”Hal lainnya yang patut dipelajari dari Yunani adalah terkait kebersihan pantai dan pulau-pulau mereka. Tak ada sampah yang dibuang sembarangan dan berserakan. Pantai dan pelabuhan bersih, hingga turis bisa lihat langsung ke dasar laut.”
Catatan: Ikhsan Tualeka
Usai menghadiri dan mengisi acara yang diadakan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Kairo, Mesir, 5 Mei 2017 sesuai rencana saya melanjutkan perjalanan ke Negeri Kincir Angin, untuk mengikuti Cinemasia on Tour. Namun kali ini mampir dulu ke Yunani.
Saya memang sudah mengagendakan untuk singgah ke Negeri para Dewa Dewi itu. Selain untuk jalan-jalan sejenak, ini menjadi ‘strategi’ untuk menghindari pemeriksaan yang agak lama oleh Imigrasi Belanda di Schiphol AirPort.
Saya punya pengalaman kurang menyenangkan dua bulan lalu, sebelum trip kali ini. Waktu itu ke Eropa berangkat dari Jakarta dengan mengantongi Visa Schengen Portugal, namun tidak langsung ke Lisbon, saya masuk lewat Amsterdam. Karena pegang Visa Schengen, saya merasa bisa langsung masuk ke negara mana saja di Eropa.
Cara ini ternyata menghadirkan sedikit masalah dengan pihak imigrasi di Belanda, saya bahkan harus menepi di ruang khusus, menunggu diverifikasi. Beruntung, mungkin karena di paspor saya ada stempel imigrasi banyak negara, termasuk masih menempel Visa Amerika yang masih berlaku, bukti bahwa saya seorang travelers, dan bukan calon imigran, sehingga verifikasi tidak berlangsung lama, izin masuk diberikan pihak imigrasi.
Memang belakangan ini, sejumlah negara di Eropa sedang berhadapan dengan persoalan banyaknya imigran, baik karena alasan politik maupun sekadar ingin mencari pekerjaan, terutama dari negara seperti Maroko dan negara timur tengah lainnya yang sedang ada pergolakan politik. Kondisi ini membuat otoritas imigrasi di Eropa lebih berhati-hati.
Saat wawancara dan menunggu pemeriksaan oleh Imigrasi Belanda, di ruang tunggu seluas 5×5 meter, saya melihat beberapa orang berperawakan timur tengah juga sedang menunggu pemeriksaan lebih lanjut. Ada yang mengaku sudah beberapa jam berada di ruang itu.
Ini hampir sama dengan pengalaman saya sewaktu kena secondary check saat pertama kali melewati Imigrasi Amerika tahun 2009. Memang pasca peristiwa 11 September imigrasi Negeri Paman Sam lebih teliti, selain antisipasi masuknya teroris, Islamofobia juga mengemuka, sementara nama dan wajah saya mirip orang timur tengah yang notabene muslim.
Atas pengalaman, terutama di Imigrasi Negeri Ratu Beatrix itu kemudian saya ‘berstrategi’ untuk mampir ke Yunani lebih dahulu, melewati negara yang dikenal tak begitu ketat imigrasinya ini. Tidak begitu ketat mungkin pula karena negara itu mengandalkan devisa dari sektor pariwisata.
Cara ini ternyata tepat. Sebab saat tiba di Belanda dari Yunani, saya tak lagi melewati pintu imigrasi di Amsterdam, langsung masuk lewat jalur domestik, karena pelintas antar negara Eropa. Rupanya pemeriksaan sewaktu di Imigrasi Yunani itu sudah menjadi pintu pemeriksaan masuk ke Eropa dari luar Eropa, termasuk saya yang datang dari Kairo, Mesir.
Pengalaman bermain ‘petak-umpet’ dengan imigrasi di Eropa ini sebenarnya tak akan terjadi kalau visa yang saya kantongi sama dengan negara yang dituju pertama kali saat masuk ke Eropa. Misalnya jika akan masuk ke Eropa lewat Jerman, lebih baik mengurus Visa Schengen di Kedutaan Besar Jerman.
Oh iya. Visa Schengen adalah visa khusus yang harus dimiliki jika ingin menjelajahi negara di Uni Eropa. Sampai saat ini terdapat 25 negara yaitu 23 negara Uni Eropa dan 3 negara non-Uni Eropa yang dapat dikunjungi menggunakan Visa Schengen yang barlaku paling lama 6 bulan.
Kembali ke cerita soal Yunani. Pesawat Qantas Airways yang kami tumpangi mendarat di Athens International AirPort dengan mulus. Di bandara yang nyaman itu terlihat banyak turis dari berbagai negara, baik itu yang baru datang seperti saya, maupun yang bersiap untuk melanjutkan perjalanan ke negara lain atau pulang ke negaranya.
Masuk ke Yunani, perasaan senang serta imajinasi yang terbentuk lewat berbagai bacaan sejarah, tayangan film dan video berkecamuk menjadi satu. “Akhirnya tiba juga di kampung-nya Hercules”, gumam saya dalam hati.
Sebagai negeri berperadaban tua, Yunani kaya akan peninggalan sejarah arkeolog dan mythos, yang kemudian menjadi tujuan wisata yang menarik. Negara ini dikunjungi lebih dari 15 juta pelancong, bahkan kandang mencapai 33 juta wisatawan mancanegara per tahun, jauh lebih banyak dari penduduk Yunani yang hanya 11 juta orang.
Kita tentu tahu atau setidaknya pernah mendengar nama-nama seperti Plato, Aristoteles dan Socrates yang keberadaanya sudah ditemukan 450 tahun sebelum masehi. Bahkan Olimpiade Dunia pertama 100 tahun lalu berasal dari Yunani.
Tak salah kemudian banyak pihak yang datang berkunjung ke pulau dan objek wisata di Yunani. Baik sebagai turis atau untuk mengamati keberhasilan mengemas wisata di negeri asal mulanya Dewi Hermes ini.
Sektor wisata merupakan sumber devisa bagi negara Yunani, meskipun kerap ada pasang-surut kunjungan, antara lain karena krisis keuangan, namun turis asing masih tetap banyak yang berkunjung untuk berlibur ke beberapa pulau dan pegunungan di Yunani.
Negara Yunani yang diwarisi peninggalan sejarah, budaya dan folk art, serta lingkungan alam yang indah adalah objek dan potensi wisata yang mampu dikelola untuk mendatangkan devisa. Banyak diantara kita di tanah air tak tahu kalau Yunani memiliki 7000 pulau, dengan 200 pulau yang dihuni.
Sebagai negara yang berhasil pengelolaan pariwisata, Yunani yang dikenal sebagai tempat lahirnya tradisi demokrasi itu sangat piawai dalam mengemas objek mulai dari mengunjungi berbagai pulau, pegunungan, bangunan bersejarah, sampai pada peninggalan peradaban manusia yang ditata rapi.
Eksplor Pulau dengan One Day Cruise
Ada banyak pilihan paket destinasi, namun ini bisa jadi adalah salah satu pilihan terbaik saat berkunjung ke Yunani. Yaitu mengikuti tur singkat “Athens One Day Cruise” ke tiga pulau yaitu pulau pulau Hydra, Poros dan Aegina dengan biaya 80 euro berikut makan siang.
Untuk mengikuti One Day Cruise pelancong diminta untuk berkumpul di hotel atau bisa langsung ke pelabuhan pada pukul tujuh pagi. Setiap wisatawan yang mengikuti cruise di photo bersama sepasang pemuda-pemudi Yunani dengan pakaian tradisional.
Ini rupanya salah satu contoh ide cerdas atau kreatif untuk cari duit. Karena turis harus membeli photo seharga 5 euro satu photo atau 10 euro untuk tiga photo ukuran postcard.
Sepanjang perjalanan menggunakan kapal Hydraiki, penumpang yang berjumlah sekitar 600 orang itu pun diajak untuk berpartisipasi dalam berbagai permainan. Begitupun saat acara hiburan, penumpang juga turut diajak menari bersama.
Sebagai negara yang mampu mendatangkan turis, pemerintah Yunani terus berupaya memperbaiki dan meningkatkan infrastruktur, baik melalui jalan udara, laut dan jalan darat. Termasuk berbagai cara dan upaya memaksimalkan promosi dan publikasi.
Yunani sebagai negara di Mediterranean memang memiliki banyak pulau dengan struktur geologi dan iklim yang khas. Beberapa pulau menjadi objek wisata karena keindahan dan peninggalan sejarahnya terus dipelihara.
Demikian pula daratan Yunani yang menyambung ke Semenanjung Balkan dan berbatasan dengan Turki, Rumania, Albania dan sejumlah negara lain, menawarkan keindahan alam, hutan dan pegunungan. Semua menarik untuk dikunjungi wisatawan mancanegara.
Beberapa pulau yang mempunyai peninggalan sejarah, arkeologi dan pantai yang indah banyak didatangi turis. Bahkan ada pulau kecil yang terkenal juga memiliki bandara yang dapat didarati pesawat berbadan besar.
Bila tiba musim turis, terdapat penerbangan langsung dari negara Eropa ke pulau-pulau yang menjadi tujuan wisatawan. Seperti pulau Mykonos, Santorini, Rhodes, Crete, Lefkada, Zakynthos, dan pulau lainnya.
Demikian pula perjalanan antar pulau, kapal besar seperti cruise dari mancanegara dan kapal ferry antar pulau serta yacht banyak dilakukan dengan berbagai bendera dari belahan dunia.
Penataan yang rapi, baik infrastruktur dan penyediaan fasilitas hotel, dengan berbagai bentuk bangunan dan kelas, restoran modern dan tradisional serta tempat hiburan untuk kaula muda maupun para orang tua, sehingga merasa nyaman saat berlibur.
Demikian souvenir yang beraneka warna dan berbagai jenis menarik bagi turis asing untuk membelinya. Meskipun hampir semua bukan buatan asli Yunani, melainkan dipesan dari negara lain kemudian dijual dengan harga yang berlipat ganda.
Ini tentu menjadi tantangan bagi pengrajin Indonesia untuk lebih berani memasarkan produknya hingga ke Yunani. Banyak nya turis yang datang ke negara itu otomatis meningkatkan pendapatan pengusaha transportasi baik udara, laut dan darat, begitupun industri perhotelan serta restoran dan cinderamata.
Perdagangan inilah yang membuat warga Yunani dapat survive untuk hidup dan maju. Dalam istilah mereka bekerja selama musim turis selama tujuh bulan, April sampai Oktober dapat digunakan untuk hidup setahun.
Sebenarnya di sektor perdagangan, ini peluang yang cukup besar bagi pengusaha furniture Indonesia untuk bisa mengisi kebutuhan hotel dan restoran, yang membutuhkan perabot atau furniture, serta kelengkapan hotel, pakaian dan lainnya.
Demikian pula pengrajin Indonesia dapat menjajakan produk souvenir ke negeri Plato ini. Harus diakui, soal ini, pengusaha tanah air, terkadang masih kalah bersaing dengan China, India, Thailand dan Vietnam.
Hal lainnya yang patut dipelajari dari Yunani adalah terkait kebersihan pantai dan pulau-pulau mereka. Tak ada sampah yang dibuang sembarangan dan berserakan. Pantai dan pelabuhan bersih, hingga turis bisa lihat langsung ke dasar laut.
Sebagai sesama negara kepulauan, Indonesia, khususnya Maluku juga patut belajar mengelola pelayaran dan penyeberangan antar pulau yang pengaturannya sangat rapih dan bagus. Serta pengelolaan pulau-pulau sebagai objek wisata yang harus diakui belum mampu digarap dengan optimal.
Tak perlu jauh-jauh, andai saja Teluk Ambon mau dikelola dengan apik, dijaga kebersihannya, lantas ada kapal Ferry yang dibuat seperti restoran terapung, atau yacht yang disewakan berkeliling teluk, tentu akan menjadi alternatif pilihan bagi para turis.
Upaya seperti ini tentu dapat memicu berkembangnya pariwisata di Maluku. Yang pasti kita masih harus terus belajar dari kemajuan bangsa lain, termasuk belajar soal pengelolaan dan pengembangan pariwisata dari kampung halaman Pythagoras dan Aristoteles ini.
Penulis adalah Founder IndoEast Network