pemuda ini saya kira patut diapresiasi dan juga menjadi bahan renungan bersama. Terutama oleh kita sebagai kaum muda dalam menata kehidupan personal maupun guna berkontribusi pada perubahan sosial yang lebih besar di masyarakat.

Apa yang disampaikan Gubernur tempat saat daerah ini memasuki usia yang ke-76 juga menjadi semacam otokritik atas realitas yang kadang membuat kita miris atau bahkan sedih. Saling menjatuhkan pada satu sisi dan politik transaksional seolah tak terhindarkan dalam berbagai interaksi politik.

Dalam kontestasi politik misalnya, adalah hal yang lumrah kita saksikan kandidat harus membayar mahal partai politik. Pola yang tak hanya menghinggapi para elit politik, tapi mewabah hingga dikalangan aktivis pemuda dan mahasiswa.

Selain demo bayaran yang lahir dari perselingkuhan elite dan aktivis ‘nakal’ yang kadang memperkeruh situasi politik, belakangan ini ada fenomena untuk mendapat rekomendasi sebagai pimpinan organisasi pemuda pun seseorang harus membayar sejumlah uang. Fakta yang patut membuat kita mengelus dada.

Hal yang sama bisa disaksikan dalam postingan media sosial, warganet kerap tanpa filter menghujat atau membunuh karakter seseorang atau orang lain, tanpa tau fakta sesungguhnya dari satu peristiwa. Menjadikan media sosial sebagai sarana ujaran kebencian.

Seperti bisa dilihat saat ada warganet yang tak bertanggung jawab, sengaja memposting video lama perdebatan Gubernur Murad dengan salah satu petugas protokoler Istana. Video lama yang baru diposting dengan keterangan gambar untuk sengaja memframing Gubernur Murad sebagai pribadi yang kasar itu adalah contoh penggunaan media tanpa kendali.

Apalagi setelah video itu viral, warganet kemudian ramai-ramai menyerang, menghujat hingga memaki di ruang publik, seakan-akan paling benar. Ini adalah dampak dari tidak adanya filter yang barangkali menjadi titik kritik dari Gubernur Murad itu.

Sebagai aktivis yang pernah ada dalam dinamika politik Ibu Kota Jakarta, saya memahami betul pesan Sang Gubernur. Yaitu adalah agar kita di Maluku, khususnya kaum muda, untuk tetap fokus pada tujuan, bukan bertikai pada hal-hal yang tidak perlu.

Anak-anak muda atau generasi pewaris masa depan jangan mau terjebak dalam polarisasi yang dilakukan elite politik untuk kepentingan diri dan kelompoknya. Milenial justru harus fokus pada pengembangan diri untuk maju dan kompetitif, apalagi dunia makin terkoneksi dengan majunya teknologi digital.

Ada banyak persoalan di Maluku ini yang butuh peran serta kaum muda. Maluku butuh anak-anak muda yang tidak hanya bisa habiskan waktu di rumah kopi, bersungut dan pengkritik yang gemar memaki kegelapan, tapi juga yang mampu tampil membuat atau memberikan solusi.

Lewat catatan pendek ini, saya tentu berharap apa yang disampaikan Gubernur Murad Ismail tempat 76 tahun usia Maluku, dan 2 tahun kepemimpinannya di Maluku, dapat menjadi bahan evaluasi dan melecut kita untuk semua orang Maluku, dari kalangan manapun untuk terus berfikir dan berkontribusi bagi tanah pusaka yang kita cintai ini.

Penulis adalah mantan Ketua Umum HMI Cabang Jakarta Raya, saat ini aktif di Ikatan Cendekiawan Muda (ICMA) Maluku. Tulisan ini turut menandai dua tahun kepemimpinan Gubernur Murad Ismail

Baca Juga  Pendidikan yang Memerdekakan