Maluku Butuh Arah dan Garis Sejarah yang Baru

0
2538

”Kondisi Maluku saat ini, bila sama-sama mau jujur, butuh arah baru, yang dapat membentuk garis sejarah yang baru. Semua itu dapat terjadi atau diwujudkan, bila orang-orang Maluku tercerahkan mau mengambil langkah, perlahan namun pasti.”

Oleh: Ikhsan Tualeka

Warganet pembaca kolom ini, terutama kaum intelektual atau cerdik-pandai, tokoh Maluku lintas generasi, lintas agama, lintas profesi, lintas perspektif dan lintas pilihan politik. Semoga kita semua selalu dalam keadaan sehat, melewati masa sulit akibat pandemi ini.

Beta yakin, semua yang sempat membaca catatan pendek ini adalah individu yang mencintai tanah air Maluku dengan caranya masing-masing. Adalah yang menginginkan hadirnya perubahan mendasar, sehingga kehidupan lebih baik, sekarang dan akan datang.

Namun guna mencapai atau mewujudkan keinginan itu, setiap orang punya imajinasi dan pandangan politik yang tentu tak sama. Hal yang lumrah, karena tiap orang adalah pribadi yang otonom dengan logikanya sendiri.

Dalam konteks Maluku, secara umum dapat dilihat, ada kelompok yang menginginkan Maluku memiliki otoritas penuh dalam mengelola seluruh potensi yang dimiliki, menjadi independen alias sebuah negara yang merdeka. Alasan sejarahnya pun kuat.

Ada pula kelompok yang mau terus membangun berkompromi, berpegang pada konstitusi Indonesia. Yaitu dengan mendorong agar Maluku segera mendapat perlakuan atau otonomi khusus, sebagaimana keunggulan komparatif atau comparative advantage yang dimiliki.

Ada pula yang sekadar mengharapkan belas kasihan pemerintah pusat. Berharap ada tambahan anggaran dan kewenangan walau seadanya, yang sejatinya tak akan signifikan dalam mendorong akselerasi pembangunan Maluku yang memang jauh tertinggal.

Bahkan ada pula kelompok yang mencintai Indonesia, dengan segenap jiwa dan raga, pasrah tanpa syarat. NKRI adalah harga mati, meski pada kenyataan negara besar ini telah dikuasai dan dikendalikan oleh segelintir oligarki.

Baca Juga  Pentingnya Literasi Media untuk Milenial di Era 4.0

Semua perbedaan pandangan politik itu, pun bagaimana strategi memperjuangkannya —bila ada— adalah bagian dari dinamika kehidupan sosial-politik satu komunitas masyarakat yang sudah tentu harus dihormati dan diakui eksistensinya. Betapapun besar perbedaan posisi berdiri atau sikap politik yang mengemuka.

Namun dalam spektrum perjuangan dan kepentingan yang beragam itu, andai siber intelijen Indonesia mau jeli dalam membaca opini publik dari media sosial, terutama di kalangan menengah, kelompok terdidik orang Maluku. Maka akan nampak dan terasa makin kuatnya kekecewaan politik orang Maluku, terutama terhadap pemerintah pusat.

Barangkali (maaf), hanya orang-orang yang menikmati pembangunan, kelompok status quo yang akan menyangkal atau mengatakan kondisi saat ini baik-baik saja. Pada Kelompok yang seperti ini pun tetap harus dihormati, karena mereka tidak tahu apa yang sesungguhnya mereka lakukan.

Begitupun dengan berbagai upaya yang telah dilakukan sejauh ini oleh setiap kelompok kepentingan, dari berbagai latar belakang, dengan kapasitas masing-masing dalam menyikapi realitas yang ada, semua tentu adalah kontribusi terbaik. Kita berharap akumulasinya akan signifikan.

Sejauh ini dari masing-masing spektrum perjuangan yang ada, memang dapat terlihat jelas kalau ada yang setia dan fokus pada tujuannya, ketimbang mencari eksistensi. Meski selalu juga ada yang tampil sebaliknya, hanya sekadar ingin eksis, tak peduli dengan tujuan.

Ada pula yang bahkan telah diberikan amanah untuk melakukan perubahan sosial, entah itu di eksekutif, legislatif maupun yudikatif, di mana urusan sandang, pangan dan papan telah ditanggung oleh negara. Tapi kesehariannya tak lebih dari selebgram yang gemar panjat sosial.

Tak terlihat dan terbaca gagasan atau pemikiran serta upaya-upaya nyata yang linier dari kapasitas yang dimiliki. Tak ada tanggungjawab moral yang menyeruak dalam setiap aktivisme.

Baca Juga  Ricuh, Masyarakat Adat MBD Tolak Kajian AMDAL PT. Inpex Masela Ltd

Tentu tidak semua, selalu saja ada yang mau membuat terobosan, berupaya membangun sinergi dan kolaborasi, mengharapkan dan terus mengupayakan ada perubahan yang signifikan. Walau ada pula yang sekadar tampil formalitas, tanpa kreativitas, memenuhi rutinitas semata.

Pastinya adalah, belum banyak yang mau ‘out of the box’, berpikir maju dan berani. Masih jauh lebih banyak yang memilih main aman, dan terjebak dalam formalisme semu, menjadikan keadaan atau kondisi berjalan di tempat, atau bahkan mundur ke belakang.

Kondisi Maluku saat ini, bila sama-sama mau jujur, butuh arah baru, yang dapat membentuk garis sejarah yang baru, berbeda dengan sedang ditempuh saat ini. Semua itu dapat terjadi atau diwujudkan, bila orang-orang Maluku tercerahkan mau mengambil langkah, perlahan namun pasti.

Dalam bingkai politik, meminjam metafora pengeboran dari Max Weber, sosiolog Jerman abad ke-20: “Politik adalah pengeboran kayu keras yang sulit dan lama” (Politics is hard and long drilling for hardwood). Itu artinya satu perjuangan dalam konteks politik butuh waktu, konsistensi dan kemauan yang kuat.

Huruano, 7 Januari 2021