ASNLF, ULMWP dan RMS Protes Kerjasama Bidang Ekonomi Indonesia dengan Uni Eropa

0
2659
Tiga Organisasi perjuangan kemerdekaan Aceh Sumatera National Liberation Front (ASNLF), United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dan Republik Maluku Selatan (RMS), kembali mengeluarkan pernyataan politik. Keterangan Foto Ki-Ka : dan Yusuf Daud, Ketua Vlce dari Presidium ASNLF; Ap Oridek Ap, wakil ULMWP Misi Uni Eropa; , Mr. Umar Santi, Menteri Luar Negeri RMS di pengasingan; serta Ralph Bunche, Sekretaris Jenderal Organisasi Bangsa-Bangsa & Masyarakat yang Tidak Terwakili (UNPO)

TABAOS.ID,- Organisasi perjuangan kemerdekaan Aceh Sumatera National  Liberation Front (ASNLF), United Liberation Movement for West Papua (ULMWP)  dan Republik Maluku Selatan (RMS), kembali mengeluarkan pernyataan politik.

Tiga organisasi pejuang kemerdekaan yang dilabel separatis oleh pemerintah Indonesia ini mendesak Uni  Eropa untuk menghentikan kerjasama secara ekonomi dengan Indonesia.

Desakan ini disampaikan menyusul masih terjadinya berbagai tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua, Maluku dan Aceh, yang disebut mereka menjadi korban dekolonisasi Indonesia.

Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi perss, 19 November 2019, pukul: 1 : 30 Siang – 14 : 45 Waktu Setempat. Bertempat di Nieuwspoort, Wandelganger I, Lange Poten 10 Den Haag, Belanda, yang juga dihadiri Ralph Bunche, Sekretaris Jenderal Organisasi Bangsa-Bangsa & Masyarakat yang Tidak Terwakili (UNPO) dan Victor Laurentius dari Today in Nieuwspoort.

Dalam surat pernyataan yang ditandatangani oleh  Ap Oridek Ap, wakil  ULMWP  Misi Uni Eropa,  Mr. Umar Santi, Menteri Luar Negeri RMS  di pengasingan,  dan  Yusuf Daud, Ketua Vlce dari Presidium ASNLF), mereka sepakat meminta Indonesia untuk menghentikan pembunuhan dan kekerasan  terhadap masyarakat sipil.

“Sejak 2016 Pemerintah Indonesia telah mendorong Perjanjian Freedee UE-lndonesia (FTA). Kami mendesak agar Uni Eropa tidak menandatangani perjanjian kerjasama bidang ekonomi dengan Indonesia, karena masih terus terjadi pelanggaran HAM,” tukas mereka.

Meskipun memiliki latar belakang sejarah yang berbeda, Aceh, Papua dan Maluku dinilai mereka memiliki nasib yang sama, yaitu  berada dibawah kekuasaan Indonesia, dan sedang memperjuangkan hak untuk menentukan nasib sendiri.

Tiga organisasi perjuangan kemerdekaan ini juga menyebutkan, ekonomi Indonesia dibangun diatas darah dan tulang-tulang rakyat.

Sumber daya alam dan kekayaan diambil oleh Pemerintah Indonesia, sementara rakyat Maluku, Papua dan Aceh dibiarkan miskin dan rakyat sipil setiap kali mendapat tindakan kekerasan.

Baca Juga  Referendum Untuk Nusantara: Menemukan Kembali Fakta Sejarah yang Dihilangkan dan Dilupakan

Memiliki tujuan sama yaitu memperjuangkan pengakuan  hak untuk menentukan nasib sendiri, membuat tiga organisasi ini  mengambil  langkah strategis untuk membangun kerjasama di Eropa.

Demikian juga kesepakatan mereka untuk saling menghormati batas perjuangan nasional masing-masing, tanpa intervensi dalam kegiatan politik internal organisasi, namun tetap saling mendukung.

“Ini merupakan langkah strategis yang harus diambil, untuk berjuang di Eropa, dan berkomitmen untuk mempromosikan dan merencanakan kembali hak menentukan nasib sendiri,” tegasnya.

Sementara itu, Menlu RMS Umar Santi mengatakan, ini merupakan momen yang bersejarah bagi tiga perwakilan terkemuka gerakan kemerdekaan Aceh, Maluku dan Papua Barat.

Dengan kerjasama ini, mereka akan bergabung untuk mengajukan permintaan penentuan nasib sendiri. Agar terpisah dari  Indonesia  dalam mengikuti berbagai agenda internasional.

Diakuinya, Deen Haag dipilih sebagai lokasi penandatanganan, karena dianggap sebagai kota keadilan dan perdamaian, terlepas dari peran Belanda sebagai mantan penjajah dengan tanggung jawab historisnya. (T05)