Buah Pikiran Cak Imin “Politik Hijau”

0
830

Oleh: Subhan Akbar Saidi

Politik hijau merupakan buah pikiran yang diucapkan oleh Cak Imin saat launching buku Visioning Indonesia beberapa bulan yang lalu. Ucapannya tak lepas dari isu global yang menghantui umat manusia.

Terdapat tiga alasan yang kuat. Pertama, manusia dihadapkan pada masalah lingkungan global yang menghantui setiap orang dan hanya dapat dikelola secara efektif dengan bekerja sama antara sesama, atau sebagian besar negara.

Kedua, meningkatnya masalah regional dan lokal, seperti degradasi urban, deforestasi hutan, desertification, desalination, denudation, atau kelangkaan air.

Ketiga, hubungan yang kompleks antara permasalahan lingkungan dengan perekonomian dunia yang mengglobal. Kelompok termarjinalkan seperti petani, nelayan, dan kelompok ekonomi domestik lainnya memiliki kontribusi lebih untuk menjawab perkara diatas yakni penekanan emisi karbon.

Realitasnya, kelompok ini hampir tidak mengenyam kesejahteraan. Seluruh kebijakan yang dirancang oleh negara masih amatlah rapuh. Mestinya negara menjadikan kelompok ini sebagai agenda utama. Merekalah pokok monumental dan penyangga kemandirian suatu bangsa.

Ucapan Cak Imin sekurang-kurangnya memberikan prospek dan proyeksi Indonesia di masa depan. Indonesia sebagai negara bangsa dengan kekayaan SDM dan SDA harus menjadi sumber utama keadilan.

Investasi di sektor hulu bukan tidak penting, namun harus diikut sertakan pula dengan dampak lingkungan yang sepadan. Politik hijau merupakan gagasan ekologi.

Politik Hijau

Politik hijau menawarkan suatu cara pandang holistik yang dapat melihat betapa eratnya hubungan antar manusia dengan ekosistem global. Pada intinya, menekankan tentang keharusan memelihara lingkungan untuk kelangsungan kehidupan semua makhluk hidup.

Asumsi yang dibangun oleh Cak Imin; Semakin menipis sumber daya alam maka akan berpengaruh terhadap ketidakstabilan negara dan melahirkan ketegangan antara pemerintah dan masyarakat.

Baca Juga  Menteri Edhy Ajak Gubernur Maluku Cicipi Produk Olahan Ikan UMKM

Cak Imin memiliki dua pandangan, disatu sisi Cak Imin sedang mengkritik pemerintah selaku yang mengeksekusi kebijakan yang tidak memperhatikan masalah lingkungan.

Disisi lain, Cak Imin sedang mendesak pemerintah agar berperan aktif dalam distribusi sumber daya alam yang dikenal dengan Desentralisasi Power dan menegosiasikan masalah-masalah lingkungan hidup sampai pada tingkat regional maupun global.

Negara dalam perjalanannya telah serius membahas isu lingkungan sebagai pembahasan global. Seluruhnya telah terdistribusi dalam kebijakan. UU Reforma Agraria hingga Perpres No 18 tahun 2021 merupakan bukti keseriusan negara.

Begitupun saat diselenggarakannya KTT G20 di Bali tahun lalu. Kontribusi Indonesia dalam menekan emisi karbon menjadi pembahasan dalam pertemuan tersebut.

Tak hanya itu, saat kunjungan Presiden dalam beberapa hari yang lalu di Hannover, Jerman, Presiden siap membangun kerjasama dengan Jerman. Terdapat tiga arus utama, orientasi ekspor, energi terbarukan, dan hilirisasi. Tujuannya, membangun iklim investasi yang inklusif.

Potret negara diatas merupakan bagian penting dalam menjalankan agenda politik hijau. Kuncinya, pertanian dan perikanan harus menjadi perhatian khusus oleh negara.

Hanya saja, hal yang pokok tidak diikut sertakan. Misalnya, negara masih melakukan impor pangan ke negara lain. Inilah masalah yang paling akut di sektor pertanian. Sektor kelautan dan perikanan tak kalah genting.

Adanya PP No 85 2021 ikut mengesampingkan nelayan sebagai komoditas yang memiliki nilai tambah ekonomi. PP ini terlampaui ambisius mengejar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Padahal tidak ada pemaksaan PNBP terhadap kementerian kelautan dan perikanan. Mirisnya, proses pembuatan peraturan ini tidak melibatkan para pelaku ekonomi dan terkesan menguntungkan para perusahaan kakap di sektor perikanan.

Konstruksi Kesejahteraan

Dengan deskripsi dan pijakan semacam itu, situasi sudah sangat mencemaskan. Paling tidak terdapat tiga tahap penting yang perlu diselamatkan.

Baca Juga  Soal Pariwisata Maluku, Anna Minta Pemda Siapkan Perda Tata Ruang

Pertama, investasi sebagian besar harus diarahkan ke sektor primer (pertanian/perikanan) dan sekunder (industri pengelolaan). Kedua sektor itu dijadikan satu paket sehingga pertumbuhan satu sektor akan memicu pertumbuhan sektor lainnya.

Jika ini dilakukan, bukan hanya penyerapan tenaga kerja yang didapat, tapi juga nilai tambah. Tentu saja, aspek lingkungan harus di pertimbangkan agar pembangunan itu dapat berkesinambungan.

Kedua, investasi harus dijadikan instrumen pemerataan pembangunan (wilayah), dan bukan sebaliknya. Konsekuensinya, lokasi investasi harus disebar ke semua wilayah secara proporsional.

Ketiga, penguatan investor domestik harus mulai dirintis. PMA harus ditempatkan sebagai pelengkap bukan sebagai sumber investasi utama.

Sekian peta jalan seyogyanya perlu direntangkan untuk memperbesar partisipasi pelaku ekonomi domestik dalam melakukan investasi. Tentu saja untuk menuju ke arah sana, perlu kebijakan teknis yang sangat banyak dan bakal melalui jalan yang terjal.

Negara tidak boleh melihat investasi sebagai deretan angka-angka kuantitatif, misalnya nilai dan jumlah proyek yang disetujui dan terealisasi. Fokus kepada aspek tersebut terbukti lebih banyak menjebak bangsa ini ketimbang membawah berkah.

Seluruh stakeholder perangkat negara perlu membahas soal ini secara serius agar pembangunan nasional bisa diselamatkan. Investasi merupakan hulu ekonomi yang akan menentukan konstruksi hilir kesejahteraan. Jika hulu ekonomi terpusat pada wilayah, sektor, dan pemain tertentu, maka format kesejahteraan juga akan mengerucut ke alamat para pemain- pemain tersebut.

Penulis Merupakan Alumni INDEF School Politic and Economy dan Pengamat Kebijakan Publik, turut berhimpun di Komunitas Penulis Maluku