Suara Milenial: Dua Tahun Memimpin Maluku Di Tengah Pandemi, Apa Kabar Program Unggulan?

0
1486

“Di tengah Pandemi seperti ini, memang butuh pertautan budaya dalam rangka konsolidasi kerja sama antar Pemerintah dengan Masyarakat.”

Oleh: Faisal Marasabessy, S.Sos

​Pertanyaan pada judul di atas, lahir begitu saja setelah saya lelah menjejaki lembaran demi lembaran di dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) milik pasangan yang dulu, yang waktu kampanye itu, memilih jargon “Baileo”.

​Mungkin dengan niat bersendikan kearifan lokal, pasangan itu akhirnya memilih kata “Baileo”. Imajinasi saya begini, “Baileo” itu bukan sekedar tempat menerima titah dari mereka, pasangan pemenang itu, atau mungkin titah dari satu orang saja, katakanlah hanya dari Gubernur saja.

Melainkan tempat bermusyawarah bersama, bersama dengan pemenang mayoritas, maupun satu atau dua mereka yang kalah pada kontestasi dua tahun kemarin. Bukankah yang demikian itu memang idealnya demokrasi bertaut budaya yang kita pelihara. 

Coba buka saja Oral History (Sejarah Bertutur) di beberapa daerah di Maluku, tentang mereka yang kalah perang antar Kerajaan atau antar dua Individu hebat, kita akan temukan berbagai fakta bahwa yang kalah tidak lantas hak bicaranya diberangus. Malah berujung pada kesepakatan, semacam perjanjian untuk saling menghormati secara berkelanjutan. 

Itu artinya “Baileo” jelas bukan anti kritik sebagaimana citra negatif yang sengaja dibangun beberapa bulan terakhir oleh kelompok yang sepertinya sudah tak sabar masuk dalam suasana pemilihan kepala daerah, walau kita tahu masih ada tiga tahun lagi. Tabiat politik genit.

Ya sudah, kita tinggalkan imajinasi saya itu. Mari kita baca lagi tabulasi pada Tabel 6.5 Program Unggulan Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Tahun 2019-2024. Terdapat Delapan Uraian dari pelbagai Program unggulan yang diharapkan, setidaknya mampu menjadikan “Baileo” sebagai sentral perubahan signifikan.

Menjadi ciri pembeda dari Gubernur dan Wakil Gubernur sebelumnya, dan tentu sebagai harapan baru yang dapat membuat “Maluku Bisa” benar-benar naik peringkat dari sejumlah neraca Ekonomi, Kemiskinan, dan Pendidikan. Sesuatu yang telah dinantikan sejauh ini.

Pertama, Maluku Baku Dapa Maju Bersama. Sepanjang dua tahun ini, rasa saya, cukup berhasil. Meskipun di beberapa titik pertemuan, masih belum terlihat jelas tindak lanjut, sebut saja tidak lanjut dari pertemuan di Kecamatan Kilmury, Seram Bagian Timur.

Kedua, Maluku Digital. Sebenarnya sih, bagi saya, hikmah dari Pandemi Covid-19 ini justru menjadikan pasangan yang punya “Baileo” ini makin berbenah. Apalagi untuk layanan E-Government yang mau diintegrasikan itu harus benar-benar bisa terealisasi.

Kita tau setahun sebelumnya pernah ada Ranperda mengenai hal senada yang diusulkan oleh DPRD Provinsi, bahkan sudah masuk Uji Publik. Upaya agar masalah seperti kecepatan penyelarasan data atau pemutakhiran data antara Dinas Sosial, P3MD, dan PKH, sewaktu merespon bantuan sosial akibat Covid-19 tahun sebelumnya, itu bisa diminimalisir. 

Belum lagi soal kecepatan internet di kawasan Maluku dengan kondisi Gugus Pulau, ini harus juga jadi perhatian. Bukankah Satelit Nusantara Satu telah mengorbit di atas Papua, saya yakin Murad Ismail mampu melobi hal itu.

Ketiga, Maluku Damai. Kalau soal ini, Gubernur sudah memulainya. Jangan tanya program sudah muncul atau belum, karena refocusing dan sebagainya, mungkin belum terlihat. 

Yang saya amati, sebagai Anak Adat, Murad Ismail sudah mendahului ide unggulannya dengan penyematan gelar Upu Latu Siwalima oleh Majelis Latupati Maluku. Jadi, bisa diartikan begini, Murad Ismail telah memahami urgensi Adat sebagai katalisator perdamaian di Maluku. 

Di tengah Pandemi seperti ini, memang butuh pertautan budaya dalam rangka konsolidasi kerja sama antar Pemerintah dengan Masyarakat. Di sini, Maluku sebagai entitas Masyarakat Adat dapat kita anggap diwakili oleh para Latupati. 

Hanya saja, mungkin perlu ditambah lagi OPD yang penanggungjawab bukan hanya dari Kesabangpol dan Kesra, tapi juga dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Program turunan yang dapat dimunculkan misalnya dengan membentuk Agen-agen Perdamaian dari Siswa SMA di daerah yang memiliki kerawanan sosial cukup signifikan, atau potensi konflik antar desa masih cukup tinggi.

Keempat, Maluku Sehat dan Cerdas. Bagian ini bisa kita maklumi, mengingat situasi masih Covid-19. Tapi bukan berarti kita tidak bertanya lagi soal bentuk teknis dan wujud dari Kartu Maluku Sehat dan Kartu Maluku Pintar itu seperti apa? 

Kemudian, Pengembangan Negeri Berbahasa Inggris itu bagaimana modelnya, apakah itu khusus untuk Negeri-negeri atau Desa yang ada destinasi Wisata unggulan saja? Terakhir, Beasiswa untuk Pelajar Miskin, mungkin butuh dipublikasi lebih luas bila sudah tersalurkan atau masih dalam tahap direncanakan.

Kelima, Kalesang Maluku. Secara jujur, harus diakui, Maluku mulai Kalesang. Trotoar di Lapangan Merdeka itu sudah cukup jadi saksi, di tengah refocusing pun Murad Ismail dan Barnabas Orno mampu menyiasati sejumlah proyek susulan untuk keindahan Ibu Kota Provinsi. 

Sekiranya ada pembagian tanggung jawab yang jelas antara Kota Ambon dan Provinsi Maluku. Agar tidak selamanya, wajah pembangunan Maluku di pusat Ibu Kota Provinsi, dicap sebagai tanggungjawab Murad dan Orno semata. Kita harus fair juga soal ini. 

Sekarang tinggal bagaimana strateginya agar OPD dan berbagai Ormas maupun Organisasi Kepemudaan dilibatkan untuk menyukseskan sejumlah program. Sebut saja, Program Pengelolaan Lingkungan Berbasis Kearifan Lokal dan Program Kampung Iklim, dua Program ini mestinya melibatkan banyak Isi Kepala, Otot, dan Isi Hati.

Keenam, Maluku Sejahtera. Barangkali di uraian ini kita wajib menaruh rasa khawatir berlebihan. Mengapa? Karena belum satupun sepenglihatan saya, Program Revitalisasi BUMD itu menjanjikan pengembangan perekonomian Desa secara berkelanjutan. 

Contohnya pada Desa tertentu di Seram Bagian Barat, apa memang regulasi Pertambangan Rakyat tidak menjamin BUMD mengelola Nikel? Ataukah Logam Tanah Jarang yang beberapa tahun terakhir dipakai untuk pengembangan teknologi mutakhir kuantum? Atau Emas di Buru? Kemudian, Revitalisasi Tanaman Pala dan Cengkeh, masakan di Sulawesi pemakaian Pupuk itu lazim, lantas di sini kok masih terkesan miskonsepsi sekali soal pupuk pohon Cengkeh dan pohon Pala. 

Berikutnya, Program Satu Desa Satu Produk, ini program sasarannya seperti apa? Akses Pasarnya bagaimana? Jangan sampai kisahnya seperti Sirup Pala dari Desa sekitar Pulau Ambon atau Sirup Rumput Laut dari Desa sekitar Pulau Kei, hanya jadi ikon pada stand Pameran, setelah itu menumpuk di rak supermarket Gota di Langgur, atau hanya sekedar souvenir khas saja di Pusat Pertokoan Oleh-oleh sekitar Ambon. 

Untuk Program Trans Maluku dan Program Listrik untuk Semua, semoga Gubernur bisa mengevaluasi keberadaan Halte Karatan di Ambon dan PLTD yang rajin pemadaman di Langgur. Juga kebutuhan listrik di daerah-daerah sulit dijangkau di Pulau Seram.

Ketujuh, Budaya Anak Negeri. Masih selaras dengan Urain Program Ketiga sebelumnya. Bupolo, Banda, Kei, SBT, Ambon, masing-masing kelihatan jelas Festival Tahunannya. Saya jadi canggung, jangan sampai ada Festival atau Acara dari Negeri Adat tertentu lalu diklaim saja itu bagian dari program Pemerintah. 

Khususnya bagi Kabupaten atau Kota lain yang belum terlihat jelas Festival Budaya Tahunan, yang kita harapkan bukan hanya monopoli satu atau dua Negeri atau Kecamatan saja, dari tahun ke tahun, cuma daerah itu-itu saja. Sehingga perlu adanya dorongan dari OPD yang saling terkait, juga akademisi, guna menemukan Festival yang menjadi kekhasan Daerah-daerah yang belum teridentifikasi potensi festival Budayanya. 

Misalkan adakah festival di Negeri Wakasihu yang bisa kita naikkan potensinya menjadi festival tahunan. Atau Abdau di Negeri Tulehu, Hela Rotan di Negeri Aboru, Ma’atenu Pakapita di Negeri Pelauw atau ‘Festival’ adat lainnya dari berbagai tempat di Maluku yang sudah ada sejak lama tanpa ada campur tangan pemerintah.

Kedelapan, Pemuda Unggul. Program-program pada uraian ini masih berkelindan dengan uraian keempat, yakni Maluku Sehat dan Cerdas. Barangkali yang jadi penekanan pada program Pekan Olahraga Unggulan Pemuda, dan program Pekan Pemuda Kreatif. 

Meski begitu, kehadiran dan inisiatif semacam Beta Sport yang mengadakan turnamen Bola Voli Ina Latu Maluku Cup (INAMAC) 2021, maupun dibentuknya tim sepak bola Maluku FC beberapa waktu lalu, cukup mewakili sejumlah keresahan saya soal Olahraga Pemuda. Semoga kedepan, ada semacam Liga Gubernur Maluku lagi, atau kejuaran setara lain. 

Juga, pastinya renovasi Stadion Sepak Bola di Karang Panjang, Ambon. Sementara untuk Program Pemuda Kreatif, mungkin bisa dimaksimalkan lagi apa yang telah diinisiasi oleh Bunda Widya pada pertengahan tahun 2020, seperti lomba Vlog Destinasi Wisata, dan Karya Tulis Wisata. 

Di tahun mendatang, kita harapkan adanya berbagai Program bagi Kreativitas Pemuda yang jelas bentuk pengawalannya, dan juga benar-benar ada efek ekonomi jangka panjang. Sehingga pemuda juga punya wadah dan kesempatan untuk mengaktualisasikan diri dan menunjukkan presentasi.

Jadi, untuk mengharapkan semua Program Unggulan turunan dari Delapan Uraian Program pokok dapat segera bermunculan, sangatlah naif. Selain baru Dua Tahun berjalan, diperparah dengan bencana Gempa Bumi dan Pandemi Covid-19, membuat beberapa rencana Program itu pastilah direvisi atau ditinjau ulang, mana saja yang bisa dimaksimalkan. 

Namun, optimistis kita harus terus terjaga dan rawat. Sebab walau bagaimanapun, masih ada satu atau dua agenda yang muncul dan saling terkait, yang berpotensi memunculkan Program-program dalam RPJMD pasangan “Baileo” tersebut.

Akhirnya, kita belum bisa bicara yang lebih jauh seperti soal Blok Masela, apalagi mimpi tentang adanya Rel Kereta Api yang membentang dari Seram Barat ke Seram Timur. Sementara kita berbicara tentang hal-hal positif dan saran-saran yang membangun.

Tentang Program-program Jangka Menengah yang direncanakan oleh Pemerintahan dalam Kepemimpinan Murad Ismail dan Barnabas Orno, yang mungkin dapat dilaksanakan, dan bisa dimaksimalkan di tengah Pandemi Covid-19. Semoga “Baileo” terus menjadi Rumah Adat bersama dalam ruang “Baku Bicara” dan “Baku Atur” agar Maluku menjadi lebih kompetitif di level Nasional dan Internasional.

Penulis aktif di Ikatan Cendekiawan Muda (ICMA) Maluku. Tulisan ini untuk turut menandai dua Tahun kepemimpinan Gubernur Murad Ismail

Baca Juga  Buah Pikiran Cak Imin “Politik Hijau”