Administrasi Kalahkan Urusan Kemanusiaan-Potret Buram Rumah Sakit di Ambon

0
5475
Foto : Kondisi Wa Lina Lambi yang ada diluar RSUD Haulusy Ambon Kudamati.

”Tepat di depan beta ada kesedihan yang terselip, menyaksikan rasa kemanusiaan dipermainkan hanya karna urusan kertas, atau administratif.”

Catatan: Patrik Papilaya 

Kejadian 4 hari lalu. Di mana seorang wanita yang tinggal didusun La ala, Desa Loki Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) yang berjuang untuk melahirkan anaknya di Rumah Sakit (RS) Siloam harus menanggung duka bersama sang suami.

Kesedihan mendalam karena bayi dari pasangan suami istri Kasman Hitu dan Wa Lina Landy itu akhirnya meninggal dunia saat proses penyedotan bayi yang dilakukan oleh pihak RS Siloam.

Keluarga sebenarnya dapat menerima luka itu karena terjadi saat proses persalinan, dan sang istri dalam keadaan kritis. Sang bayi harus menghembuskan nafas terakhir ditanggal 16 Januari 2020 saat itu waktu masih subuh.

Perlu diketahui keluarga asal SBB ini, awal masuk ke RS Siloam lantaran kedua RS sebelumnya yaitu Rumah Sakit Tentara (RST) dan Rumah Sakit Bhayangkari Ambon menolak mereka dengan alasan tidak adanya tenaga dokter saat itu. Setidaknya itu yang disampaikan pihak keluarga.

Hingga mereka dalam keadaan panik memutuskan untuk dirawat ke RS Siloam. Meski nyatanya RS yang bertaraf Internasional tersebut dibagian administrasi harus membayar nominal Rp.5 juta untuk dapat lolos sebagai pasien.

Keluarga dengan kondisi ekonomi lemah ini, harus meminjam dari berbagai pihak untuk bisa memasukan pasien ke RS tersebut, dan Alhamdulillah Wa Lina bisa masuk karena dengan hasil pinjaman dapan menyerahka. biaya administrasi kepada pihak RS.

Keesokan harinya pihak RS meminta kembali tambahan Rp.15 Juta lebih, untuk biaya penanganan. Suami yang hanya bekerja sebagai Guru Honorer dan Istri yang berstatus ibu rumah tangga seperti tersambar petir. Karena untuk Rp.5 juta saja sudah sulit dan mesti pinjam sana-sini.

Baca Juga  Salah Kelola Blok Masela, Maka Akan Terjadi Kecelekaan Sosial Politik Yang Besar Di Maluku Tenggara Raya

Apalagi untuk mengadakan uang sebesar Rp.15 juta. Tetapi karena rasa cinta yang kuat dan besar dari seorang suami, akhirnya menyanggupi hal itu, karna mempertimbangkan kondisi istri yang sedang kritis.

Foto : surat Kesehatan dari Desa yang dibawa oleh Pihak Keluarga untuk bisa diberikan kepada Pihak Rumah Sakit bahwa keluarga benar tergolong tak mampu (Karna BPJS tidak ada)

Sang suami yang dibantu oleh pihak keluarga, dengan kondisi terbatas harus mencari pertolongan dari pihak-pihak yang dapat membantu saat itu, dan Alhamdulillah Rp.15 juta kembali terkumpul. Hingga total pembayaran menjadi Rp.20 juta.

Berlanjut pada hari ke empat, karena melihat kondisi keluarga yang kurang mampu pihak RS Siloam memberikan kelonggaran untuk tidak membayar uang sisa sekitar Rp.7 juta-an.

Dan salah satu dokter (Dr) RS Siloam menyarankan agar di rawat pada RSUD Haulusy Ambon karna mempertimbangkan kepemilikan RS tersebut yang adalah milik pemerintah, disatu sisi kondisi keluarga yang kurang mampu dan standar RS Siloam yang memasang tarif besar karna berlebel RS bertaraf “internasional” membuat keadaan menjadi “dilema”.

Akhir dari Kondisi itu, keluarga menerima untuk dapat dirujuk ke RSUD Haulusy yang bertempat di kawasan Kudamati pada hari Kamis, tanggal 21 Januari 2021 pasien dirujuk ke Rumah Sakit Pemerintah tersebut, dan perawatan pun berlanjut di situ.

Foto : Potret Keadaan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Haulusy Ambon , yang ada di bagian Luar Bangunan Rumah Sakit .

Sistem protap kesehatan yang mengharuskan pasien yang tidak dapat dirawat langsung, membuat pasien harus menunggu di luar RS yang sudah diberi tenda berlogo BNPB, bahkan bukan hanya itu sistem administrasi yang belum di berikan dari pihak Siloam ke RSUD membuat keadaan semakin runyam, Wa Lina pasien asal SBB itu harus menunggu 3 jam untuk mendapatkan perawatan.

Di tambah lagi sang suami yang masih menunggu hasil rapit saat itu keluar sekitar 20 menit, padahal 3 hari yg lalu Kasman suami dari Wa Lina ini baru di-Rapid dan hasilnya negatif, atau non reaktif. Meski setelah itu ada perdebatan dengan pihak RSUD, karena hasil Rapid tersebut tidak dapat dipakai dan harus di-Rapid kembali.

Baca Juga  Warga Negeri Tawiri Kembali Blokade Jalan Menuju Bandara Pattimura Ambon

Hasil Rapid yang keluar saat itu negatif, namun sang suami masih harus diuji lagi dengan masalah administrasi dari RS Siloam yang harus diberikan ke pihak RSUD. Suami yang dijanjikan akan mendapatkan keterangan tidak mampu dari RS Siloam saat dirujuk ke RSUD Haulusy untuk mendapatkan keringanan biaya.

Nyatanya pasien harus menunggu hingga 3 jam. Menjadi kondisi ironi bagi pasien dan keluarga, karena tidak mendapatkan kepastian dari RS Siloam soal surat tersebut.

Sang suami dengan perasaan sedih hanya menunjukan Surat Keterangan Tidak Mampu dari desa kepada beta, dengan harapan bisa dibawa dan ditunjukan kepada pihak RSUD (mungkin ini menjadi harapan akhir dari suami kepada beta sebagai seorang jurnalis).

Beta pun berusaha dengan semampu beta untuk dapat terhubung dengan Pihak RS Siloam, agar segera bisa mengurus administrasi yang belum diberikan kepada Pihak RSUD (beta juga sendiri tidak tau administrasi seperti apa yang dimaksud oleh Pihak RS Siloam dan yang meminta yaitu RSUD Haulusy Ambon)

Di lain sisi, kondisi pasien yang lemas dan masih kritis, plus kondisi tenda yang terletak di luar RS menjadi masalah tersendiri bagi kenyaman seorang pasien.

Mengingat dibagian luar RS di depan jalan raya, tempat aktivitas kendaraan hilir mudik dan bising oleh suara warga yang masih beraktiftas. Menjadi ironi tersendiri bagi kondisi pasien (Wa Lina) yang butuh kenyamanan.

Akhir dari proses ini, istri dari Kasman bisa ditangani setelah melewati 3 jam yang bagi saya terasa sangat rumit untuk seorang pasien yang tergolong kritis dan kurang mampu secara finansial.

Tetapi tentu hal ini menjadi pertanyaan bagi beta yang masih bingung dan bertanya-tanya, bukan hanya dari segi kenyamanan pasien saja, tapi apakah substansi dari RS Pemerintah mementingkan soal urusan administrasi? Ketimbang dengan kondisi seorang pasien yang harus segera diberikan pertolongan.

Baca Juga  Kepemimpinan Kapitan Pembangunan Infrastruktur Maluku ‘Bukan Kaleng-Kaleng’

Hal ini tentu harus dipikirkan kembali. Jangan kemudian masyarakat terus menjadi korban. Kenyataan ini harus dan menjadi pekerjaan rumah dan bahan evaluasi bagi RS, terlebih lagi bagi RS Milik Pemerintah.

Penulis adalah jurnalis tabaos.id