
TABAOS.ID,- Masyarakat mengeluhkan pertumpahan cairan asam di lingkungan Pulau Wetar. Cairan itu disebut berasal dari Perusahaan tambang PT Batutua Tembaga Raya (BTR). Pemerintah diminta menindaklanjuti hal tersebut.
“Pertumpahan cairan asam dari perusahaan itu merusak lingkungan kami,” kata Lexio Lainata, Minggu, 26 Mei 2019.

Lexio menjelaskan, cairan asam tumpah pada 12 Maret 2019. Cairan itu mengalir dari kolam PLS dan kolan ILS saat hujan melewati jalur hilir ke laut. Kolam PLs adalah kolam yang menampung tembaga, sedang Kolam Intermediate Leach Solution (ILS) berisi cairan tembaga dengan pengurangan asam berkisar 1-2 persen.
“Cairan itu mengalir saat hujan melawati jalur hilir. Padahal tambang harus mengupayakan cairannya tidak mengalir ke hilir,” ujar Lexio.
Hal yang sama disampaikan Mike Arbol. Ia meminta pemerintah mencabut izin perusahaan pertambangan asal Australia itu. Menurut Mike, Pulau Wetar seharusnya tidak menjadi lokasi konsesi tambang, karena keterbatasan daya tampung lingkungan.
“Maluku diberikan status Provinsi Kepulauan bukan untuk eksplorasi pertambangan di wilayah 9 persen darat dengan 2 juta penduduk,” ujar Mike Arbol.

Dikutip dari Tirto.id, Pulau Wetar termasuk pulau-pulau kecil yang dijadikan wilayah pertambangan. Pertambangan di pulau kecil berdampak pada kerusakan ekosistem dan hilangnya sumber air, pangan, dan konflik sosial yang berujung pada pelanggaran Hak Asasi Manusia. Juga, berdampak pada penghancuran pangan milik warga.
Dalam catatan Jatam, terdapat 55 pulau kecil yang menjadi 164 titik konsesi pertambangan mineral dan batu bara.Letaknya berada di Pulau Bangka di Sulawesi Utara; Pulau Romang, Pulau Damar, dan Pulau Wetar di Maluku; Pulau Gebe, Pulau Gee, Pulau Pakal, dan Pulau Obi di Maluku Utara; Pulau Bunyu di Kalimantan Utara; Pulau Wanonii di Sulawesi Tenggara; dan pulau kecil lainnya di Indonesia. (T01)