Partai Politik dan Problem Rekrutmen Politik

0
1076

Oleh: Fajrin Rumalutur

Terhitung kurang dari setahun lagi penyelenggaraan pesta demokrasi lima tahunan akan kembali digelar. Pemilihan umum 2024 dilaksanakan untuk memilih anggota DPR RI, DPD RI dan DPRD, memilih presiden dan wakil presiden dan pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) serentak nasional.

Ihwal keperluan pemilu dimaksud maka partai politik (parpol) melakukan serangkaian proses rekrutmen, menjaring figur-figur terbaik untuk dicalonkan dalam pemilihan umum. Proses rekruitmen politik demikian penting karena berkaitan erat dengan pengisian posisi jabatan dalam cabang-cabang kekuasaan eksekutif maupun legislatif di berbagai tingkatan.

Terkait persoalan rekrutmen, parpol banyak menuai kritik publik, terutama dari kalangan masyarakat pengiat demokrasi. pasalnya, sistem rekrutmen yang dijalankan oleh parpol dinilai asal-asalan dan tidak sesuai dengan prosedur yang selektif. Parpol cenderung mengabaikan aspek-aspek penting dalam proses rekrutmen.

Problem Utama

Partai politik merupakan fitur utama demokrasi. Robert A Dahl, seorang teoritikus demokrasi amerika mengatakan “tak ada demokrasi tanpa partai politik”. artinya wajah demokrasi suatu negara sangat ditentukan oleh peranan partai politik didalamnya. Jika partai melaksanakan fungsi dengan baik maka akan berpengaruh terhadap kualitas demokrasi, demikian sebaliknya jika partai mengalami disfungsi akan berdampak destruktif bagi demokrasi itu sendiri.

Sementara Ramlan Surbakti dalam studinya menjelaskan rekrutmen politik sebagai seleksi dan pemilihan. Atau seleksi pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintahan pada khususnya (Surbakti, 2010).

Adapun Komarudin Sahid menjelaskan bahwa rekrutmen politik memegang peranan penting dalam sistem politik suatu negara, sebab proses ini menentukan orang-orang yang menjalankan fungsi-fungsi sistem politik negara melalui lembaga-lembaga politik yang ada (Sahid, 2015). Ketiga kosep teori ini akan membantu untuk melihat paradoks dalam proses rekrutmen partai politik di indonesia.

Baca Juga  Arahan Gubernur Usai Lantik Penjabat Bupati dan Walikota di Maluku

Untuk tujuan memenangkan kompetisi elektoral, parpol-parpol semakin pragmatis dengan lebih mendasarkan proses rekrutmen pada aspek popularitas semata. Itulah alasan mengapa banyak parpol melirik “orang luar” terutama dari kalangan publik figur, artis, istri pejabat, tokoh populer di masyarakat untuk diusung ketimbang memberi kesempatan kepada para kader yang telah lama mengabdikan diri di parpol. kader-kader lama terpaksa tersingkir atau disingkirkan karena kalah populer dari figur-figur pendatang baru dari luar.

Selain aspek popularitas, uang menjadi variabel paling berpengaruh. Pertimbangan ini didasarkan pada argumen bahwa tidak mungkin politik bekerja tanpa adanya uang. Aktivitas kampanye dan konsolidasi membutuhkan anggaran yang tidak sedikit, Sehingga siapapun yang ingin diusung parpol harus mempersiapkan dana untuk memenuhi semua itu.

Praktik ini lazim terjadi dalam proses berebut kertas rekomendasi dukungan parpol. setiap calon diwajibkan untuk menyetor sejumlah uang sebagai “mahar” partai. Disini politik transaksional telah menjadi budaya dalam agenda usung-mengusung calon ala partai politik.

Faktor berikutnya adalah subjektifitas partai dalam proses pencalonan. Dimana orang-orang yg memiliki relasi emosional dengan elit partai akan diberikan perlakuan istimewa (Special Treatment). Politik kekerabatan amat sangat menentukan, dimana orang dekat selalu menjadi prioritas dalam pengambilan keputusan. Relasi semacam inilah yang membentuk budaya politik oligarkis di tubuh partai politik.

Perbaikan Fungsi Rekruitmen Politik

Perbaikan terhadap sistem rekruitmen menjadi bagian penting dalam upaya reinstitusionalisasi kelembagaan parpol. Dimana partai-partai politik dituntut agar semakin profesional transparan dan akuntabel.

Desain pola rekruitmen harus lebih bersifat inklusif dengan membuka ruang partisipasi publik yang luas. Mekanisme kandidasi seperti halnya Primary Election di amerika bisa menjadi contoh rujukan yang baik untuk ditiru dalam proses rekrutmen partai politik di indonesia.

Baca Juga  Tipka: Kenapa Rumah Dinas Gubernur Maluku Tidak Ditempati?

Model rekruitmen politik gaya lama yang syarat dengan praktik transaksional dan koncoisme sudah tak relevan dengan perkembangan demokrasi kontemporer. Parpol mesti berbenah diri, adaptif dengan tuntutan dan aspirasi politik masyarakat yang kian demokratis, jika tidak mau ditinggal pergi oleh pemilih.

Kedepan proses rekruitmen politik haruslah sepenuhnya didasarkan pada pertimbangan kompetensi, integritas, intelektualitas, dan moral etik publik. Sehingga figur-figur yang akan dicalonkan oleh parpol dalam kontestasi pemilu adalah mereka yang benar-benar memiliki kualifikasi dan kepantasan dalam memimpin.

Penulis adalah intelektual muda Maluku, alumni magister ilmu politik dari Universitas Indonesia