Apa Setelah Pilgub?

0
18251

”Dengan kontrol publik, penyalahgunaan kekuasaan yang berimplikasi pada kebocoran anggaran yang kerap terjadi, dapat diminimalisir. Kontrol publik juga ikut memastikan bahwa program yang dijalankan pemerintah di daerah adalah untuk kepentingan publik, bukan yang lain.”

Oleh: M. Ikhsan Tualeka

Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur (Pilgub) Maluku 2019 – 2024 telah usai. Tinggal menunggu proses pelantikan pasangan kandidat terpilih Irjen. Pol. (Purn.) Drs. Murad Ismail dan Barnabas Nathaniel Orno, yang direncanakan Maret ini.

Setelah dilantik, publik menunggu bagaimana kepercayaan yang telah diberikan melalui pencoblosan di bilik suara dimaknai oleh kandidat terpilih. Kalau kepercayaan dimaknai dan diarahkan untuk kepentingan publik, itulah substansi demokrasi. Tapi jika kepercayaan tersebut dibelokkan untuk keuntungan pribadi, kelompok atau golongan, dan melalaikan kepentingan publik, jelas bukan lagi demokrasi tapi demo”crazy”.

Usai tampuk kekuasaan diambil, saatnya merealisasikan janji-janji yang pernah ditebar saat kandidat berkampanye. Komitmen saat kampanye dan kepercayaan publik yang disalurkan di bilik suara harus berbanding lurus dengan konsistensi dan kemauan baik atau good will pasangan kandidat menuntaskan berbagai persoalan publik.

Kekuasaan yang telah direngkuh jangan lagi dipakai untuk membalas budi politik seperti kerap dilakukan para kampiun politik. Pasangan kandidat terpilih justru harus menunjukkan komitmen dan konsistensi, bahwa keberanian mereka untuk maju sebagai paslon gubernur dan wakil gubernur adalah wujud pengabdian terhadap publik.

Bagi kelompok pendukung, dukungan yang telah diberikan mestinya semata-mata untuk menyokong kandidat yang dinilai paling layak dan mampu melaksanakan kebijakan dan memajukan kesejahteraan publik. Sekalipun dalam politik ada adagium ‘tak ada makan siang gratis’, tapi jika ingin daerah ini maju, kepentingan publik harus jadi prioritas utama, bukan kepentingan kelompok.

Baca Juga  Korupsi Politik dan Politisasi Korupsi Jelang Pilkada

Selain komitmen dan konsistensi kandidat terpilih terhadap janji politiknya, kontrol publik menjadi sesuatu yang sangat penting guna menjaga kepemimpinan daerah berjalan di koridor yang benar dan mengabdi pada kepentingan publik. Sebab kekuasaan yang tidak terkontrol biasanya cenderung korup dan diselewengkan.

Seperti yang diingatkan oleh Lord Acton “power  tends to corrupt, but absolute power corrupts absolutely”, manusia yang mempunyai kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakan kekuasaan itu, tetapi manusia yang mempunyai kekuasaan tak terbatas pasti akan menyalahgunakannya. Ini peringatan untuk kita semua.

Dalam konteks inilah demokrasi mewajibkan publik untuk melakukan kontrol yang ketat terhadap kepemimpinan yang demokratis. Kontrol publik menjadi syarat utama bagi berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, efektif, efisien dan tepat sasaran atau good and clean governance.

Dengan kontrol publik, penyalahgunaan kekuasaan yang berimplikasi pada kebocoran anggaran yang kerap terjadi, dapat diminimalisir. Kontrol publik juga ikut memastikan bahwa program yang dijalankan pemerintah di daerah adalah untuk kepentingan publik, bukan yang lain.

Kontrol publik sejatinya adalah subtansi demokrasi. Sebab demokrasi bukan hanya diukur dari bagaimana publik berpartisipasi dalam pemilihan umum atau pilgub, tapi demokrasi bicara bagaimana publik dapat terlibat atau berpartisipasi secara langsung dalam pengambilan keputusan menyangkut kepentingan mereka.

Dengan melakukan kontrol terhadap jalannya pemerintahan, termasuk terhadap pengambilan kebijakan publik, menandakan praktek demokrasi substantif berjalan, karena partisipasi publik sedang dilakukan. Tak ada demokrasi tanpa partisipasi.

Pasca pilgup, demokrasi mengajarkan dan mewajibkan publik mengontrol pemimpin yang telah dipilih. Kepercayaan yang diberikan harus tetap diawasi. Saatnya menagih janji-janji kandidat selama masa kampanye. Apalagi jika ada kesepakatan politik secara tertulis, publik dapat melakukan kontrol terhadap realisasinya oleh kandidat terpilih.

Baca Juga  Waktu Operasional Angkutan Umum di Kota Ambon Dikurangi

Negara demokrasi memungkinkan publik melakukan kontrol dan mengadvokasi diri dan kelompoknya. Itu dapat dilakukan apabila kelompok-kelompok dalam masyarakat mampu memobilisasi sumber daya yang dimiliki, dengan begitu, mereka dapat mempengaruhi dan mengontrol kebijakan pemerintah. Sumber daya yang dapat dimobilisir itu bisa berupa jumlah orang, solidaritas kelompok, jaringan kemampuan lobi, dan sebagainya.

Dengan mampu memobilisasi sumber daya, antara lain dengan berhimpun secara strategis dalam kelompok, komunitas atau asosiasi yang dapat mewadahi kepentingan bersama, apalagi kini ditunjang dengan makin majunya media digital, kontrol maupun perjuangan demi kepentingan bersama tentu akan lebih efektif. Mobilisasi sumber daya, dan penggalangan opini publik lewat media sosial, punya pengaruh yang kuat dalam konteks kontrol publik.

Memperjuangkan dan mengontrol kepentingan publik juga dapat dilakukan dengan berdialog, pawai, mengeluarkan petisi dan pernyataan sikap, bahkan dengan berunjuk rasa. Adapun kelompok strategis ini dapat berupa; kelompok nelayan dan petani, forum aktivis, gerakan mahasiswa dan pemuda, paguyuban masyarakat adat, serikat buruh, pedagang kaki lima dan sebagainya. Yang terpenting adalah bagaimana kekuatan kelompok mampu disatukan agar suara dan aspirasinya dapat didengar.

Seringkali terjadi, upaya untuk melakukan kontrol publik tidak berdampak pada penguasa lokal, karena pengorganisasian publik dan pemangku kepentingan tidak dilakukan secara maksimal dan terarah. Dengan mobilisasi sumber daya serta terbentuknya kelompok strategis yang terstruktur dan kritis, maka upaya kontrol yang dimaksud akan lebih optimal.

Apalagi dengan melibatkan lembaga legislatif, kontrol publik menjadi lebih formal dan prosedural. Meski saat ini lembaga legislatif belum optimal berperan sebagai jembatan aspirasi publik, membuat mekanisme check and balance antara legislatif-eksekutif tidak berjalan dengan semestinya.

Bisa jadi, untuk mendapat mitra strategis di parlemen lokal, dalam konteks kontrol publik, pemilihan umum yang berdekatan dengan dilantiknya gubernur dan wakil gubernur baru dapat pula dijadikan momentum untuk menghadirkan wakil-wakil rakyat yang baru. Sehingga tahun 2019 ini menjadi tonggak perubahan dan perbaikan kualitas pemerintahan, eksekutif dan juga legislatif.

Baca Juga  Lantik 30 PPNS, Menteri Edhy Tegaskan Tindak Pelaku Illegal Fishing di Perairan Maluku

Selain mekanisme kontrol, yang perlu dan tentu bisa dilakukan adalah dengan memberikan dukungan penuh terhadap kebijakan atau program pemerintah daerah yang visioner dan relevan dengan kepentingan dan kebutuhan publik. Itu artinya partisipasi publik tidak hanya diwujudkan melalui kritik dan kontrol publik, tapi juga dengan kemauan Bersama dengan pemerintah, urun-rembuk, berkontribusi, mencari dan melaksanakan solusi menuju Maluku yang lebih adil dan sejahtera.

Penulis adalah Direktur Maluku Crisis Center – MCC