Suara Milenial: Refleksi 2 Tahun Kepemimpinan Gubernur Murad Ismail, Saatnya Pemuda dan Semua Elemen Berbenah

0
2629

“Olehnya itu yang pikirkan adalah bagaimana memanfaatkan jaringan atau akses relasi pusat yang dimiliki oleh Gubernur, sebagai pintu masuk untuk kita menawarkan berbagai program kepada pemerintah pusat, demi kemajuan Maluku.”

Oleh: Kaimudin Laitupa

Tidak terasa pemerintahan Gubernur Murad Ismail dan Wakil Gubernur Barnabas Nataniel Orno telah merampungkan usia dua tahun kepemimpinan. Pasca dilantik oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu 24 April 2019. 

Di awal pemerintahan mereka, Maluku telah dilanda dua bencana besar. Pertama, Gempa bumi berkekuatan 6,8 SR yang terjadi di Pulau Ambon, Pulau-pulau Lease dan Seram ada tanggal 26 September 2019; Kedua, Pandemi Covid-19 yang belum berakhir hingga catatan ini dibuat.

Menjadi ujian terberat di awal pemerintahan, apalagi realitas Maluku yang memang sudah terpuruk, makin terpuruk lagi. Sehingga yang perlu dilakukan pemerintahan yang baru itu adalah memikirkan modul yang tepat untuk menjembatani jurang ketidakadilan ekonomi dan sosial yang semakin terbuka lebar di Maluku. 

Langkah Gubernur Murad Ismail untuk meminjam uang melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebesar 700 Miliar dengan tujuan untuk Pemulihan Ekonomi Nasional, khususnya di Maluku akibat dampak Pandemi Covid-19 adalah suatu modul yang tepat. Sebab di setiap bencana alam kerap berdampak besar dan mempengaruhi rencana kerja maupun anggaran pembangunan.

Dampak bencana terlihat pada pencapaian target perencanaan pembangunan yang meleset dan penganggaran difokuskan pada pemulihan kesehatan dan ekonomi. Olehnya itu Gubernur Murad Ismail pada forum konsultasi publik rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Maluku tahun 2022, di Ambon, (baca data iNews.id 17/2/2021) Provinsi Maluku harus melakukan realokasi anggaran sebesar Rp 122 Miliar dari APBD tahun 2020 yang hanya sebesar Rp 3,3 triliun.

Penyusunan RKPD tahun 2022 sekaligus merupakan tahun ketiga dari rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) Maluku tahun 2019-2024 harus dapat dilakukan dengan optimal. Tujuannya agar berdampak terhadap peningkatan pembangunan dan kesejahteraan di tengah situasi Pandemi Covid-19 yang terus berlangsung. 

Penyusunan RKPD tahun 2022 diharapkan difokuskan pada kondisi faktual yang sedang dihadapi. Diantaranya adalah upaya pemulihan kesehatan dan sosial ekonomi akibat dampak Pandemi Covid-19 dengan tetap mengutamakan prioritas sesuai arah RPJMD Maluku.

Untuk di ketahui pelaksanaan Musrembang RPJMD Provinsi Maluku tahun 2019-2024 sebagai nilai strategis dalam tahapan penyusunan dokumen rencana pembangunan jangka menengah daerah. Menurut Gubernur Murad Ismail RPJMD sebagai penunjuk arah pembangunan dalam jangka waktu lima tahun, yang dijabarkan sesuai dengan visi dan misinya yakni, Visi: Maluku yang terkelola secara jujur dan melayani, terjamin dalam kesejahteraan dan berdaulat atas gugusan kepulauan. 

Adapun Misi: Birokrasi yang akomodatif, komunikatif, koordinatif, kolaboratif serta bersih dan melayani penyelenggaraan pendidikan berkualitas dan gratis berbasis gugus pulau; Industrialisasi sumber daya alam dan manusia; Pengembangan infrastruktur untuk koneksitas gugus pulau; Optimalisasi industri pertanian dan perikanan; Keamanan untuk investasi dan pariwisata; Pengembangan pemuda kreatif dan olahraga berprestasi Pengembangan dan revitalisasi budaya maluku; dan Jaminan pelayanan kesehatan merata berkualitas dan gratis.

Semua itu harus diimplementasikan dalam mewujudkan pencapaian target pembangunan daerah Maluku. Seperti keberadaan proyek strategis di bidang energi di Maluku diantaranya Blok Masela, Blok non Bula dan 500 MW Maluku dapat mendorong diluncurkannya program pengembangan tenaga kerja daerah Maluku (Maluku TKDN Development Program). 

Selain bidang energi, program TKDN Maluku juga berpeluang besar menggerakan aset daerah Maluku lainnya yaitu bidang perikanan (Lumbung Ikan Nasional), dan bidang pariwisata (Banda Neira). Blok Masela dan Lumbung Ikan Nasional adalah program unggulan yang harus cepat direalisasikan, dengan tujuan untuk menjawab kemiskinan dan ketertinggalan di Maluku.

Maluku memang sangat kaya akan historis dan Sumber daya Alam, namun semua kekayaan itu akan menjadi fiktif belaka bila tak dikelola dengan optimal. Kenyataan adala: Pertama, Maluku sampai hari ini merupakan daerah termiskin keempat dari 34 provinsi di Indonesia; Kedua, tingginya angka pengangguran; Ketiga, belum baiknya pelayanan publik di sektor pendidikan dan kesehatan; Keempat, belum adanya investor yang masuk ke Maluku secara terbuka.

Adapun data terbaru yang dikeluarkan oleh Kementerian Dalam Negeri RI baru-baru ini, dari 62 daerah, Provinsi Maluku masuk dalam lima besar daerah dengan indeks inovasi rendah (baca: data litbang Kemendagri 17 Juni 2021). Pertanyaannya, apa penyebabnya sampai hari ini Maluku tetap dalam kondisi yang kurang menguntungkan, miskin, dan tertinggal?

Apakah kelemahannya ada pada pemimpin daerah, atau kerja-kerja birokrasi kurang efektif dan profesional, atau karena ketidakmampuan masyarakat memberdayakan diri dan kelompoknya, atau kita orang Maluku masih hidup dalam egosentris agama atau kedaerahan, ataukah kemiskinan dan ketertinggalan sudah menjadi dosa turunan di Maluku. Semua pertanyaan itu menjadi refleksi kritis untuk kita bersama.

Artinya untuk Maluku maju dan bisa bersaing dengan provinsi-provinsi lain yang ada di Indonesia sangat membutuhkan jiwa pemimpin daerah yang merangkul perbedaan pada satu sisi, juga masyarakat, khususnya anak-anak muda yang mau dan mampu berkarya. Semua pihak harus membuka diri untuk berkolaborasi dan bersinergi bersama, rebut kemajuan dan kesejahteraan di Negeri Siwalima ini.

Olehnya itu, dalam mengawali tulisan di atas, ada semacam quote “Refleksi 2 Tahun Kepemimpinan Gubernur Murad Ismail, Saatnya Pemuda dan Semua Elemen Berbenah”. Penulis ingin menghubungkan kondisi Maluku saat ini dengan kepeloporan kaum muda dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.

Baca Juga  Saatnya Menjaga Daerah Aliran Sungai di Pulau Ambon

Seperti dalam ungkapan Ben Anderson, bahwa sejarah Indonesia adalah sejarah kaum muda. Benang merah dari penjelasan Ben Anderson bahwa cukup jelas peran serta kaum muda dalam memproklamasikan kemerdekaan republik Indonesia.

Sederetan fakta sejarah telah menegaskan dengan sangat terang-benderang kepeloporan kaum muda. Kebangkitan nasional 20 Mei 1908, yang ditandai dengan berdirinya organisasi kepemudaan Budi Utomo, Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, hingga Indonesia merdeka 17 Agustus 1945, adalah momentum-momentum sejarah yang menempatkan kaum muda sebagai aktor utamanya.

Setelah Indonesia merdeka pun fakta sejarah memperlihatkan keperkasaan peran kaum muda. Dua kali masa peralihan rezim politik secara radikal, yakni dari orde lama ke orde baru pada 1966, dan dari Orde baru ke orde reformasi pada 1998, lagi-lagi memperlihatkan peran signifikan kaum muda.

Oleh karena itu, betul kata Soekarno: “Berilah aku sepuluh pemuda maka akan kuguncangkan dunia”. Pemuda dilukiskan sebagai sosok yang unggul, bergairah, berlagak, dan bergelora secara fisik, psikis, intelektual, serta berani dalam bersikap.

Pemuda sosok superior, progresif, revolusioner dengan semangat berkobar-kobar, dan bara spirit yang menyala-nyala. Sekilas cerita diatas menggarisbawahi bahwa tidak ada perubahan tanpa kaum muda.

Saatnya untuk berubah. Provinsi yang membidani kelahiran Negara Kesatuan republik Indonesia, nyaris hanya itu kebanggaan lokal yang dimiliki oleh provinsi para raja ini. Selebihnya adalah kehidupan lokal yang nyaris tanpa geliat, senyap, dan tidak bergairah.

Aktivitas perekonomian itu-itu saja. Instansi teknis dan strategis pemerintah tidak menampilkan kinerja yang mampu menggenjot dan menggerakkan sumber daya lokal. Kesibukan hanya terlihat pada kantor yang memiliki unit-unit proyek. Miskinnya regulasi perda maupun kebijakan-kebijakan lokal yang pro perubahan sosial (social engineering) dan pemberdayaan masyarakat (social empowering) adalah indikasi lemahnya kreativitas pemerintah (baca DPRD dan kepala daerah).

Padahal yang sama, diskursus ide belum menjadi alat efektif untuk mempengaruhi dan membingkai dinamika kekuasaan. Lebih-lebih dengan terpolarisasinya kekuatan-kekuatan kepemudaan dan kelas menengah dalam tarikkan kepentingan pragmatis kekuasaan. Tawar-menawar kepentingan berakhir diujung “siapa dapat apa”.

Kekayaan historis dan kekayaan alam Maluku seharusnya melahirkan prototipe lokal yang dapat dijadikan ikon atau label daerah yang siap berkompetisi di dunia global. Belum dirasakan leading sector yang mampu menarik perhatian kita semua, untuk masuk dan terlibat dalam pergulatan seluruh dimensi kehidupan lokal.

Yang terjadi justru sebaliknya, menjadi provinsi yang sunyi ditengah keramaian kompetisi global dan kemilau demokrasi lokal. Pembiaran atas realitas di atas sudah pasti, cepat atau lambat, akan menyeret tatanan daerah tidak lebih dari situs tua kekuasaan. Stagnan dan tertinggal. 

Realitas inilah yang harus dibongkar habis-habisan sampai ke akar-akarnya. Pintu masuk untuk membongkar itu salah satunya dengan meletakkan pondasi kepemimpinan Maluku yang tidak saja legitimatif tetapi juga membela rakyat. Legitimasi adalah soal pemenuhan prosedur politik sebagaimana yang disyaratkan oleh undang-undang pemerintahan daerah.

Pandangan penulis, legitimasi an sich belum cukup. Kita membutuhkan pemimpin dan juga komunitas muda yang dapat diajak untuk merubah kondisi lokal secara fundamental. Membangun tatanan pemerintahan yang transparan, karena rakyat (baca:publik) mengetahui apa yang akan, sedang dan telah dilakukan oleh pemimpinnya.

Tatanan pemerintahan yang partisipatif karena rakyat diberikan ruang dan jaminan untuk turut serta membicarakan dan menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapinya. Serta tatanan pemerintahan yang akuntabel karena pemimpin memiliki sense of crisis dan sense of morality yang kuat.

Kita, terutama pemuda membutuhkan pemimpin yang mampu menggerakkan sumber daya lokal yang selama ini masih statis terdiam, menjadi unggul kompetitif dan bergairah. Pemimpin dengan daya kepemimpinan (governability) yang kuat untuk menata dan mendisiplinkan institusi maupun pelaku birokrasi agar kuat bekerja keras, kreatif, inovatif,dan profesional.

Pemimpin yang secara prima untuk memastikan nilai-nilai meritokrasi (merit system) bukan sekedar slogan dan basa-basi pidato tetapi benar-benar hadir dan mengalir dalam pikiran, tubuh dan aktivitas birokrasi-pemerintahan. Tidak kalah penting dari itu, kita juga membutuhkan pemimpin yang mampu memanfaatkan kesempatan kepemimpinannya sebagai momen konsolidasi kekuatan-kekuatan pengetahuan di daerah seribu pulau ini untuk ikut terlibat memikirkan dan meresolusikan berbagai program dan agenda memajukan martabat dan harkat diri daerah.

Pengalaman historis telah banyak menerangkan bahwa pemimpin dengan leadership yang kuat dan teguh melayani serta memberdayakan rakyat mampu menjadi kekuatan yang hebat dalam membangkitkan kehidupan alam dan masyarakat yang dipimpinnya dari tidur panjang keterpurukan. Misalnya fakta sejarah Amerika Serikat pernah mengalami masa-masa sulit penjajahan Inggris, tetap mampu bangkit dan bermetamorfosa menjadi negara super power di dunia.

Kemudian Jepang, ketika bom atom menghancurkan hampir separuh wilayah negara dan menelan jumlah korban jiwa warganya, mereka berhasil keluar dari keterpurukan dan ketertinggalan dengan apa yang kita kenal Restorasi Meiji. Begitupun dengan Republik Iran, setelah pasca revolusi politik yang dilakukan oleh tokoh besarnya Imam Khomeini, Republik Iran menjelma menjadi salah satu negara yang paling disegani oleh dunia barat khususnya sekutu Amerika serikat dan Israel.

Dengan demikian untuk mencapai produktivitas, terutama dalam sisa waktu kepemimpinan Gubernur Murad Ismail maka diperlukan suatu komitmen bersama pemuda, agar dapat bersinergi dan berkoordinasi guna mendukung percepatan pembangunan daerah. Apalagi Gubernur Murad Ismail memiliki nawacita besar untuk kemaslahatan Maluku, yang itu dapat dilihat dari gagasan visi dan misi di lembaran daerah.

Olehnya itu untuk mencapai visi dan misi Gubernur Murad Ismail tidak sepenuhnya berharap pada kerja-kerja birokrasi tapi membutuhkan peran serta Pemuda. Febrian (2009) mengatakan bahwa pemuda memiliki beberapa peran yaitu: Pertama, peran pemuda sebagai sosial agent of change dimana pemuda berperan dalam konteks perubahan sosial, ekonomi,politik dan hukum; Kedua, peran pemuda sebagai inspirator; dan Ketiga, pemuda sebagai tonggak pembangunan masa depan bangsa. 

Sama hal dengan Pandangan Taufik (2013) menyatakan bahwa peran pemuda adalah sebagai dinamisator, sebagai motivator pembangunan, dan sebagai inovator. Berdasarkan beberapa pandangan diatas terlihat bahwa pemuda adalah subjek sekaligus aktor pembangunan. Maka untuk mencapai kualitas pembangunan dan kemajuan Maluku kedepan seharusnya Gubernur Maluku bersinergi dan berkolaborasi bersama pemuda.

Hemat penulis bahwa Gubernur Murad Ismail dari pasca dilantik sampai melewati garis 2 tahun kepemimpinan, tidak lepas dari kritik publik. Diantaranya justru terkesan mencari-cari kesalahan, misalnya: Terkait pengadaan mobil dinas Gubernur Maluku; Video singkat Gubernur Murad Ismail yang di-framing seakan-akan sedang marah pada seorang mama-mama; Isu pemindahan Ibu Kota Provinsi ke Makariki; Hingga uang pinjaman 700 miliar dari PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).

Semua kritik itu kalau mau ditelisik ada unsur atau kadar ketidak-sukaan (lawan politik) untuk melemahkan kinerja Gubernur Murad Ismail. Memang tidak dipungkiri bahwa setiap kekuasaan pasti ada kritik yang dilontarkan, karena hidup di alam demokrasi semua kritik itu wajib, tapi mestinya beradab dan merupakan teguran untuk memperbaiki yang salah menjadi benar.

Dari semua kritik yang ada, Gubernur Murad Ismail menjawabnya dengan pencapaian prestasi dalam kerja pemerintahannya. Seperti kritik terkait pengadaan mobil dinas yang konon diduga ada unsur korupsi, tapi belakangan justru Pemerintah Provinsi Maluku berturut-turut dua kali mendapat Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi Maluku. Semua itu tentu berkat kerja-kerja birokrasi dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

Semua kritik, misalnya terkait pengadaan mobil dinas, telah terjawab dengan pencapaian prestasi wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Maluku. Harapannya, prestasi Gubernur Murad Ismail ini dapat dipertahankan agar kedepan bisa lebih baik, terutama dalam kerja pengelolaan keuangan daerah untuk kemaslahatan warga masyarakat Maluku.

Dengan demikian, mestinya kita patut bersyukur dan bangga punya seorang Gubernur Maluku yang memiliki jiwa dan sifat kemalukuan yang kental. Apalagi dalam dua tahun kepemimpinan Gubernur Murad Ismail cukup banyak kunjungan menteri atau pejabat pemerintah pusat untuk melihat berbagai persoalan di Maluku.

Hal ini menandakan kualitas lobi dan tingkat komunikasi politik yang dimiliki oleh Gubernur Murad Ismail lebih dari cukup. Olehnya itu yang pikirkan adalah bagaimana memanfaatkan jaringan atau akses relasi pusat yang dimiliki oleh Gubernur, sebagai pintu masuk untuk kita menawarkan berbagai program kepada pemerintah pusat, demi kemajuan Maluku.

Saatnya untuk berbenah, kita tidak perlu membuang energi kepada hal-hal yang tidak pasti. Kritik wajar-wajar saja, tapi kritik yang konstruktif agar kualitas kritik itu diterima oleh pemerintah. Maluku hari ini sangat membutuhkan semua peran elemen; para pemangku kebijakan, gubernur, bupati, walikota, birokrat, politisi, swasta dan pemuda agar bergandeng tangan, rapatkan barisan, gerak langkah maju rebut kesejahteraan di bumi Siwalima ini.

Penulis adalah intelektual muda Maluku, aktif menulis diberbagai media dan aktif di Ikatan Cendekiawan Muda Maluku. Catatan ini untuk menandai 2 tahun Kepemimpinan Gubernur Murad Ismail 

Baca Juga  Suara Milenial: Murad Ismail, Gubernur Peduli Pengembangan Startup Digital di Daerahnya