TABAOS.ID,- Kondisi transportasi dan perhubungan laut di Maluku masih belum membaik. Bahkan yang terjadi justru perlakuan diskriminatif. Kontributor tabaos.id di Maluku Barat Daya (MBD) melaporkan KM Sabuk Nusantara 87 yang memuat ratusan penumpang tidak dapat bersandar di Pelabuhan Kaiwatu, Pulau Moa MBD.
Hal yang ironis itu terjadi pada Minggu, 10 Januari 2020, sekira pukul 17.00 WIT. Sementara beberapa kapal barang milik swasta, diantaranya KM Anugerah Abadi diizinkan sandar di pelabuhan dan melakukan aktivitas bongkar muatan seperti biasanya.
Memang kondisi pelabuhan sedang dalam proses pembongkaran untuk kemudian dibangun pelabuhan yang baru. Tapi membiarkan kapal milik swasta berlabuh di pelabuhan, sementara kapal yang digunakan warga tak diizinkan juga menjadi pemandangan yang janggal.
Para penumpang, baik lansia maupun bayi yang akan turun maupun naik ke kapal, terpaksa harus menggunakan jasa speadboat dengan harga yang cukup tinggi, Rp. 50.000 per orang. Membuat banyak penumpang yang mengaku kecewa dengan kondisi itu.
Seperti diungkapkan Thos (32 tahun), yang mengaku kesal, otoritas Pelabuhan lebih pentingkan kapal barang milik swasta ketimbang para penumpang.
“Masa katong naik KM Sabuk 87 dari Sermatang tujuan Moa yang jaraknya puluhan Kilo Meter, bayarnya hanya 10 ribu, sampe di Moa sini karena kapal tidak bisa sandar, dan hanya bisa berlabuh di Pantai Kaiwatu, katong terpaksa harus naik speadbot dengan tarif 50 ribu, padahal jarak dari kapal ke pantai hanya sekira 200 Meter. Syahbandar lebih pentingkan kapal barang daripada kapal yang muat penumpang?”, tanya Thos dengan dialek lokal yang kental.
Semrawutnya aktivitas naik-turun penumpang menggunakan speadboat, juga mengakibatkan protokol kesehatan tidak maksimal. Petugas yang biasanya menyemprot barang milik penumpang menggunakan cairan disinfektan terlihat melaksanakan tugas dengan asal-asalan.
Dari pengamatan tabaos.id, petugas hanya menghabiskan sekira satu tangki berisi 5 liter cairan disinfektan, lalu menghentikan aktivitasnya. Padahal masih banyak barang bawaan penumpang yang belum disemprot.
Salah satu penumpang, Anos Yermias, yang juga adalah anggota legislatif DPRD Provinsi Maluku daerah pemilihan MBD-KKT yang turut dalam KM Sabuk 87, dan hendak melanjutkan perjalanan ke Pulau Wetar, tampak mencoba berkoordinasi dengan pihak Syahbandar via telepon seluler, tapi sampai dengan pukul 19.30 WIT tidak membuahkan hasil apapun.
Kondisi seperti ini tentu akan sangat merugikan warga. Sehingga perlu ada langkah-langkah antisipatif. Otoritas terkait harus lebih peduli dan menghadirkan solusi bagi kepentingan masyarakat.(T15)